Jakarta (ANTARA) - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman meminta aparat penegak hukum untuk mendalami dugaan penyimpangan izin tambang PT Batuah Energi Prima (BEP).
"Kami meminta dilakukan pendalaman oleh penegak hukum, baik KPK maupun Kejaksaan tanpa harus menunggu laporan masyarakat," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu.
Dia menegaskan bahwa Izin Usaha Pertambangan–Operasional (IUP-OP) PT BEP layak untuk dicabut.
"Kalau tidak dicabut, nanti malah bisa ada dugaan potensi kerugian negara," ujarnya.
Adapun yang menjadi alasan, katanya, perusahaan ini sudah tidak memenuhi syarat karena telah pailit. Bahkan, hasil tambangnya tidak diberikan kepada kurator untuk membereskan kepailitannya.
“Artinya, negara kan bisa kena gugatan dari kreditur-kreditur yang punya tagihan kepada PT BEP,” ucapnya.
Sebelumnya, Kementerian ESDM RI dan Kementerian Investasi telah mencabut 2.078 perusahaan pertambangan minerba. Akan tetapi, untuk PT BEP, Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) justru diterbitkan.
“Padahal, perusahaan ini dalam keadaan pailit dan pemilik PT. BEP, yakni Herry Beng Koestanto masih meringkuk di Lembaga Pemasyarakatan Salemba,” tutur Boyamin.
Sementara itu, Pimpinan Komisi VII DPR RI Bambang Haryadi menyoal IUP OP PT BEP yang selama ini mendapat sorotan publik dan LSM karena diduga melaksanakan usaha pertambangan batu bara secara ilegal di Kalimantan Timur.
Bambang Haryadi mempertanyakan sikap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang tidak memasukkan nama PT BEP ke dalam daftar 2.078 perusahaan pertambangan minerba yang dicabut izinnya. Dia menilai penyimpangan PT BEP jauh lebih berat ketimbang 2.078 perusahaan yang telah dicabut izinnya.
Menurut politikus Partai Gerindra itu terdapat beberapa alasan mendasar yang dapat dijadikan bahan pertimbangan Menteri ESDM untuk mencabut IUP-OP PT BEP yang pernah berstatus pailit.
Pertama, pada tahun 2012-2014, pemilik PT. BEP Herry Beng Koestanto, seorang narapidana berstatus residivis yang hingga kini masih meringkuk di LP Salemba, telah menyalahgunakan perizinan kedua IUP OP yang diberikan negara, memakainya sebagai sarana pidana penipuan sebesar Rp1 triliun, dan pembobolan lembaga perbankan sebesar Rp1,5 triliun. Kasus ini yang mengantarkan PT BEP divonis pailit.
Alasan lainnya, kata Bambang, yakni berdasarkan data pada Sistem Monitoring Devisa Terintegrasi Seketika (SiMoDDIS) Bank Indonesia, PT BEP belum memenuhi kewajiban penerimaan DHE SDA sebesar 14,16 juta dolar Amerika Serikat, hasil penjualan batubara Januari-Februari 2022 oleh PT. Sumber Global Energy Tbk selaku pelaksana ekspor PT. BEP.
Adapun dasar hukum pencabutan perizinan pertambangan yang tidak berkegiatan telah diatur dalam pasal 119 Undang-Undang (UU) Nomor 3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara.
Izin usaha pertambangan (IUP) dan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dicabut oleh menteri jika perusahaan melanggar ketentuan sebagai berikut, yakni Pemegang IUP atau IUPK tidak memenuhi kewajiban yang ditetapkan dalam IUP atau IUP serta ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pemegang IUP atau IUPK melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Pemegang IUP atau IUPK dinyatakan pailit,” tuturnya.
Berita Terkait
14 orang ditetapkan jadi tersangka kasus tambang liar di Kolongbuntu Bangka
Sabtu, 4 Mei 2024 21:00 Wib
Harga emas Antam turun jadi Rp1,325 juta per gram
Senin, 29 April 2024 9:40 Wib
Daftar tersangka terkait bijih timah di Babel terus memanjang
Minggu, 28 April 2024 6:00 Wib
Tiga koordinator tambang liar Kolongbuntu Bangka ditetapkan jadi tersangka
Sabtu, 20 April 2024 13:26 Wib
Harga emas Antam merangkak naik jadi Rp1,321 juta per gram
Selasa, 16 April 2024 9:37 Wib
Bukit Asam manfaatkan bekas tambang jadi pusat persemaian dan wisata
Senin, 1 April 2024 13:25 Wib
Kemendag sebut kenaikan harga tambang dipengaruhi permintaan pasar dunia
Senin, 1 April 2024 11:05 Wib
Jejak teknologi Belanda di tambang Ombilin
Minggu, 17 Maret 2024 11:15 Wib