Bareskrim: Otak penipuan 'rapid test' kendalikan dari Rutan

id Helmy Santika ,sindikat penipu internasional,Business Email Compromise,Sering juga Dian menerima kado atau voucher dari orangtua anak-anak yang diasuh

Bareskrim: Otak penipuan 'rapid test' kendalikan dari  Rutan

Kabareskrim Komisaris Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo (tengah) didampingi Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Helmy Santika (kedua kanan) dalam konferensi pers pengungkapan TPPU jaringan internasional Business Email Compromise dengan total kerugian Rp276 miliar dengan 'asset recovery' sebesar Rp141,6 miliar di Kantor Bareskrim, Jakarta, Rabu (16-12-2020). ANTARA/HO-Polri

Jakarta (ANTARA) - Penyidik Bareskrim Polri menyatakan warga negara Nigeria Udeze Celestine Nnaemeka alias Emeka yang menjadi pelaku utama penipuan alat tes cepat COVID-19 senilai Rp276 miliar mengendalikan kejahatannya dari Rumah Tahanan (Rutan) Serang, Banten.

"Saat ini diketahui Emeka mendekam di Rutan Serang, Banten, karena terlibat dalam kasus penipuan," kata Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol. Helmy Santika di Jakarta, Rabu.

Helmy menuturkan bahwa penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri bergerak cepat membongkar jaringan penipu internasional dengan modus Business Email Compromise (BEC) dengan nilai kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.

Pengungkapan itu membutuhkan waktu relatif cepat atau sebulan dalam kasus penipuan terkait dengan alat medis untuk COVID-19 dengan korban warga negara dari beberapa negara, yaitu Italia, Jerman, dan Belanda, serta terkait dengan kasus transfer dana dan investasi dengan korban WN Argentina dan Yunani dengan total nilai kerugian Rp276 miliar.

"Kasus itu berawal pada tanggal 3 November 2020. Ketika itu Divisi Hubinter Polri menerima informasi dari Interpol Belanda terkait dengan kasus operandi BEC di Indonesia sejak 2018 hingga 2020," tutur Helmy.

Dalam kasus tersebut, Polri menangkap tersangka Dani yang bertugas mengambil dana valas dan Hafiz yang bertugas untuk membuat dokumen fiktif serta seolah-olah menjadi direktur perusahaan.

Selain dua tersangka itu, polisi juga menyatakan dua WNI, yakni Herman dan Nurul alias Iren, sebagai buronan karena turut membantu terjadinya aksi penipuan.

Helmy mengatakan bahwa para tersangka melakukan kejahatan itu dengan mengirim e-mail palsu yang memberitahukan tentang perubahan nomor rekening perusahaan terkait dengan pembelian tes cepat COVID-19 yang telah dipesan oleh perusahaan Belanda, yaitu senilai 3.597.875 dolar AS atau senilai Rp52,3 miliar yang diminta untuk dikirim ke perusahaan fiktif tersangka, CV SD Biosensor Inc.

Sejauh ini, kata Helmy, pihaknya telah mengungkap penipuan internasional modus e-mail bisnis yang dilakukan komplotan WNA asal Nigeria itu sebanyak lima kasus lintas negara. Tiga kasus di antaranya terkait COVID-19, sedangkan dua kasus terkait transfer dana dan investasi.

"Untuk kasus yang di Belanda, kami dapat laporan di awal November dan langsung melakukan penyelidikan dan berhasil diungkap," kata jenderal bintang satu itu.

Menurut dia, total kerugian yang dilakukan oleh para tersangka mencapai Rp276 miliar. Namun, Bareskrim Polri menyita uang tunai sebanyak Rp141,6 miliar.

Dari hasil kejahatan itu, para tersangka memanfaatkan hasil kejahatannya dengan membeli valuta asing, aset, tanah, mobil, dan rumah.

Atas perbuatannya, para tersangka dijerat Pasal 56 KUHP dan Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dan/atau Pasal 5 dan/atau Pasal 6 dan/atau Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang tentang Perasuransian.