Petani porang jual hasil panen dalam bentuk "chips"
Madiun (ANTARA) - Sejumlah petani porang di Kabupaten Madiun, Jawa Timur menjual hasil panennya dalam bentuk "chips" atau kering ke pengepul guna mendapatkan keuntungaan yang lebih besar.
Salah satu petani porang di Desa Banjarsari Wetan, Kecamatan Dagangan, Nur Kolis mengatakan pilihan menjual porang dalam bentuk chips tersebut dilakukannya menyusul anjloknya harga panen umbi porang yang kini hanya berkisar Rp6.500 hingga Rp7.000 per kilogram.
"Harga panen umbi porang sebelumnya mencapai Rp10.000 per kilogram. Namun, sekarang ini turun ke harga Rp7.000 per kilogram," ujar Kolis di Madiun, Sabtu.
Menurut dia, dengan mengolah hasil panen porang menjadi chips harga jualnya tergolong tinggi dan stabil. Yakni mencapai kisaran Rp40.000 hingga Rp55.000 per kilogram. Sehingga ia bisa mendapat laba lebih banyak.
Untuk membuat chips porang, umbi porang setelah panen diiris tipis-tipis ukuran sekitar 1 sentimeter dengan alat khusus. Setelah itu, irisan porang tersebut dijemur selama beberapa hari hingga kering guna menghilangkan kadar air.
Setelah kering sempurna, chips porang siap dijual ke pengepul untuk disetorkan ke pabrik dan diolah menjadi tepung porang.
Kolis menjelaskan, untuk menekan biaya tanam porang berikutnya, pihaknya juga memilih menggunakan bibit spora yang lebih murah dibandingkan jika menggunakan bibit dari katak (bulbil) ataupun umbi.
"Memang proses tanam agak lama dibandingkan dengan menanam porang dari benih katak ataupun umbi. Namun, dari segi harga lebih hemat. Terlebih di saat harga umbi porang panen sedang anjlok," kata dia.
Untuk harga satu kilogram bibit hasil spora mencapai Rp650 ribu dan diperkirakan menghasilkan bibit porang sekitar 6.500 biji. Sedangkan bibit katak, untuk satu kilogram berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp300 ribu dengan isi sekitar 200 katak ukuran sedang.
Sementara harga bibit porang dari umbi berkisar antara Rp25 ribu hingga Rp35 ribu per kilogram dengan isi sekitar empat hingga lima umbi tergantung ukuran umbi.
Pihaknya berharap agar harga jual umbi porang saat panen tidak semakin turun. Sehingga petani tidak merugi akibat hasil panen tidak sebanding dengan modal dan biaya operasional tanam.
Seperti diketahui, porang telah menjadi komoditas primadona di Kabupaten Madiun untuk diekspor ke Jepang, China, dan sejumlah negara lainnya. Porang tersebut diekspor dalam bentuk olahan chips (irisan tipis) kering, yang harganya sekitar Rp55.000 per kilogram. Selain itu juga dalam bentuk tepung porang yang nilai jualnya bisa mencapai Rp100.000 hingga Rp150.000 per kilogram.
Karena sangat ekonomis, banyak warga Kabupaten Madiun yang menanam porang. Hal itu terlihat dari tren kenaikan luas lahan selama lima tahun terakhir. Sesuai data Dinas Pertanian setempat, pada 2016 di Kabupaten Madiun hanya terdapat 1.484 hektare lahan porang. Setahun kemudian bertambah menjadi 1.536 hektare dan pada 2018 mencapai 1.568 hektare.
Pada 2019 luas lahan porang mengalami lonjakan drastis menjadi 3.465 hektare. Kemudian, tahun 2020 bertambah menjadi seluas 5.363 hektare, dan dimungkinkan terus bertambah.
Sentra budi daya porang juga telah dikembangkan di 10 kecamatan dari sebelumnya yang hanya beberapa kecamatan. Yakni, Kecamatan Saradan, Kare, Dolopo, Dagangan, Mejayan, Gemarang, Wungu, Wonoasri, Pilangkenceng, dan Madiun.
