Selain sistem peringatan dini, menurut Tito, setiap daerah juga harus aktif menyelenggarakan simulasi respon bencana, seperti yang telah dilakukan oleh Sulawesi Barat.
“Masing-masing daerah perlu melakukan drill (simulasi) sehingga jangan sampai terjadi kejadian baru responsif. Jadi sudah ada langkah-langkah kalau terjadi apa-apa ada plan A, plan B-nya,” ujar Mendagri.
Dampak erupsi Gunung Marapi menyebabkan sedikitnya 23 korban meninggal dunia, berdasarkan data Kepolisian Daerah Sumatera Barat hingga Selasa (5/12) pukul 20.22 WIB. Dari jumlah tersebut 11 korban di antaranya sudah dapat diidentifikasi oleh tim Polda Sumbar.
Hingga kini, proses pencarian dan pertolongan masih terus dilakukan oleh tim gabungan.
Sementara itu menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Selasa pagi, Gunung Marapi tercatat sudah mengalami erupsi sebanyak 46 kali.
Erupsi terakhir tercatat melalui seismograf pada Selasa pukul 06.24 WIB dengan amplitudo maksimum 25.1 mm dan durasi 80 detik. Gunung api dengan ketinggian 2.891 mdpl tersebut masih berstatus Waspada atau Level II.
BPBD Kabupaten Agam dan Kabupaten Tanah Datar bersama tim gabungan terus memonitor perkembangan erupsi Gunung Marapi di lokasi guna melakukan tindakan cepat dalam penanganan evakuasi warga apabila kembali terjadi aktivitas vulkanik yang lebih besar.
Masyarakat di sekitar Gunung Marapi diminta untuk tidak melakukan aktivitas apapun pada jarak kurang dari tiga kilometer dari puncak. Selain itu masyarakat yang berada di 4 kecamatan terdekat diimbau untuk mengurangi aktivitas di luar rumah. Selain itu masyarakat agar memakai masker ketika beraktivitas di luar ruangan.
Masyarakat juga diharapkan tetap tenang dan tidak terpancing isu yang masih simpang siur dan tidak menyebarkan informasi yang belum bisa diverifikasi kebenarannya. Harap selalu mengikuti arahan dan imbauan dari pemerintah daerah setempat.