Kesenian "bambu gila" di Konawe

id Bambu gila,Pattimura,konawe

Kesenian "bambu gila" di Konawe

Penampilan kesenian dan adat "Bambu Gila" khas Maluku. ANTARA/Sarjono

Kendari (ANTARA) - Kerukunan Masyarakat Indonesia Maluku (KMIM), Kabupaten Konawe Selatan (Konsel) menggelar kesenian "Bambu Gila" serangkaian peringatan Hari Pahlawan Nasional Patimura tingkat Provinsi Sulawesi Tenggara.

Ketua KMIM Konawe Selatan Yansen Sirtolang di Kendari, Jumat mengatakan, keragaman tradisi yang masih terjaga kelestariannya hingga kini menjadikan bangsa ini kaya akan budaya.

Salah satu yang masih lestari hingga kini adalah kesenian Bambu Gila, sebuah pertunjukan tradisional yang menampilkan sekumpulan orang yang sedang berjuang menahan gerakan liar sebatang bambu.

Yansen menjelaskan, kesenian Bambu Gila memiliki nama asli Baramasewel. Tradisi ini sudah ada sejak jaman nenek moyang dulu. Kala itu, kehidupan mereka kental dengan ritual-ritual leluhur yang berkaitan dengan roh gaib.

"Dahulu, kesenian bambu gila ini merupakan sebuah ritual yang dilakukan pada kondisi-kondisi tertentu, seperti pekerjaan berat. Seiring perkembangan zaman, ritual tersebut mulai memudar. Kini, sebagai generasi penerus, kami mempunyai tanggungjawab untuk melestarikannya," kata Yansen.

Pertunjukan Bambu Gila biasanya dibawakan oleh 8 orang dengan khas masing-masing mengenakan ikat kepala dari potongan kain berwarna merah, dengan formasi 7 orang sebagai pemain dan 1 orang bertindak sebagai pawang.

Tujuh orang pemain ini, nantinya akan bertugas menahan pergerakan batang bambu. Sedangkan tugas seorang pawang adalah membacakan mantra, memasukkan roh, dan menjinakkan bambu.

Sebelumnya, diawali dengan pembakaran kemenyan dan pembacaan mantra oleh pawang.

Sembari pawang berkeliling tiga kali memutari pemain yang sudah memegang bambu, asap dari pembakaran kemenyan tersebut diembuskan pada batang bambu. Tak lama berselang, bambu terlihat makin berat dan bergerak-gerak sendiri.

Penabuh gendang yang sedari awal bersiap, ketika mendengar pawang berteriak, tanda atraksi dimulai, segera mengiringi jalannya atraksi.

Semakin cepat irama musik pengiring, maka akan semakin cepat pula pergerakan batang bambu. Nampak para pemain harus berusaha sekuat tenaga untuk menahan pergerakan batang bambu yang dikendalikan melalui asap kemenyan oleh pawang.

Dikatakan Yansen, pemain, pawang, maupun batang bambu yang digunakan dalam ritual budaya ini tidak boleh sembarangan.

Batang bambu yang digunakan dalam tarian ini memiliki diameter 8-10 cm dan panjang kurang lebih 2,5 hingga 3 meter, dengan ruas bambu berjumlah ganjil. Pada kedua ujung bambu, terdapat ikatan kain berwarna cerah.

"Untuk mengambil batang bambu saja, dilakukan sebuah ritual khusus," ujar Yansen.

Dia berharap, kegiatan pelestarian budaya seperti ini mendapat dukungan dari berbagai pihak, khususnya keterlibatan generasi muda.

"Banyak tradisi leluhur yang mulai memudar, bukan saja kebudayaan daerah asal saya Maluku tetapi di Sultra juga, para generasi muda terkesan malu-malu ketika diajak memainkan kesenian daerah," katanya.