LPSK: Penolakan jadi saksi sulitkan penegakan hukum

id LPSK, Abdul Haris Semendawai, saksi, saksi pengadilan, penegak hukum, saksi korban, kasus korupsi

LPSK: Penolakan jadi saksi sulitkan penegakan hukum

Abdul Haris Semendawai. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan masih adanya masyarakat yang berkeberatan atau bahkan menolak menjadi saksi karena takut, tentu akan menyulitkan penegak hukum mengungkap suatu tindak  pidana.

Jika itu terus dibiarkan terjadi sehingga mengakibatkan hukum tak bisa ditegakkan, negara dapat dikategorikan gagal, kata Semendawai dalam siaran pers LPSK.

Hal ini diungkapkan Semendawai saat memberikan kuliah umum bertema "Peran LPSK dalam Penegakan Hukum di Indonesia" dihadapan 350 orang mahasiswa yang memenuhi Aula Universitas Lancang Kuning, Pekanbaru, Selasa.

Semendawai mencontohkan pemerintahan yang saat ini tengah getol memerangi tindak pidana korupsi, namun jika tidak ada yang bersedia menjadi saksi, atau tidak ada yang mau datang untuk memberikan keterangan kepada penyidik, alhasil akan banyak tersangka atau terdakwa kasus korupsi yang bebas.

"Jika itu terjadi, kerugian negara tidak dapat diselamatkan," ucapnya.

Jika tidak ada yang mau bersaksi dalam kasus korupsi, selain kerugian negara tak dapat diselamatkan, jelas Semendawai, tindak pidana tersebut dipastikan akan terus berulang tanpa dapat ditindak.

Ujung-ujungnya masyarakat jugalah yang akan merasakan kerugian karena kewajibannya membayar pajak kepada negara, dikorupsi untuk kepentingan beberapa gelitir orang dan kelompok.

Menurut Semendawai, sebagai warga negara Indonesia, menjadi saksi merupakan suatu keharusan, bahkan hal itu diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Kesediaan untuk menjadi saksi dalam suatu tindak pidana tidak perlu harus menunggu adanya panggilan dari penegak hukum, sebelum adanya panggilan, sudah sepatutnya setiap warga negara mau bersaksi atas apa yang diketahuinya.

Pada kesempatan itu, dilakukan pula penandatanganan Nota Kesepahaman antara Ketua LPSK dan Rektor Universitas Lancang Kuning, serta Nota Kesepakatan antara Ketua LPSK dan Dekan Fakultas Hukum Universitas Lancang Kuning.

Kerja sama antara dua lembaga ini tidak terlepas dari peningkatan layanan perlindungan saksi dan korban dalam semangat pengabdian Tri Dharma Perguruan Tinggi.

Rektor Universitas Lancang Kuning Hasnati mengatakan pihaknya banyak menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga negara, termasuk LPSK.

Tujuannya tidak lain meningkatkan kualitas kampus, khususnya memberikan tambahan pemahaman bagi para mahasiswa.

"Diharapkan kuliah umum bisa menambah pengetahuan apalagi perlindungan saksi dan korban ini merupakan bidang baru," ujarnya.

Hasnati sedikit menceritakan sejarah kampus yang dipimpinnya yang sudah berusia 35 tahun dan saat ini Universitas Lancang Kuning terdiri atas sembilan fakultas dengan 19 program studi strata satu dan dua program studi strata dua.

"Akreditasi Universitas Lancang Kuning sudah B. Sementara khusus Fakultas Hukum saat ini akreditasinya sudah A. Kita harap akreditasi ini bisa dipertahankan," katanya.