Jakarta (ANTARA) - Ketua V Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) Shodiq Wicaksono berharap peralihan penggunaan kendaraan dari berbahan bakar minyak menjadi kendaraan listrik sebaiknya berlangsung secara alamiah di sisi masyarakat maupun industri karena ada banyak faktor yang mempengaruhi.
“Contohnya dahulu masyarakat Indonesia menggunakan mobil bertransmisi manual, namun untuk mengenalkannya ke transmisi otomatis dilakukan edukasi oleh APM secara alamiah sampai akhirnya mereka beralih sendiri. Begitu juga dengan EV (mobil listrik) ini mungkin bisa dilakukan dengan pendekatan transisi secara alamiah,” ujar Shodiq saat menjadi pembicara webinar ‘Quo Vadis Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi’ secar virtual, jumat.
Ia menilai strategi peralihan secara alamiah terbukti berhasil diterapkan oleh pemerintah dalam upaya menurunkan emisi karbon melalui produksi Low Cost Green Car (LCGC) yang dilakukan pada 2013 lalu.
“Sampai saat ini kontribusi penjualan LCGC terhadap total penjualan kendaraan nasional bisa bertahan di angka 20 persen. Jadi memang stepping menuju pure EV itu perlu dilakukan secara alamiah,” jelas Shodiq.
Seperti diketahui sebelum industri nasional bisa memproduksi baterai kendaraan listrik sendiri, ada dua teknologi lain yang bisa dijadikan tahapan menuju kendaraan listrik murni (Battery Electric Vehicle/BEV), yaitu HEV (Hybrid Electric Vehicle) dan PHEV (Plug-in Hybrid Electric Vehicle).
Baca juga: Presiden sebut mobil listrik buatan RI akan bermunculan pada 2023
“Seberapa cepat kita bisa menuju BEV tergantung kesiapan para stakeholder. Kalau baterai kendaraan listrik yang murah bisa tersedia dengan cepat, dan insentif pembelian atau penjualan BEV bisa diberikan dengan baik maka prosesnya bisa lebih cepat. Artinya ada banyak hal yang harus diperhatikan sebelum mencapai ke BEV,” kata Shodiq.
Gaikindo menurutnya juga mencatat ada beberapa tantangan yang akan terjadi apabila Indonesia tidak melalui tahapan alamiah menuju BEV.
Tantangan utama adalah harga jual BEV yang tersedia di Indonesia saat ini masih tergolong mahal alias masih di angka Rp600 juta lebih.
“Sementara daya beli masyarakat Indonesia untuk kendaraan itu masih sekitar di bawah Rp300 juta. Ada gap Rp300 juta yang perlu diperhatikan. Kalau ada teknologi baterai yang bisa cepat diproduksi di dalam negeri dengan lebih murah dan efisien, maka harga EV akan lebih murah karena sekitar 40-60 persen harga mobil listrik itu berasal dari baterai,” tegasnya.
Baca juga: Kementerian ESDM meluncurkan program konversi motor BBM ke listrik
Baca juga: Pertamina luncurkan dua stasiun pengisian kendaraan listrik