Jakarta (ANTARA) - Kopi hitam ku, kupu-kupu, kopi hitam ku, semangat ku, kopi hitam ku, itu selalu.
Sepenggal lirik lagu dari grup band reggae Momonon berjudul “Kopi Hitam” seakan menjadi pendorong semangat dalam menjalani kehidupan. Lirik tembang itu juga serasa menggambarkan sebuah perjuangan dan perjalanan panjang kopi Kalimantan Selatan.
Ya, siapa tak kenal dengan kopi. Berbagai kalangan usia menjadikan kopi salah satu minuman yang digemari selain teh. Pada masa sekarang, kopi menjadi bagian dari budaya populer, yang ditandai dengan maraknya kedai kopi di berbagai kota, belahan dunia, termasuk Indonesia. Tak salah jika kopi menjadi salah satu komoditas dengan volume perdagangan tertinggi.
Indonesia memiliki jenis kopi lokal yang terkenal seperti kopi arabika Gayo dari Aceh, Kintamani dari Bali, kopi robusta dan arabika Toraja dari Sulawesi, kopi arabika Bajawa dari Toraja, dan kopi liberika Rangsang Meranti dari Riau. Aneka kopi tersebut membuat Indonesia menjadi salah satu negara produsen dan eksportir kopi paling besar di dunia.
Melihat potensi pasar kopi yang besar, salah seorang pegiat kopi di Kalimantan Selatan Dwi Putra Kurniawan (47) yang juga sebagai Ketua Serikat Petani Indonesia (SPI) di daerah tersebut, bersama kaum muda-mudi setempat, berupaya membudidayakan penanaman kopi jenis liberika yang ditinggal pemerintah kolonial Belanda.
“Kopi liberika ini ada sejak zaman Belanda menjajah di Indonesia. Bagi kami kopi liberika adalah mutiara hitam, yang ditanam, bukan digali,” kata Dwi.
Di mata Dwi, kopi merupakan komoditas yang sangat potensial untuk dikembangkan. Usaha tersebut dilakukan Dwi melalui Kedai Biji Kopi Borneo.
Keberadaan kopi liberika di Kalimantan Selatan memiliki sejarah panjang meski tak sepopuler liberika Rangsang Meranti dari Riau, namun liberika Kalimantan Selatan memiliki citra rasa keunikan tersendiri karena tumbuh subur di rawa gambut yang kerap dianggap sebagai tempat yang tidak ideal untuk pertanian.
Rawa gambut adalah ekosistem unik yang ditemukan di berbagai wilayah Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan. Uniknya, kondisi tanah yang asam dan air yang melimpah membuat rawa gambut menjadi lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan kopi liberika.
Potensi ekonomi
Kopi liberika di Kalimantan Selatan sendiri ada sejak pemerintahan kolonial Belanda. Jejak tersebut dapat dilihat dari beberapa pohon kopi yang berlumut bahkan ketinggian pohonnya mencapai belasan meter yang berada di rawa gambut maupun hutan Pegunungan Meratus.
Hasan Mohammed dari Qatar bersama Salah As Shaibani dari Yaman sengaja mengunjungi Provinsi Kalimantan Selatan untuk melihat dan menikmati kopi liberika yang dikembangkan dari Biji Kopi Borneo di Banjarbaru.