Palembang, Sumatera Selatan (ANTARA) - Aparat Kepolisian Daerah Sumatera Selatan siap mengedepankan penerapan sistem keadilan restoratif dalam menyelesaikan sebuah perkara hukum demi terciptanya keamanan dan stabilitas sosial di masyarakat.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel Kombes Pol Agung Marlianto, di Palembang, Senin, mengatakan penerapan sistem keadilan restoratif atau restorative justice dalam penyelesaian sebuah perkara hukum adalah sah.
Hal tersebut dilakukan karena sistem keadilan restoratif secara resmi telah diatur dalam Peraturan Polri Nomor 8 tahun 2021.
Ia menjelaskan dalam Peraturan Polri itu penyidik kepolisian dapat menyelesaikan sebuah tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat.
"Semua pihak ini dilibatkan sebab poin utama yang ditekankan dari sistem keadilan restoratif tersebut ialah adanya kedamaian antara kedua pihak yang berperkara dan didasari dengan rasa saling memaafkan," kata dia.
Kendati demikian, ia menyebutkan tidak semua perkara hukum dapat diselesaikan melalui keadilan restorasi.
Adapun diketahui berdasarkan Peraturan Polri Nomor 8 tahu 2021 ada syarat yang mesti dipenuhi dan diklasifikasikan menjadi dua yakni syarat materiil dan formil.
Menurutnya, pada kedua syarat itu menjelaskan sistem keadilan restoratif hanya dapat dilakukan terhadap setiap perkara yang ancaman hukuman maksimalnya tidak lebih dari lima tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Adapun misalnya, salah satu perbuatan hukum yang dapat diselesaikan melalui sistem keadilan restorasi adalah tindak pidana informasi dan transaksi elektronik ilegal.
Ia menyebutkan untuk menyelesaikan perkara itu secara keadilan restorasi pelaku harus bersedia menghapus konten yang diunggah, menyampaikan permohonan maaf kepada pihak yang merasa dirugikan.
Sementara itu, lanjutnya, keadilan restorasi tidak dapat dilakukan untuk pelaku tindak pidana terorisme, korupsi, narkoba dan menghilangkan nyawa seseorang yang ancaman hukumannya di atas 20 tahun penjara.
Hal demikian dikarenakan penerapan keadilan restorasi ini tidak boleh justru menimbulkan penolakan dari masyarakat, berdampak konflik sosial, memecah belah bangsa, bersifat radikal dan separatis.
"Semua ada ketentuannya, jadi bila dijalankan secara prinsipal sistem ini dapat menciptakan keadilan dan stabilitas di masyarakat, maka dari sisi itu keadilan restorasi perlu kita galakkan," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polda Sumsel kedepankan keadilan restoratif atas perkara hukum
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumsel Kombes Pol Agung Marlianto, di Palembang, Senin, mengatakan penerapan sistem keadilan restoratif atau restorative justice dalam penyelesaian sebuah perkara hukum adalah sah.
Hal tersebut dilakukan karena sistem keadilan restoratif secara resmi telah diatur dalam Peraturan Polri Nomor 8 tahun 2021.
Ia menjelaskan dalam Peraturan Polri itu penyidik kepolisian dapat menyelesaikan sebuah tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku dan korban, tokoh masyarakat, tokoh agama, dan tokoh adat.
"Semua pihak ini dilibatkan sebab poin utama yang ditekankan dari sistem keadilan restoratif tersebut ialah adanya kedamaian antara kedua pihak yang berperkara dan didasari dengan rasa saling memaafkan," kata dia.
Kendati demikian, ia menyebutkan tidak semua perkara hukum dapat diselesaikan melalui keadilan restorasi.
Adapun diketahui berdasarkan Peraturan Polri Nomor 8 tahu 2021 ada syarat yang mesti dipenuhi dan diklasifikasikan menjadi dua yakni syarat materiil dan formil.
Menurutnya, pada kedua syarat itu menjelaskan sistem keadilan restoratif hanya dapat dilakukan terhadap setiap perkara yang ancaman hukuman maksimalnya tidak lebih dari lima tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta.
Adapun misalnya, salah satu perbuatan hukum yang dapat diselesaikan melalui sistem keadilan restorasi adalah tindak pidana informasi dan transaksi elektronik ilegal.
Ia menyebutkan untuk menyelesaikan perkara itu secara keadilan restorasi pelaku harus bersedia menghapus konten yang diunggah, menyampaikan permohonan maaf kepada pihak yang merasa dirugikan.
Sementara itu, lanjutnya, keadilan restorasi tidak dapat dilakukan untuk pelaku tindak pidana terorisme, korupsi, narkoba dan menghilangkan nyawa seseorang yang ancaman hukumannya di atas 20 tahun penjara.
Hal demikian dikarenakan penerapan keadilan restorasi ini tidak boleh justru menimbulkan penolakan dari masyarakat, berdampak konflik sosial, memecah belah bangsa, bersifat radikal dan separatis.
"Semua ada ketentuannya, jadi bila dijalankan secara prinsipal sistem ini dapat menciptakan keadilan dan stabilitas di masyarakat, maka dari sisi itu keadilan restorasi perlu kita galakkan," kata dia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Polda Sumsel kedepankan keadilan restoratif atas perkara hukum