Terdakwa kasus video asusila mengaku pernah lapor polisi
Garut (ANTARA) - Kuasa hukum dari terdakwa kasus video asusila di Kabupaten Garut, Jawa Barat mengaku telah melaporkan kasus penyebaran video asusila tersebut sebelum tersebar di media sosial ke Polres Garut, namun kepolisian tidak menindaklanjutinya dengan alasan tidak ada bukti.
"Dia (terdakwa) lapor ke PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak), tapi disuruh cari dulu buktinya," kata kuasa hukum dari terdakwa inisial VA, Asri Vidya Dewi SH, di Pengadilan Negeri Garut, Selasa.
Ia menuturkan, kliennya sebelum video asusila tersebut tersebar di media sosial pernah melaporkannya ke Polres Garut pada 6 Agustus 2019, lalu video itu mulai tersebar di media sosial pada 13 Agustus 2019.
Namun, laporan terdakwa saat itu didampingi ibunya, kata Asri, tidak ditindaklanjuti Polres Garut sehingga akhirnya kasus itu muncul lalu diselidiki polisi setelah tersebar di media sosial.
Menurut Asri, laporan terdakwa VA itu membuktikan VA sebagai korban dari perbuatan orang lain yang telah sengaja merekam lalu menyebarkannya ke media sosial.
"Klien kami hanya sebagai korban, karena sudah berusaha melaporkan video tersebut ke Polres Garut," katanya.
Ia menambahkan, hasil analisa bahwa kasus tersebut terdapat keanehan, di antaranta VA satu-satunya perempuan dalam video tersebut ditetapkan sebagai tersangka, bukannya korban.
Selain itu, lanjut dia, dalam berita acara penyelidikan, termasuk saksi dari penyidik menyebut bahwa kasus tersebut terungkap berdasarkan laporan masyarakat.
"Polisi bilang kasus ini didapatkan dari pengaduan masyarakat," katanya.
Menanggapi pernyataan kuasa hukum terdakwa kasus video asusila, Kepala Satuan Reskrim Polres Garut AKP Maradona Mappaseng menilai hal yang wajar kuasa hukum memberikan keterangan untuk membela kliennya.
Namun kuasa hukum tersebut, kata Maradona, terlalu menyamakan semua orang yang datang ke kantor polisi lalu memberikan laporan adalah korban, perlu proses lebih lanjut dengan melakukan pendalaman laporan.
"Belum tentu, tidak diterima laporannya itu mungkin karena tidak bawa bukti kuat, kalau ada bukti, belum tentu juga jadi korban," katanya pula.
"Dia (terdakwa) lapor ke PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak), tapi disuruh cari dulu buktinya," kata kuasa hukum dari terdakwa inisial VA, Asri Vidya Dewi SH, di Pengadilan Negeri Garut, Selasa.
Ia menuturkan, kliennya sebelum video asusila tersebut tersebar di media sosial pernah melaporkannya ke Polres Garut pada 6 Agustus 2019, lalu video itu mulai tersebar di media sosial pada 13 Agustus 2019.
Namun, laporan terdakwa saat itu didampingi ibunya, kata Asri, tidak ditindaklanjuti Polres Garut sehingga akhirnya kasus itu muncul lalu diselidiki polisi setelah tersebar di media sosial.
Menurut Asri, laporan terdakwa VA itu membuktikan VA sebagai korban dari perbuatan orang lain yang telah sengaja merekam lalu menyebarkannya ke media sosial.
"Klien kami hanya sebagai korban, karena sudah berusaha melaporkan video tersebut ke Polres Garut," katanya.
Ia menambahkan, hasil analisa bahwa kasus tersebut terdapat keanehan, di antaranta VA satu-satunya perempuan dalam video tersebut ditetapkan sebagai tersangka, bukannya korban.
Selain itu, lanjut dia, dalam berita acara penyelidikan, termasuk saksi dari penyidik menyebut bahwa kasus tersebut terungkap berdasarkan laporan masyarakat.
"Polisi bilang kasus ini didapatkan dari pengaduan masyarakat," katanya.
Menanggapi pernyataan kuasa hukum terdakwa kasus video asusila, Kepala Satuan Reskrim Polres Garut AKP Maradona Mappaseng menilai hal yang wajar kuasa hukum memberikan keterangan untuk membela kliennya.
Namun kuasa hukum tersebut, kata Maradona, terlalu menyamakan semua orang yang datang ke kantor polisi lalu memberikan laporan adalah korban, perlu proses lebih lanjut dengan melakukan pendalaman laporan.
"Belum tentu, tidak diterima laporannya itu mungkin karena tidak bawa bukti kuat, kalau ada bukti, belum tentu juga jadi korban," katanya pula.