Palembang (ANTARA) - Sidang lanjutan kasus suap dana Pokok Pikiran (Pokir) DPRD Ogan Komering Ulu di Pengadilan Negeri Klas 1 A Khusus Palembang, Senin, mengungkap fakta baru yang bersumber dari rekaman percakapan suara.
Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI dalam persidangan, memutar rekaman percakapan suara yang menyeret nama terdakwa Ahmad Sugeng Santoso dengan mantan Kepala Dinas PUPR OKU, Novriansyah.
Dalam sidang tersebut jaksa menghadirkan agenda mendengarkan keterangan langsung dari terdakwa Sugeng, yang disebut-sebut sebagai pemberi suap kepada sejumlah anggota DPRD OKU bersama terdakwa lainnya, M Fauzi alias Pablo.
Keduanya terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) beberapa waktu lalu oleh tim KPK.
Dalam kesaksiannya di depan majelis hakim, Sugeng mengaku bahwa dirinya memang pernah menelepon Novriansyah.
Namun, ia berdalih bahwa maksud dari pembicaraan tersebut adalah untuk menolak secara halus ajakan mengerjakan paket proyek Pokir DPRD OKU senilai Rp45 miliar.
"Itu saya menelepon pak Novri maksudnya menolak secara halus ajakannya untuk mengerjakan proyek, karena nilai proyeknya terlalu besar dan saya tidak sanggup," jelas Sugeng dalam ruang sidang.
Lebih lanjut, Sugeng beralasan bahwa perusahaannya yang bergerak di bidang pengadaan komputer tidak memiliki kapasitas maupun pengalaman dalam proyek konstruksi seperti pembangunan jalan dan bangunan.
Ia mengklaim hanya memiliki modal sebesar Rp1,5 miliar, yang merupakan dana untuk menjalankan usaha toko komputer miliknya.
Namun, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK membantah klaim tersebut. Dalam rekaman percakapan yang diputar di hadapan majelis hakim, tidak terdengar adanya kalimat penolakan dari Sugeng atas ajakan untuk menggarap proyek.
Justru, menurut JPU, terdakwa terkesan membuka peluang untuk tetap mendapatkan bagian proyek dengan nilai yang lebih kecil.
"Kalau menurut terdakwa itu bentuk penolakan secara halus, itu hak dia. Tapi jelas dalam rekaman ini tidak ada satu kata pun yang menyatakan penolakan. Bahkan di akhir percakapan, terdakwa malah meminta petunjuk kepada Novri," tegas JPU dalam persidangan
JPU menduga, sikap Sugeng yang terkesan pasif tersebut sebenarnya bertujuan agar Novriansyah bisa mengakomodasi keinginannya mendapatkan proyek dengan nilai yang sesuai dengan kemampuan modalnya, yaitu antara Rp1,5 hingga Rp2 miliar.
Fakta persidangan ini menguatkan dugaan adanya praktik kongkalikong dalam pengadaan proyek Pokir DPRD OKU yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah.
Dugaan suap dan pengaturan proyek menjadi sorotan utama KPK, yang kini terus menelusuri keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini.
Dalam kesempatan itu terdakwa Sugeng membeberkan secara runtut awal mula dirinya bisa terlibat dalam proyek PUPR Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), yang kini membawanya duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa kasus dugaan korupsi proyek Pokir DPRD.
Sugeng mengaku bahwa dirinya sebenarnya sejak awal menolak tawaran proyek bernilai fantastis itu.
Namun, tekanan demi tekanan terus datang, terutama dari seseorang bernama Mendra yang disebutnya sebagai seorang kontraktor hingga orang dekat Kadis PUPR OKU Novriansyah.
Sugeng mengisahkan, awal Februari 2024, dirinya dihubungi oleh Mendra untuk bertemu dan berbincang santai.
"Saya diminta ngopi bareng, tapi karena sudah malam saya bilang lain waktu saja,” ucap Sugeng di hadapan majelis hakim.
Namun Mendra kembali menghubungi dan memintanya hadir di Dokter Koffe di Baturaja karena sudah ditunggu oleh Novriansyah selaku Kadis PUPR OKU.
Sesampainya di lokasi, Sugeng mendapati empat orang sudah menunggunya yaitu Novriansyah, Mendra, Raidi, Ibul, serta dirinya.
Dikatakan terdakwa Sugeng, obrolan awal berputar seputar hal-hal ringan, namun kemudian Novriansyah menawarkan langsung satu paket besar proyek bernilai Rp45 miliar.
"Saya kaget, proyek itu tidak bisa dipilih-pilih, harus diambil seluruhnya dengan fee 22 persen. Saya langsung menolak karena itu di luar kemampuan saya," kata Sugeng.
Sugeng menjelaskan, dirinya hanya pengusaha toko komputer yang tidak punya modal cukup untuk proyek sebesar itu.
Bahkan ia mengaku hanya memiliki dana Rp1,5 miliar yang diperuntukkan untuk pengembangan usaha.
Namun penolakan tersebut tak membuat Mendra mundur. Bahkan dalam beberapa hari ke depan, bujukan semakin intens.
Menurut Sugeng, Mendra terus mendesaknya untuk menerima tawaran proyek yang katanya datang langsung dari Kadis PUPR OKU.
"Yang punya kue Pak Novri, yang motong kue Pak Novri, yang bagikan juga Pak Novri," kata terdakwa Sugeng menirukan ajakan Mendra saat itu.
Penawaran proyek juga kembali disampaikan dalam pertemuan kedua di sebuah tempat hiburan malam Lucky Karaoke.
Kali ini, peran Mendra semakin menonjol, bahkan membawa serta Redi yang disebut sebagai orang lapangan dan bagian dari tim pelaksana.
Dalam pertemuan tersebut, Novriansyah kembali menegaskan, jika Sugeng tak sanggup, bisa mengajak pihak lain untuk membantunya. Namun lagi-lagi Sugeng tetap bersikukuh menolak.
Tekanan dan desakan terus berlanjut, hingga akhirnya pertemuan ketiga terjadi di rumah Sugeng dengan penurunan nilai proyek diturunkan menjadi Rp19 miliar dengan dua pekerjaan utama pembangunan jalan dan gedung.
"Saat itu saya juga sedang bangun atau renovasi rumah, jadi Mendra tahu saya ada di rumah terus. Tapi saya tetap menolak,” ungkapnya.
Tekanan yang terus-menerus dari Mendra dan Redi membuat Sugeng merasa terganggu. Ia akhirnya menelepon langsung Novriansyah untuk menyampaikan penolakan secara halus.
Namun dalam pengakuan berikutnya, Sugeng tak menampik bahwa ia akhirnya menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada Novriansyah.
Dana itu disebutnya berasal dari modal usaha tokonya, dan ia menyerahkan karena terus didesak Mendra yang bertindak atas nama dan perintah Kadis PUPR.
Sementara itu, jaksa KPK menegaskan pihaknya akan mendalami lebih jauh soal aliran dana dan dugaan kuat bahwa proyek ini telah dikondisikan sejak awal oleh pihak-pihak tertentu di Dinas PUPR OKU.
Sidang OTT OKU, jaksa putarkan rekaman percakapan suara antara terdakwa dan Kadis PUPR
Sugeng saat bersaksi pada sidang OTT OKU pada PN klas 1 A khusus Tipikor Palembang, Senin 14 juli 2025 (Antara/Mahendra putra)
