Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memanggil Wakil Bupati Sarolangun, Jambi, Hilallatil Badri bersama 11 orang lainnya sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2017.
"Hari ini, diagendakan pemanggilan dan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2017. Pemeriksaan dilakukan di Polda Jambi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Sementara sebelas saksi lainnya yang dipanggil merupakan Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019, yaitu Hasani Hamid, Suliyanti, Rahima, Poprianto, Ismet Kahar, Tartiniah RH, Syamsul Anwar, Mely Hairiya, Luhut Silaban, Budi Yako, dan Muhammad Khairil.
Diketahui, KPK saat ini masih melakukan penyidikan untuk empat tersangka terkait kasus tersebut, yaitu empat Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 masing-masing Fahrurozzi (FR), Arrakhmat Eka Putra (AEP), Wiwid Iswhara (WI), dan Zainul Arfan (ZA).
Empat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam konstruksi perkara, diduga para unsur pimpinan DPRD Jambi meminta uang "ketok palu", menagih kesiapan uang "ketok palu", melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600 juta perorang.
Para unsur pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas, dan menagih uang "ketok palu", menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta atau Rp200 juta.
Khusus untuk para tersangka yang duduk di Komisi III diduga telah menerima masing-masing Fahrurozzi sekitar Rp375 juta, Arrakhmat Eka Putra sekitar Rp275 juta, Wiwid Iswhara sekitar Rp275 juta, dan Zainul Arfan Sekitar Rp375 juta.
Sebelumnya dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan 18 tersangka dan saat ini telah diproses hingga persidangan. Adapun para pihak yang diproses tersebut terdiri dari gubernur, pimpinan DPRD, pimpinan fraksi DPRD, dan pihak swasta.
Kasus tersebut diawali dengan kegiatan tangkap tangan pada 28 November 2017. Dalam perkembangannya, KPK mengungkap bahwa praktek uang "ketok palu" tersebut tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2018, namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2017.
"Hari ini, diagendakan pemanggilan dan pemeriksaan saksi dugaan tindak pidana korupsi suap terkait pengesahan RAPBD Provinsi Jambi Tahun 2017. Pemeriksaan dilakukan di Polda Jambi," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Sementara sebelas saksi lainnya yang dipanggil merupakan Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019, yaitu Hasani Hamid, Suliyanti, Rahima, Poprianto, Ismet Kahar, Tartiniah RH, Syamsul Anwar, Mely Hairiya, Luhut Silaban, Budi Yako, dan Muhammad Khairil.
Diketahui, KPK saat ini masih melakukan penyidikan untuk empat tersangka terkait kasus tersebut, yaitu empat Anggota DPRD Provinsi Jambi 2014-2019 masing-masing Fahrurozzi (FR), Arrakhmat Eka Putra (AEP), Wiwid Iswhara (WI), dan Zainul Arfan (ZA).
Empat tersangka itu disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dalam konstruksi perkara, diduga para unsur pimpinan DPRD Jambi meminta uang "ketok palu", menagih kesiapan uang "ketok palu", melakukan pertemuan untuk membicarakan hal tersebut, meminta jatah proyek dan/atau menerima uang dalam kisaran Rp100 juta atau Rp600 juta perorang.
Para unsur pimpinan fraksi dan komisi di DPRD Jambi diduga mengumpulkan anggota fraksi untuk menentukan sikap terkait dengan pengesahan RAPBD Jambi, membahas, dan menagih uang "ketok palu", menerima uang untuk jatah fraksi sekitar dalam kisaran Rp400 juta hingga Rp700 juta untuk setiap fraksi, dan/atau menerima uang untuk perorangan dalam kisaran Rp100 juta, Rp140 juta atau Rp200 juta.
Khusus untuk para tersangka yang duduk di Komisi III diduga telah menerima masing-masing Fahrurozzi sekitar Rp375 juta, Arrakhmat Eka Putra sekitar Rp275 juta, Wiwid Iswhara sekitar Rp275 juta, dan Zainul Arfan Sekitar Rp375 juta.
Sebelumnya dalam kasus tersebut, KPK telah menetapkan 18 tersangka dan saat ini telah diproses hingga persidangan. Adapun para pihak yang diproses tersebut terdiri dari gubernur, pimpinan DPRD, pimpinan fraksi DPRD, dan pihak swasta.
Kasus tersebut diawali dengan kegiatan tangkap tangan pada 28 November 2017. Dalam perkembangannya, KPK mengungkap bahwa praktek uang "ketok palu" tersebut tidak hanya terjadi untuk pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2018, namun juga terjadi sejak pengesahan RAPBD Tahun Anggaran 2017.