Salah satu petani porang di Desa Banjarsari Wetan, Kecamatan Dagangan, Nur Kolis mengatakan pilihan menjual porang dalam bentuk chips tersebut dilakukannya menyusul anjloknya harga panen umbi porang yang kini hanya berkisar Rp6.500 hingga Rp7.000 per kilogram.
"Harga panen umbi porang sebelumnya mencapai Rp10.000 per kilogram. Namun, sekarang ini turun ke harga Rp7.000 per kilogram," ujar Kolis di Madiun, Sabtu.
Menurut dia, dengan mengolah hasil panen porang menjadi chips harga jualnya tergolong tinggi dan stabil. Yakni mencapai kisaran Rp40.000 hingga Rp55.000 per kilogram. Sehingga ia bisa mendapat laba lebih banyak.
Untuk membuat chips porang, umbi porang setelah panen diiris tipis-tipis ukuran sekitar 1 sentimeter dengan alat khusus. Setelah itu, irisan porang tersebut dijemur selama beberapa hari hingga kering guna menghilangkan kadar air.
Setelah kering sempurna, chips porang siap dijual ke pengepul untuk disetorkan ke pabrik dan diolah menjadi tepung porang.
Kolis menjelaskan, untuk menekan biaya tanam porang berikutnya, pihaknya juga memilih menggunakan bibit spora yang lebih murah dibandingkan jika menggunakan bibit dari katak (bulbil) ataupun umbi.
"Memang proses tanam agak lama dibandingkan dengan menanam porang dari benih katak ataupun umbi. Namun, dari segi harga lebih hemat. Terlebih di saat harga umbi porang panen sedang anjlok," kata dia.
Untuk harga satu kilogram bibit hasil spora mencapai Rp650 ribu dan diperkirakan menghasilkan bibit porang sekitar 6.500 biji. Sedangkan bibit katak, untuk satu kilogram berkisar antara Rp150 ribu hingga Rp300 ribu dengan isi sekitar 200 katak ukuran sedang.
Sementara harga bibit porang dari umbi berkisar antara Rp25 ribu hingga Rp35 ribu per kilogram dengan isi sekitar empat hingga lima umbi tergantung ukuran umbi.
Pihaknya berharap agar harga jual umbi porang saat panen tidak semakin turun. Sehingga petani tidak merugi akibat hasil panen tidak sebanding dengan modal dan biaya operasional tanam.
Seperti diketahui, porang telah menjadi komoditas primadona di Kabupaten Madiun untuk diekspor ke Jepang, China, dan sejumlah negara lainnya. Porang tersebut diekspor dalam bentuk olahan chips (irisan tipis) kering, yang harganya sekitar Rp55.000 per kilogram. Selain itu juga dalam bentuk tepung porang yang nilai jualnya bisa mencapai Rp100.000 hingga Rp150.000 per kilogram.
Karena sangat ekonomis, banyak warga Kabupaten Madiun yang menanam porang. Hal itu terlihat dari tren kenaikan luas lahan selama lima tahun terakhir. Sesuai data Dinas Pertanian setempat, pada 2016 di Kabupaten Madiun hanya terdapat 1.484 hektare lahan porang. Setahun kemudian bertambah menjadi 1.536 hektare dan pada 2018 mencapai 1.568 hektare.
Pada 2019 luas lahan porang mengalami lonjakan drastis menjadi 3.465 hektare. Kemudian, tahun 2020 bertambah menjadi seluas 5.363 hektare, dan dimungkinkan terus bertambah.
Sentra budi daya porang juga telah dikembangkan di 10 kecamatan dari sebelumnya yang hanya beberapa kecamatan. Yakni, Kecamatan Saradan, Kare, Dolopo, Dagangan, Mejayan, Gemarang, Wungu, Wonoasri, Pilangkenceng, dan Madiun.