Sayap ini sebenarnya tulang rusuk yang memanjang dan dilapisi kulit tipis yang membuatnya bisa terbang meluncur dari satu pohon ke pohon yang lain, seperti naga terbang yang ada dalam cerita mitologi kuno.
Ferry menjelaskan Draco cornutus adalah satwa arboreal karena lebih suka tinggal di kanopi pohon besar yang menyediakan banyak makanan, seperti serangga kecil.
Perilaku unik draco jantan selain bisa meluncur terbang, juga sering mengembangkan dewlap berwarna kuning cerah dan runcing untuk mempertahankan teritorialnya, sekaligus menarik perhatian sang bentina.
Walaupun draco ini hidup di atas pohon, namun draco betina sesekali akan turun ke tanah untuk bertelur.
Draco betina menggali lubang kemudian meletakkan telurnya di dalam lubang dan menutupnya.
Sang betina akan menjaga sarangnya selama beberapa waktu untuk memastikan bahwa telurnya jauh dari gangguan predator dan setelah itu kembali naik ke atas pohon.
Diakui Ferry, keberadaan reptil unik ini di alam terancam akibat alih fungsi lahan, banyak pepohonan yang ditebang untuk dijadikan permukiman penduduk, perkebunan dan pertambangan hingga kebakaran hutan serta perburuan liar untuk dijadikan reptil peliharaan.
Sebagai upaya konservasi, pihaknya berupaya membebaskan lahan untuk dijadikan taman Biodiversitas sebagai kawasan perlindungan kekayaan hayati Indonesia.
"Saat ini kami memiliki dua taman Biodiversitas dan satu arboretum lahan basah," ujarnya.
Berita Terkait
BRIN teliti potensi obat anti malaria dari biodiversitas Indonesia
Rabu, 18 Oktober 2023 17:22 Wib
Peneliti: Hilangnya biodiversitas lebih cepat dari penemuan spesies
Senin, 13 September 2021 19:50 Wib
Menristek ungkap lebih banyak kekayaan biodiversitas Indonesia
Rabu, 16 September 2020 22:28 Wib
Emil Salim : tiga tantangan lingkungan jelang 2030
Senin, 12 November 2018 13:12 Wib
Peneliti temukan tupai terkecil di pegunungan meratus
Senin, 25 September 2017 16:02 Wib
Biodiversitas Gorontalo temukan berkik kembang besar
Minggu, 19 Februari 2017 16:30 Wib