Ridwan Mukti divonis 2,5 tahun penjara dan denda uang ratusan juta rupiah, kasus korupsi perkebunan Musirawas

id Vonis,Kejaksaan musirawas,Ridwan mukti

Ridwan Mukti divonis 2,5 tahun penjara dan denda uang ratusan juta rupiah, kasus korupsi perkebunan Musirawas

Sidang kasus korupsi izin perkebunan Kabupaten Musi Rawas di PN Palembang Kelas 1 A khusus Tipikor, Kamis (23/10/25). (ANTARA/M Mahendra Putra)

Palembang (ANTARA) - Lima terdakwa kasus korupsi izin perkebunan sawit di Kabupaten Musi Rawas, Sumatera Selatan, divonis hukuman berbeda oleh majelis hakim pada sidang yang di Pengadilan Negeri Palembang Kelas 1 A khusus Tipikor, Kamis.

Kelima terdakwa tersebut yakni mantan Gubernur Bengkulu sekaligus mantan Bupati Musi Rawas Ridwan Mukti, Direktur PT Dapo Agro Makmur (DAM) tahun 2010 Effendy Suryono alias Afen, Kepala BPMPTP Musi Rawas periode 2008–2013 Saiful Ibna, Sekretaris BPMPTP Musi Rawas periode 2008–2011 Amrullah serta mantan Kepala Desa Mulyoharjo periode 2010–2016 Bachtiar.

Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Pitriadi SH MH menyatakan bahwa perbuatan terdakwa Ridwan Mukti, Effendy Suryono, Saiful Ibna, dan Amrullah terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Mengadili dan menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Ridwan Mukti dengan penjara selama 2 tahun 6 bulan, Effendy Suryono 2 tahun 4 bulan, Saiful Ibna 1 tahun 6 bulan, dan Amrullah 1 tahun 2 bulan,” ujar hakim ketua saat membacakan amar putusan.

Selain pidana penjara, keempat terdakwa juga dijatuhi denda masing-masing sebesar Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Sementara itu, terhadap terdakwa Bachtiar, majelis hakim menyatakan terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 11 terkait gratifikasi.

“Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa Bachtiar selama 2 tahun 4 bulan, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan,” tegas hakim.

Bachtiar juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp1,486 miliar. Jika tidak sanggup membayar, maka akan diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.

Usai mendengarkan putusan, baik kelima terdakwa melalui penasihat hukumnya maupun Jaksa Penuntut Umum (JPU) menyatakan pikir-pikir terhadap putusan tersebut.

Sebelumnya, Jaksa penuntut umum dari Kejari Musi Rawas dan Kejati Sumsel menuntut Ridwan Mukti, Effendy Suryono, Saiful Ibna, dan Amrullah dengan pidana penjara masing-masing 3 tahun dan denda Rp500 juta subsider 6 bulan.

Sedangkan terdakwa Bachtiar dituntut 5 tahun penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan, serta membayar uang pengganti Rp1,486 miliar.

Sebagai informasi, dalam dakwaan awal, potensi kerugian negara sempat dihitung hingga Rp121 miliar. Namun berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Sumsel Nomor: PE.03.04/SR-563/PW07/5/2024 tertanggal 16 Desember 2024, nilai kerugian negara dipastikan sebesar Rp61,35 miliar.

Diketahui dalam perkara ini pada pra penuntutan kejaksaan sudah menerima pengembalian dana Rp61,2 miliar ke kas negara. Uang tersebut dititipkan Afen kepada penyidik sebagai bentuk itikad baik.

Bahkan lahan perkebunan sawit miliknya juga telah disita oleh aparat penegak hukum.

Kasus korupsi izin perkebunan sawit ini bermula dari penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel).

Dari hasil penyidikan, terungkap adanya penyalahgunaan kewenangan dalam penerbitan Surat Pengakuan Hak (SPH) atas lahan sawit di Musirawas.

Dari total 10.200 hektare yang diajukan untuk izin, sekitar 5.974,90 hektare ternyata merupakan lahan milik negara yang tidak sah untuk dialihfungsikan.

Jaksa menilai para terdakwa terlibat dalam praktik kolusi yang melibatkan manipulasi dokumen dan penerbitan izin tanpa dasar hukum.

Ridwan Mukti diduga menggunakan pengaruhnya sebagai kepala daerah kala itu untuk memuluskan proses, sementara Afen dinilai sebagai pihak swasta yang paling diuntungkan.

Meski ada pengembalian dana, JPU menegaskan hal itu tidak menghapus tindak pidana yang telah terjadi.

Kasus ini menjadi perhatian luas karena melibatkan tokoh penting, baik dari kalangan pemerintah maupun dunia usaha.

Publik berharap proses hukum yang tengah berjalan bisa memberikan efek jera serta menjadi momentum penting pemberantasan praktik korupsi, khususnya di sektor perizinan lahan yang kerap menjadi celah penyimpangan.

Pewarta :
Editor: Dolly Rosana
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.