Kenali fibriliasi atrium dengan meraba nadi korban

id fibriliasi atrium, irama jantung, detak, denyut, nadi, tangan, korban, hindari kelumpuhan

Kenali fibriliasi atrium dengan meraba nadi korban

Ilustrasi- Seorang dokter menjelaskan penyakit jantung.(ANTARA FOTO)

Jakarta (ANTARA Sumsel) - Guru Besar Ilmu Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Profesor Dr dr Yoga Yniadi SpJP mengimbau kepada masyarakat untuk mengenali kelainan irama jantung atau Fibriliasi Atrium (FA) dengan meraba nadi.

"Kita harus berdayakan masyarakat untuk mengenali FA dengan meraba nadi sendiri (Menari). Meraba nadi, kenali FA, dan hindari kelumpuhan," kata Yoga di Jakarta, Rabu.

Kelainan irama jantung tersebut dapat digambarkan dengan denyut nadi yang awalnya normal kemudian tiba-tiba cepat lalu tiba-tiba kembali normal, denyut jantung yang tiba-tiba menghentak, denyut yang terkadang berhenti satu sampai dua detik, atau denyut jantung yang berdetak sangat cepat.

Untuk mengetahui jumlah denyut dan irama denyut bisa dilakukan dengan cara meraba nadi di bawah pergelangan tangan dengan tiga jari. Posisi tepat untuk merasakan nadi berada di bawah pergelangan tangan yang lebih dekat dengan ibu jari.

Jika sudah merasakan nadi, hitunglah jumlah nadi yang berdenyut selama sepuluh detik. Yoga memaparkan jumlah denyut nadi yang normal dalam sepuluh detik antara enam sampai delapan denyut.

Selain menghitung jumlah denyut, rasakan juga irama nadi apakah berdenyut secara teratur setiap detiknya, atau iramanya tak beraturan seperti yang dijelaskan.

Yoga menerangkan FA terbagi menjadi tiga kategori, yakni FA paroksismal, presisten, dan permanen.

FA paroksismal ialah munculnya kelainan denyut nadi yang hilang timbul atau hanya pada waktu tertentu. Misalnya pada pagi hari irama denyut jantung menjadi tidak reguler, sementara di sore dan malam hari berjalan normal.

Sedangkan FA presisten ialah kelainan irama jantung yang hilang setelah diberikan obat. Namun Yoga menyayangkan kebanyakan pasien berhenti meminum obat ketika merasa irama jantungnya kembali normal, padahal obat tersebut harus tetap diminum untuk mencegah munculnya kembali FA.

Sementara FA permanen ialah orang yang mengalami kelainan irama jantung setiap saat. Dari ketiga kategori tersebut, kata Yoga, ketiganya memiliki risiko yang sama yaitu meningkatkan lima kali lipat risiko terkena stroke.

Pasien stroke dengan FA lebih tinggi kemungkinan lumpuhnya dibandingkan pasien stroke tanpa FA.

"Stroke dengan FA lebih tinggi kemungkinan kelumpuhannya dari pada stroke tanpa FA. Baik cacat sebelah, atau seluruhnya yang nggak bisa apa-apa lagi," kata Yoga.

Selain itu, kasus kematian pada pasien stroke dalam 30 hari pascaserangan juga lebih tinggi terjadi pada penderita FA dibandingkan pasien tanpa FA.

Penderita FA juga lebih cepat tekena serangan stroke dibanding penderita hipertensi biasa. Bila penyakit hipertensi membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk menjadi stroke. FA hanya membutuhkan waktu 48 jam untuk bisa menjadi stroke.