Baturaja (ANTARA) - Lembaga Lingkungan Hidup Jejak Bumi Indonesia (JBI) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan menyulap Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) menjadi beranekaragam kuliner kekinian yang memiliki nilai jual tinggi.
Pendiri JBI Kabupaten OKU, Hendra Setyawan di Baturaja, Senin mengatakan saat ini masih banyak sekali potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan dari hasil hutan di Bumi Sriwijaya untuk menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat.
Seperti pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dapat diolah menjadi kuliner kekinian yang digemari masyarakat semua kalangan khususnya kaum milenial.
Berbahan dasar dari berbagai jenis tanaman seperti pinang, aren, durian, jengkol, petai, alpukat dan manggis pihaknya memberdayakan masyarakat untuk dijadikan kuliner kekinian mulai dari puding, dessert box durian hingga minuman bobs milk brown sugar yang menggunakan bahan gula aren ranau.
Menurut dia, langkah tersebut merupakan terobosan baru, dimana hasil hutan bukan kayu bisa menjadi pendongkrak ekonomi masyarakat dengan mengeksplorasinya menjadi produk makanan kekinian siap saji.
Oleh sebab itu, kata Hendra, JBI mendorong pemerintah untuk memanfaatkan hasil hutan tersebut dengan mengeksplorasi produk yang non kayu guna meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah itu.
"Upaya dari pemerintah bisa dalam bentuk sosialisasi, pendampingan atau pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan HHBK agar menjadi bernilai ekonomi tinggi," ujarnya.
Sementara itu, Mafaza Princessa Jasmine (17) salah seorang pemilik toko kuliner di Kota Baturaja mengaku sejak tahun 2017 sudah melayani pembeli untuk produk kuliner istimewa hasil hutan bukan kayu yang dijual di tokonya.
Beragam produk kuliner siap saji yang dijual di tokonya tersebut 100 persen berbahan baku dari berbagai jenis buah-buahan, seperti durian, alpukat, termasuk gula aren dan kopi.
Semua bahan baku tersebut didapatnya dari tumbuhan yang lestari di lahan hutan di bawah kewenangan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS HL) Musi Sumatera Selatan.
"Saya dibantu orang tua tercinta mengeksplorasi berbagai bahan baku makanan olahan tersebut sejak 2017 lalu. Alhamdulillah hingga kini banyak konsumen yang ‘ketagihan’ dengan beragam produk kuliner dari bahan HHBK ini," ujarnya.
Dia mengaku, sebagian besar pelanggan merupakan kaum remaja dengan omset yang didapat rata-rata Rp500.000 hingga Rp1.000.000 per hari.
Pendiri JBI Kabupaten OKU, Hendra Setyawan di Baturaja, Senin mengatakan saat ini masih banyak sekali potensi ekonomi yang bisa dimanfaatkan dari hasil hutan di Bumi Sriwijaya untuk menjadi salah satu sumber pendapatan masyarakat.
Seperti pemanfaatan hasil hutan bukan kayu yang dapat diolah menjadi kuliner kekinian yang digemari masyarakat semua kalangan khususnya kaum milenial.
Berbahan dasar dari berbagai jenis tanaman seperti pinang, aren, durian, jengkol, petai, alpukat dan manggis pihaknya memberdayakan masyarakat untuk dijadikan kuliner kekinian mulai dari puding, dessert box durian hingga minuman bobs milk brown sugar yang menggunakan bahan gula aren ranau.
Menurut dia, langkah tersebut merupakan terobosan baru, dimana hasil hutan bukan kayu bisa menjadi pendongkrak ekonomi masyarakat dengan mengeksplorasinya menjadi produk makanan kekinian siap saji.
Oleh sebab itu, kata Hendra, JBI mendorong pemerintah untuk memanfaatkan hasil hutan tersebut dengan mengeksplorasi produk yang non kayu guna meningkatkan perekonomian masyarakat di daerah itu.
"Upaya dari pemerintah bisa dalam bentuk sosialisasi, pendampingan atau pemberdayaan masyarakat untuk memanfaatkan HHBK agar menjadi bernilai ekonomi tinggi," ujarnya.
Sementara itu, Mafaza Princessa Jasmine (17) salah seorang pemilik toko kuliner di Kota Baturaja mengaku sejak tahun 2017 sudah melayani pembeli untuk produk kuliner istimewa hasil hutan bukan kayu yang dijual di tokonya.
Beragam produk kuliner siap saji yang dijual di tokonya tersebut 100 persen berbahan baku dari berbagai jenis buah-buahan, seperti durian, alpukat, termasuk gula aren dan kopi.
Semua bahan baku tersebut didapatnya dari tumbuhan yang lestari di lahan hutan di bawah kewenangan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung (BPDAS HL) Musi Sumatera Selatan.
"Saya dibantu orang tua tercinta mengeksplorasi berbagai bahan baku makanan olahan tersebut sejak 2017 lalu. Alhamdulillah hingga kini banyak konsumen yang ‘ketagihan’ dengan beragam produk kuliner dari bahan HHBK ini," ujarnya.
Dia mengaku, sebagian besar pelanggan merupakan kaum remaja dengan omset yang didapat rata-rata Rp500.000 hingga Rp1.000.000 per hari.