Jakarta (ANTARA) - Pada Kamis (2/12), salah satu mahasiswi Universitas Brawijaya Malang, Jawa Timur, berinisial NW (23) ditemukan meninggal di dekat pusara ayahanda di kawasan Desa Japan, Kabupaten Mojokerto.
Penyelidikan polisi mengarah pada dugaan bunuh diri setelah sang ibu menemukan cairan berjenis potasium sianida yang diduga sebagai racun penyebab kematian korban.
Kejadian yang menimpa perempuan mahasiswa itu seketika menyita perhatian publik, sebab muncul keterkaitan sang kekasih berinisial Bripda RB yang kini berstatus tersangka atas tuduhan memaksa aborsi hingga pemerkosaan terhadap korban.
Terlepas dari persoalan hukum yang sedang bergulir di kepolisian, kasus itu dinilai berkaitan erat dengan kemampuan mental seseorang dalam menghadapi hubungan personal yang tidak sehat.
Psikolog Tika Bisono mengatakan rasa bersalah dari kejadian hamil di luar nikah serta sikap pasangan yang cenderung acuh berpengaruh pada tekanan batin bahkan kehilangan akal sehat.
"Dalam konflik batin yang tinggi itu bisa menuju ke situasi histeris. Dia tidak memiliki kedewasaan menghadapi itu dengan sikap tenang dan berpikir matang," katanya.
Di Indonesia, katanya, peristiwa hamil di luar nikah serta praktik aborsi pada anak di bawah umur cukup banyak jumlahnya. Selain pengaruh budaya barat, hubungan intim pranikah saat ini masih diatur oleh norma agama.
"Saya selalu katakan, merusak vagina dari perempuan yang masih perawan belum nikah itu adalah kejahatan. Hubungan seks pranikah di Indonesia sudah berkembang sebagai sesuatu yang dianggap biasa pada hubungan pacaran," kata Tika Bison, Putri Remaja Indonesia 1978 dan juga penyanyi di era 1980-an itu..
Pada ranah hukum, Dosen Fakultas Psikologi Universitas Mercu Buana, Jakarta itu menilai kematian NW bukan perkara gampang untuk menentukan status pelaku berdasarkan pasal yang berlaku. Alasannya, pilihan untuk bunuh diri datang dari inisiatif individu.
Ada banyak hal yang bisa mempengaruhi psikologi korban, salah satunya respons keluarga yang menganggap hamil di luar nikah sebagai aib. Situasi itu berpotensi menambah beban psikologi korban.
"Pilihan bunuh diri itu adalah murni keputusan dari korban, tersangka pasti enggak nyangka pacarnya itu memutuskan bunuh diri. Itu tidak bisa membuat dirinya sebagai pembunuh, di sinilah dibutuhkan psikolog," katanya.
Ciri sehat mental
"Orang yang katanya sehat mental itu dikatakan sehat ketika dia sensitif terhadap lingkungannya yang sedang mengalami gangguan," kata Tika.
Rasa empati serta keinginan untuk membantu orang lain saat dilanda depresi adalah ciri dari mental yang sehat, termasuk kemampuan untuk berpikir rasional pada batas kemampuan diri sendiri.
Salah satu contohnya adalah keinginan berlibur. "Saya butuh bantuan nih, atau saya butuh liburan. Orang-orang seperti ini yang sehat mentalnya, karena dia sangat menyadari situasi yang tidak sehat. Dia segera mencari bantuan, jadi dia tahu persis kapan dia sehat, kapan dia 'enggak' sehat," katanya.
Psikolog yang hobi menyanyi itu berpendapat bahwa urusan psikologi bukan konsumsi publik. Sehingga penanganannya pun harus melibatkan kalangan profesional untuk menjembatani solusi antara penderita dengan pihak terkait.
Seorang psikolog profesional tidak cenderung menghakimi, memberi masukan yang salah, hingga bersikap 'kepo' atau ingin tahu secara mendalam persoalan yang dihadapi kliennya, kata Tika.
Pilihan untuk bercerita pada sahabat bukan pilihan yang wajib dilakukan. Justru seorang sahabat yang baik akan mengarahkan rekannya yang dilanda depresi agar berkonsultasi ke profesional.
