Di balik kegagalan di Piala Thomas, muncul harapan di Olimpiade

id Bulutangkis, piala thomas, olimpiade

Di balik kegagalan di Piala Thomas,  muncul harapan di Olimpiade

Pebulu tangkis tunggal putra Indonesia Jonatan Christie mengembalikan kok ke arah lawannya pebulu tangkis China Li Shi Feng dalam final Piala Thomas 2024 di Chengdu Hi Tech Zone Sports Center Gymnasium, Chengdu, China, Minggu (5/5/2024). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/nym. (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)

Jakarta (ANTARA) - Disebut sebagai pemain tunggal paling in form selama Piala Thomas tahun ini oleh komentator pertandingan bulu tangkis BWF, Jonatan Christie menjadi sinar terang di balik kegagalan tim putra Indonesia mengangkat trofi yang menjadi lambang supremasi bulu tangkis putra dunia itu.

Jika Piala Thomas 2024 dianggap sebagai mata ujian akhir untuk kelulusan bakal tampil bagusnya seorang atlet dalam Olimpiade Paris 2024, maka Jonatan adalah peserta ujian yang lulus dengan nilai sangat tinggi.

Tak ada pemain yang bisa menghadang dia. Enam kali bertanding, enam kali menang. Semuanya dia lakukan lewat permainan yang semakin matang baik dari sudut teknis, fisik, maupun mental.

Tampil dalam final ke-20 sejak mencapai bab puncak turnamen beregu putra ini pada 1958, tim putra Indonesia menyerah 1-3 kepada tuan rumah China.

Kekalahan Merah Putih ini lebih merupakan kekalahan mental, bahkan ganda Fajar Alfian/Rian Ardianto kalah lebih karena faktor tidak berpihaknya Dewi Fortuna kepada mereka.

Pasangan ini hampir membungkam suara bising penonton tuan rumah yang sudah justru menjadi energi pemberi semangat teramat besar bagi lawan-lawan Indonesia dalam final itu.

Indonesia langsung kehilangan poin pada partai pertama ketika Anthony Ginting menyerah dengan mudah kepada Shi Yu Qi.

Menanggung beban sebagai pembuka jalan dan bayangan mengangkat lagi trofi Piala Thomas setelah dia lakukan pada 2020, bisa menjadi beban teramat berat yang membuatnya menjadi tidak fokus dalam bagaimana menembus pertahanan lawan dan mencari kelemahannya.

Dua gim pun dia lewati dengan hasil sungguh di luar dugaan, kendati Shi Yu Qi bukan pemain sembarangan karena dia adalah pemain terdekat yang paling mungkin mengudeta Viktor Axelsen dari peringkat satu dunia.

Partai kedua yang mempertemukan ganda Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto berjalan lebih sesuai ekspektasi awam. Pasangan ini menghadapi ganda putra nomor satu dunia, Liang Wei Keng/Wang Chang.

Fajar/Rian yang berperingkat tujuh dunia dan dua bulan lalu menjuarai All England, tampil kokoh dalam semua aspek, kecuali keberuntungan. Mereka nyaris membuat Liang/Wang menelan kekalahan kedua berturut-turut setelah sehari sebelumnya dalam semifinal takluk kepada ganda nomor 5 dunia dari Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik.

Fajar/Rian menyerah 18-21 pada gim pertama, tapi berbalik memenangkan gim kedua dengan 21-17, dan akhirnya menyerah dalam skor sama seperti gim kedua pada gim pamungkas.

Ada harapan, pasangan ini dapat mempersembahkan medali terbaik dalam Olimpiade Paris nanti, jika melihat bagaimana mereka bertarung dalam final Minggu malam tadi.