Jakarta (ANTARA) - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga mengatakan salah satu tantangan dalam menangani kasus kekerasan adalah kurangnya lembaga penyedia layanan terhadap korban kekerasan dibandingkan dengan banyaknya korban kekerasan seksual.

"Tantangan pertama adalah adanya gap antara meningkatnya jumlah korban dan keluarga korban yang telah mampu membuka suara dengan ketersediaan lembaga yang menangani," kata Menteri Bintang melalui siaran pers, di Jakarta, Kamis.

Tantangan kedua, adanya gap antara keterbatasan upaya penanganan dibandingkan dengan kasus kekerasan yang semakin beragam.

Tantangan ketiga, yakni luasnya cakupan wilayah yang harus ditangani.

"Dengan demikian dari aspek penanganannya, korban belum memperoleh keadilan secara cepat dan mudah serta mendapatkan pemulihan yang diperlukan," ujarnya.

Menteri Bintang menegaskan komitmen negara untuk selalu hadir dalam pencegahan dan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak.

Pada 2020, Kemen PPPA mendapatkan tambahan fungsi implementatif, yaitu pelayanan rujukan akhir sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 65 Tahun 2020.

Namun demikian, berbagai tantangan masih dihadapi oleh Kemen PPPA dalam menjalankan fungsi tersebut.

Meski menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan fungsi sebagai layanan rujukan akhir, Kemen PPPA telah melakukan berbagai aksi nyata dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dengan menggunakan prinsip cepat, komprehensif dan terintegrasi.

"Ketika kita bicara mengenai tugas dan fungsi ini, memang membuka ruang kami untuk bisa melakukan pelayanan secara langsung, tapi ada keterbatasan kami yang dibentengi oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 mengenai Pemerintah Daerah. Mana yang boleh kami eksekusi langsung, mana yang sebatas koordinasi yang bisa kami lakukan," tutur Menteri Bintang.

Pewarta : Anita Permata Dewi
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024