Sebagai seorang profesional, kata Tika, psikolog dituntut mempertanggungjawabkan pekerjaannya secara kompetensi, moral hingga etik.
Terkait besaran tarif, Tika memastikan ada banyak psikolog yang siap melayani dengan "bayaran kocek mahasiswa" bagi mereka yang terbatas secara finansial.
"Kan bisa jujur, saya enggak punya duit, tapi butuh ke profesional. Boleh gak saya bayar sebagai mahasiswa?. Bahkan klien yang biasa minta diskon juga banyak dan boleh-boleh saja, tapi gak boleh nol, karena saya profesional," katanya.
Penderita depresi bisa mengakses layanan profesional contohnya di bagian Bimbingan Konseling (BK) di sekolah, Human Resource Departement (HRD) di perusahaan, bahkan fasilitas konseling di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA).
Proses pemulihan depresi tergantung pada kasus serta level trauma yang dialami. Selain itu juga ditentukan oleh psikolinguistik dalam mempelajari faktor-faktor psikologis dan neurobiologis yang memungkinkan klien memahami bahasa.
Masalah global
Dilansir dari data Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kemenkes, kejadian bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius dan saat ini menjadi perhatian global.
Jumlah kematian akibat bunuh diri di dunia berdasarkan laporan terakhir WHO Global Health Estimates diperkirakan mencapai 793 ribu kematian pada tahun 2016 atau satu kematian setiap 40 detik. Artinya, ketika ada satu orang meninggal karena bunuh diri, diperkirakan terdapat 20 kasus percobaan bunuh diri pada saat yang bersamaan.
Bunuh diri menyumbang 1,4 persen kematian seluruh dunia dan merupakan ranking ke-18 penyebab kematian terbanyak. Kematian pada kelompok umur 15-29 tahun mendominasi negara berpendapatan rendah dan menengah.
Data Kepolisian Republik Indonesia pada 2020 melaporkan terdapat 671 kasus kematian akibat bunuh diri. Sementara data Potensi Desa (Podes) Badan Pusat Statistik (BPS) 2021 menyebut telah terjadi 5.787 korban bunuh diri maupun percobaan bunuh diri.
Tika mendorong pemerintah segera membentuk sistem perlindungan anak secara integral yang melibatkan berbagai instansi maupun organisasi profesi dalam satu departemen agar penanganan kasus depresi di masyarakat berjalan optimal.
Dorongan itu disampaikan Tika menyusul kekhawatiran dirinya atas fakta bahwa seseorang dengan gangguan mental kerap menghadapi masalahnya sendiri.
Salah satu contoh adalah situasi pada tataran terendah pemerintahan di level RT/RW di mana pendataan terhadap persoalan internal keluarga masih sangat lemah. "Dari Sabang sampai Merauke saya lakukan random test, 90 persen lurah, RW, RT tidak bisa jawab apa masalah yang dihadapi keluarga di lingkungannya," katanya.
Situasi tersebut membuat para penyandang masalah mental terlantar dari kebutuhan komunikasi dengan orang-orang dewasa dalam proses pengembangan psikologi.
Pihak terkait juga didorong membangun sistem peringatan dini melalui program kerja yang bersifat preventif, seperti sosialisasi, edukasi berkala dan berkelanjutan demi memberi peringatan bahwa dampak psikologis jauh lebih berbahaya dari sanksi hukum ataupun dampak medis.
"Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) yang selama ini belum menjadi bagian integral dari institusi pemerintah yang menangani persoalan anak. Hanya pada kasus-kasus tertentu saja kita baru dilibatkan karena korbannya mencari kita," katanya.
Tika mengatakan kekuatan mental anak perlu dimulai dari dalam keluarga agar mereka lebih siap saat menghadapi pergaulan hidup yang lebih luas. Pelajaran hidup yang didapat anak dari orang tua diharapkan bisa memberi pilihan sang anak dalam memutuskan segala hal yang bersifat baik bagi dirinya.
Perkara bunuh diri bukanlah semata-mata terkait angka. Namun perlu sekali kesadaran membangun kesehatan jiwa seluruh lapisan masyarakat lewat peran seluruh pihak dalam program pencegahan dini, terintegrasi dan lintas sektor.