"Takjil War" berkah Ramadhan, tapi hati-hati jangan berlebihan
Jakarta (ANTARA) - Bulan Ramadhan kali ini diwarnai dengan ramainya konten bertajuk "Takjil War" yang banyak beredar di media sosial. Secara umum "Takjil War" berarti keikutsertaan saudara-saudara nonmuslim berbelanja di lapak-lapak penjaja makanan kecil santapan berbuka puasa.
Kendati diterima sebagai berkah Ramadhan bagi para pedagang dan dapat dianggap cara lain melewatkan bulan suci ini dengan keseruan kecil, ulama mengingatkan agar muslim tidak menjadikan "Takjil War" sebagai ajang untuk berlebih-lebihan dalam berbelanja menyiapkan buka puasa.
Berikut adalah tanggapan Wakil Ketua Umum MUI K.H. Cholil Nafis perilah "Takjil War" sekaligus imbauan agar tidak terjebak pada perilaku berlebihan yang dilarang dalam Islam:
Saya memahami "Takjil War" itu kan kita mau membeli hidangan buka puasa dan kalau saudara kita yang nonmuslim pun mau ikut menikmati, itu bagian dari berkah Ramadhan.
Yang harus diingat, persiapan berbuka puasa itu tidak boleh berlebihan. Sebab kalau kita bicara berlebihan, itu jangankan saat berpuasa, tidak berpuasa pun tidak boleh berlebih-lebihan.
Kalau kita berpuasa masih hanya memikirkan santapan buka yang akan dilahap, itu berarti puasa kita masih puasa orang awam, yang hanya meninggalkan makan dan minum atau hubungan suami-istri, tetapi belum bisa meninggalkan mubazir.
Kendati diterima sebagai berkah Ramadhan bagi para pedagang dan dapat dianggap cara lain melewatkan bulan suci ini dengan keseruan kecil, ulama mengingatkan agar muslim tidak menjadikan "Takjil War" sebagai ajang untuk berlebih-lebihan dalam berbelanja menyiapkan buka puasa.
Berikut adalah tanggapan Wakil Ketua Umum MUI K.H. Cholil Nafis perilah "Takjil War" sekaligus imbauan agar tidak terjebak pada perilaku berlebihan yang dilarang dalam Islam:
Saya memahami "Takjil War" itu kan kita mau membeli hidangan buka puasa dan kalau saudara kita yang nonmuslim pun mau ikut menikmati, itu bagian dari berkah Ramadhan.
Yang harus diingat, persiapan berbuka puasa itu tidak boleh berlebihan. Sebab kalau kita bicara berlebihan, itu jangankan saat berpuasa, tidak berpuasa pun tidak boleh berlebih-lebihan.
Kalau kita berpuasa masih hanya memikirkan santapan buka yang akan dilahap, itu berarti puasa kita masih puasa orang awam, yang hanya meninggalkan makan dan minum atau hubungan suami-istri, tetapi belum bisa meninggalkan mubazir.