Sumsel hadapi tantangan perubahan iklim
Hingga kini sebanyak 67 persen wilayah Sumatera Selatan masih masuk kategori kerawanan tinggi kebakaran hutan dan lahan
Palembang (ANTARA) - Peneliti lembaga nonprofit World Agroforestry (Icraf) menilai Sumatera Selatan menjadi salah satu daerah di Tanah Air yang menghadapi tantangan perubahan iklim yakni krisis lingkungan dan krisis pangan.
Peneliti Icraf Tania Benita di Palembang, Kamis, mengatakan, kondisi ini tak lepas dari keberadaan areal gambut yang luasnya mencapai 1 juta hektare di Sumsel.
“Perubahan yang terjadi, seperti pengalihan fungsi gambut lindung menjadi gambut budidaya tentunya ini akan berpengaruh bagi lingkungan,” kata dia yang dijumpai di acara Rapat Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Sumatera Selatan tahun 2022.
Ia mengatakan pengalihfungsian itu terjadi di Sumsel sehingga daerah ini dipastikan akan menghadapi tantangan perubahan iklim akibat menurunnya daya dukung lingkungan.
Oleh karena itu, Icraf yang memiliki sejumlah program di Sumsel “Land4lives” mendorong para pengambil kebijakan menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) yang ditargetkan selesai pada 2022.
Baca juga: Penelitian: Nilai kerugian kebakaran gambut Rp269 juta per hektare
Selain itu, Icraf juga turut ambil bagian dalam memberikan input (masukan) kepada pemerintah yang saat ini mulai merevisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah.
“Gambut, dengan potensi kontribusi pada target pemerintah untuk mencapai FoLU Net Carbon Sink di 2030, harus kita kelola dengan bijak,” kata dia.
Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan mencatat hingga kini sebanyak 67 persen wilayah Sumatera Selatan masih masuk kategori kerawanan tinggi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dari total luas daerah tersebut yang mencapai 91 ribu kilometer persegi.
Kepala Bidang Perlindungan Konservasi SDM Ekosistem Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Safrul Yunardy di Palembang, Senin, mengatakan, salah satu penyebab utamanya karena Sumsel memiliki setidaknya 1 juta hektare areal gambut.
“Gambut sangat berbeda, jika terbakar maka sangat sulit dipadamkan. Itulah yang menyebabkan Sumsel masuk kategori provinsi rawan karhutla di Tanah Air,” kata dia.
Sebelumnya, Sumsel mengalami karhutla hebat pada 2015 yang menghanguskan lahan sekitar 700 ribu hektare.
Baca juga: Dishut: 67 persen wilayah Sumsel masuk kategori kerawanan tinggi karhutla
Peneliti Icraf Tania Benita di Palembang, Kamis, mengatakan, kondisi ini tak lepas dari keberadaan areal gambut yang luasnya mencapai 1 juta hektare di Sumsel.
“Perubahan yang terjadi, seperti pengalihan fungsi gambut lindung menjadi gambut budidaya tentunya ini akan berpengaruh bagi lingkungan,” kata dia yang dijumpai di acara Rapat Koordinasi Penataan Ruang Daerah Provinsi Sumatera Selatan tahun 2022.
Ia mengatakan pengalihfungsian itu terjadi di Sumsel sehingga daerah ini dipastikan akan menghadapi tantangan perubahan iklim akibat menurunnya daya dukung lingkungan.
Oleh karena itu, Icraf yang memiliki sejumlah program di Sumsel “Land4lives” mendorong para pengambil kebijakan menyusun Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Ekosistem Gambut (RPPEG) yang ditargetkan selesai pada 2022.
Baca juga: Penelitian: Nilai kerugian kebakaran gambut Rp269 juta per hektare
Selain itu, Icraf juga turut ambil bagian dalam memberikan input (masukan) kepada pemerintah yang saat ini mulai merevisi Perda Rencana Tata Ruang Wilayah.
“Gambut, dengan potensi kontribusi pada target pemerintah untuk mencapai FoLU Net Carbon Sink di 2030, harus kita kelola dengan bijak,” kata dia.
Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan mencatat hingga kini sebanyak 67 persen wilayah Sumatera Selatan masih masuk kategori kerawanan tinggi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dari total luas daerah tersebut yang mencapai 91 ribu kilometer persegi.
Kepala Bidang Perlindungan Konservasi SDM Ekosistem Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Selatan Safrul Yunardy di Palembang, Senin, mengatakan, salah satu penyebab utamanya karena Sumsel memiliki setidaknya 1 juta hektare areal gambut.
“Gambut sangat berbeda, jika terbakar maka sangat sulit dipadamkan. Itulah yang menyebabkan Sumsel masuk kategori provinsi rawan karhutla di Tanah Air,” kata dia.
Sebelumnya, Sumsel mengalami karhutla hebat pada 2015 yang menghanguskan lahan sekitar 700 ribu hektare.
Baca juga: Dishut: 67 persen wilayah Sumsel masuk kategori kerawanan tinggi karhutla