Melihat dan menikmati secara langsung ciri khas kopi liberika membuat mereka berkeinginan untuk menjalin kerja sama pengembangan hilirisasi. Potensi luas lahan yang ada di Kalimantan Selatan serta pasar kopi yang besar menjadi salah satu alasan mereka berkeinginan berinvestasi untuk pengembangan kopi liberika.
Meski kopi liberika adalah salah satu varietas kopi yang mungkin tidak sepopuler arabika dan robusta, tetapi diyakini memiliki tempatnya sendiri dalam dunia perkopian. Kopi liberika yang tumbuh di rawa gambut Kalimantan Selatan memiliki sejumlah ciri khas yang membedakannya dari varietas lain.
Rasa dan aroma buah yang dipadukan kayu dan tanah gambut yang khas sehingga memberikan sentuhan alam yang unik pada satu seduhan kopi liberika itu, dapat menjadi pilihan bagi para pecinta kopi yang mencari pengalaman baru.
Keunikan rasa kopi liberika juga terkait dengan lingkungan tempatnya tumbuh. Rawa gambut yang berperan sebagai sumber mineral dan nutrisi bagi tanaman kopi memberikan karakteristik khas pada cita rasa kopi liberika.
Kopi liberika rawa gambut dilirik bukan hanya dari rasa tetapi juga produksi yang di hasilkan satu pohon kopi liberika yang siap panen dapat menghasilkan 20-30 kilogram kopi basah, dan dalam satu hektare lahan bisa ditanami 1.000 pohon.
Atas potensi tersebut, Qatar, Yaman, bahkan Mesir telah melakukan pemesanan sebanyak 200 ton per bulan untuk memenuhi kebutuhan pasar kopi di negara tersebut.
Tidak hanya di pasar internasional, Provinsi Kalimantan Selatan yang menjadi penyangga daerah Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Provinsi Kalimantan Timur, tentunya berpotensi besar menjadi pemasok kopi.
Hilirisasi
Melihat potensi dan keunikan kopi liberika serta varietas kopi tersebut yang tahan terhadap penyakit, dan memiliki adaptasi lingkungan yang kuat, Pemerintah Kota Banjarbaru, Provinsi Kalimantan Selatan memilihnya sebagai komoditas utama dalam upaya menghijaukan ekonominya.
Sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai peluang untuk meraih kemajuan bangsa dengan kekayaan sumber daya alam yang mampu diolah dapat memberikan nilai tambah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu kota yang telah mengambil langkah berani dalam menerapkan konsep itu adalah Banjarbaru. Kota tersebut memiliki visi ambisius untuk menjadi “Kota Sejuta Kopi”, dengan menanam pohon kopi jenis liberika dan menjalankan langkah-langkah hilirisasi sumber daya alam komoditas kopi.
“Potensinya besar kami juga sudah ada Program RT Mandiri untuk bisa mengambil sisi hulunya untuk sektor perkebunan sampai ke mesinnya, kami mencanangkan Program Kota Sejuta Kopi di Banjarbaru,” kata Wali Kota Banjarbaru Aditya Mufti Ariffin.
Langkah awal dalam upaya tersebut terlihat jelas dengan penanaman pohon kopi di Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang ada di Kota Banjarbaru, menciptakan kampung kopi di mana di kampung tersebut mengadakan program pelatihan untuk petani kopi, pengusaha kafe, dan pemuda lokal yang ingin terlibat dalam industri kopi.
Selain budi daya tanaman, Banjarbaru juga fokus pada hilirisasi sumber daya alam kopi. Mereka telah membangun fasilitas pengolahan pascapanen hingga pengemasan produk kopi liberika untuk menambah nilai produk lokal dan membuka peluang bisnis baru bagi masyarakat.
Mengadopsi konsep ekonomi hijau perbatasan wilayah Kota Banjarbaru juga akan dipagari oleh pohon kopi yang akan menjadi keunikan sebuah kota karena biasanya batas kota terbuat dari semen namun di daerah itu batas wilayahnya memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat serta dapat menjadi contoh bagaimana sebuah ekonomi hijau bisa tumbuh di perkotaan.
Pemerintah Kota Banjarbaru telah membuktikan bahwa ekonomi hijau bukanlah konsep yang tidak terjangkau. Dengan komitmen, kolaborasi, dan inovasi, mereka telah mengubah ekonomi dan mengambil langkah konkret menuju keberlanjutan.
Kota Sejuta Kopi inovasi utama Pemerintah Kota Banjaru, bukti bahwa setiap langkah kecil dapat menghasilkan perubahan besar dalam menghijaukan dunia.