Kembalikan fungsi kawasan lindung

id hutan lindung, kawasan konservasi, Aktivis lingkungan, Yayasan Ekosistem Lestari, KLHK, perambah, tersangka, perusak hutan, sampah, penyebab banjir

Kembalikan fungsi kawasan lindung

Dokumnetasi - Perambahan Hutan (ANTARA Sumsel)

Neulaboh, Aceh (ANTARA Sumsel) - Aktivis Yayasan Ekosistem Lestari (YEL) mendesak Pemerintah Provinsi Aceh mengembalikan fungsi kawasan konservasi dan kawasan dilindungi yang diduga telah rusak akibat penambangan ilegal di beberapa wilayah.

"Pemerintah harus mengembalikan fungsi wilayah itu, lakukan rehabilitasi penanaman seperti dilakukan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Tidak hanya diwilayah kota saja dilakukan aksi penanaman pohon, di wilayah gunung juga," kata Koordinator YEL, Teuku Muhammad Zulfikar, saat berkunjung ke Meulaboh, Kamis.

Ia mengapresiasi langkah Pemerintah Aceh bersama penegak hukum yang tengah menindak tegas dan menutup semua kegiatan tambang ilegal, menurut dia, harusnya ketegasan itu dari dulu dilakukan sebelum kerusakan lingkungan separah saat ini.

Ia memahami bahwa selama ini penertiban itu terbentur dengan adat dan istiadat Aceh, sebab pelaku penambang adalah berasal dari kalangan masyarakat miskin dan hal itu membutuhkan kehati-hatian, tidak semena-mena ditangkap dan ditutup.

Namun kata Zulfikar, ketika yang melakukan perambahan dan pengrusakan lingkungan lewat kegiatan tambang ilegal tersebut dari kalangan orang kaya, hal tersebut sangat miris apabila tidak diberantas oleh Pemerintah Aceh dan penegak hukum.

"Sebenarnya tanpa dilaporkanpun, yang namanya illegal itu harus ditertibkan. Tapi kemudian karena kita menjunjung adat istiadat. Tapi kalau memang yang melakukan tindakan itu orang kaya, merusak itu harus ditindak," tegasnya.

Pada kesempatan tersebut ia juga menjelaskan, terkait ancaman bencana alam yang akan terus menimpa Aceh, apabla tidak dilakukannya upaya-upaya pencegahan pengrusakan daerah aliran sungai maupun rawa gambut.

Zulfikar menyampaikan, bahwa wilayah demografi atau topografi wilayah pegunungan memiliki banyak aliran sungai yang cepat menampung air, apalagi disaat wilayah hutan dalam kondisi kritis oleh berbagai aktivitas konversi lahan.

Rawa gambut, wilayah yang menjadi perlindungan air dan perlindungan masyarakat, tetap harus dipertahankan, meskipun dia berada di wilayah area penggunaan lain (APL), itu tetap harus diselamatkan, apalagi dia berada di wilayah lindung dan konservasi.

Zulfikar yang juga Wakil Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana Aceh, ini menyatakan, disaat kondisi cuaca saat ini, semua wilayah di barat selatan Aceh, hanya menanti giliran datangnya banjir dan erosi sungai karena Aceh daerah rawan bencana.

"Kalau dalam adat Aceh sebenarnya, pada daerah bantaran sungai dengan jarak 100 sampai 120 meter, itu harus berhutan, tidak boleh dipingir sungai itu ditanam pohon yang tidak menyerap air, seperti sawit," sebutnya.

Lebih lanjut dikatakan, saat ini sedang terjadi perubahan iklim, yakni kekeringan begitu banyak dan banjir terjadi dalam waktu lama, termasuk terjadinya kebakaran lahan di area bergambut yang memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan sumber daya di dalamnya.

Kondisi tersebut cenderung menyebabkan pada wilayah tertentu rentan terjadinya kebakaran lahan gambut, dan banjir ketika diguyur hujan karena penyeimbang alam dari rawa gambut maupun pohon penyerap air sudah kritis.

"Kawasan rawa tripa, yang menurut Pemerintah Aceh sudah menjadi kawasan lindung gambut dan masuk dalam RTRW. Itu kita lihat untuk mengembalikan fungsinya masih sangat lambat," katanya menambahkan.