Awas ada petugas Bea Cukai gadungan !

id bea cukai,petugas bea cukai,petugas gadungan

Awas ada petugas Bea Cukai gadungan !

Ilustrasi - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). (ANTARA/HO-Bea Cukai)

Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) mengimbau masyarakat untuk mewaspadai modus penipuan toko daring (online shop) fiktif dan komplotan pelaku yang berpura-pura menjadi petugas Bea Cukai.

Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Budi Prasetiyo dalam keterangannya di Jakarta, Selasa, menjelaskan pelaku umumnya menawarkan barang pada media sosial Facebook dan Instagram dengan harga yang jauh di bawah harga pasar.

Setelah terjadi transaksi jual-beli, pelaku lainnya menghubungi korban mengaku sebagai petugas Bea Cukai dan menyatakan bahwa barang yang dibeli ilegal.

Lalu, pelaku meminta korban mentransfer sejumlah uang ke rekening pribadi pelaku dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya.

Menurut Budi, modus ini mayoritas disertai ancaman penangkapan oleh pihak berwajib, penjara, atau denda dengan nominal yang sangat besar apabila korban menolak mengirim uang yang diminta.

Namun, Budi menegaskan, Bea Cukai tidak pernah menghubungi pengguna jasa secara langsung, terlebih untuk meminta pembayaran melalui transfer pribadi.

“Kami pastikan bahwa petugas Bea Cukai tidak menghubungi pengguna jasa secara langsung, dan seluruh pembayaran resmi terkait kepabeanan menggunakan kode billing yang langsung masuk ke kas negara, tidak pernah melalui rekening pribadi,” ujarnya.

Salah satu kasus penipuan dengan modus online shop fiktif terjadi pada bulan Maret 2025 yang terjadi pada pengguna X bernama el leyas.

Ia ditengarai tertipu sebesar Rp500.000 setelah melakukan pembelian gamis dari akun Instagram bernama @myeshafashion_. Modus penipuan yang digunakan adalah mengaku sebagai petugas Bea Cukai atas nama “Anita Iskandar” dan menyampaikan bahwa paket ditahan karena pengiriman tidak resmi.

Pelaku meminta korban membayar biaya sebesar Rp275.000 untuk pengurusan cek kuitansi agar paket bisa dikeluarkan. Pelaku juga menggunakan foto profil berpakaian dinas Bea Cukai untuk meyakinkan korban. Setelah uang ditransfer, pelaku tidak lagi merespons dan pesan- pesan sebelumnya dihapus.

“Pola ini memperbesar risiko penipuan karena transaksi dilakukan di luar platform yang memiliki sistem perlindungan konsumen, sehingga menyulitkan pelacakan dan pengembalian dana jika terjadi kerugian atau penipuan,” kata Budi.

Menurut data Bea Cukai hingga Februari 2025, pengaduan kasus penipuan menunjukkan tren kenaikan dari sisi jumlah pengaduan yang diterima, yaitu 654 pengaduan atau mengalami kenaikan sebesar 9 persen bila dibandingkan dengan jumlah pengaduan bulan Januari 2025, yaitu sebanyak 598.

Modus penipuan terbanyak selama bulan Februari adalah online shop fiktif dengan jumlah 342 kasus.

Untuk menghindari risiko penipuan, Budi mengimbau masyarakat untuk tidak panik dan jangan langsung mengirim uang. Kemudian, verifikasi informasi melalui kanal resmi Bea Cukai, seperti Contact Center Bravo Bea Cukai 1500225, atau media sosial @beacukaiRI.

Masyarakat juga diminta untuk melaporkan ke pihak kepolisian dengan membawa bukti-bukti yang ada.

“Kami berharap, dengan semakin meningkatnya kewaspadaan masyarakat akan modus dan ciri-ciri penipuan mengatasnamakan Bea Cukai, jumlah korban dan kerugian dapat diminimalisasi. Tetap waspada, verifikasi setiap informasi, dan jangan ragu untuk melaporkan indikasi penipuan,” tutur Budi.