Semarang (ANTARA) - Guru Besar Hukum Universitas Borobudur (Unbor) Jakarta Faisal Santiago mengatakan bahwa pasal santet dalam Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP) masih menjadi perdebatan dan pemikiran panjang karena santet antara ada dan tiada.
"Meski santet antara ada dan tiada, dalam kehidupan bermasyarakat hal ini kadang kala terjadi," kata Prof. Dr. H. Faisal Santiago, S.H., M.H. menjawab pertanyaan ANTARA di Semarang, Rabu.
Prof. Faisal mengemukakan hal itu terkait dengan draf Pasal 251 RUU KUHP yang menyebutkan setiap orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV (Rp200 juta).
Baca juga: Pasal santet dan kisah "cinta ditolak dukun bertindak"
Akan tetapi, kalau merujuk pada teori responsif, menurut Prof. Faisal, sebaiknya dimasukkan jikalau hal itu terjadi dalam masyarakat, sudah ada pasal yang mengaturnya. Artinya, Pemerintah merespons terhadap permasalahan hukum yang ada serta bersikap antisipatif.
Dikemukakan dalam penjelasan Pasal 252 RUU KUHP bahwa ketentuan ini dimaksudkan untuk mengatasi keresahan masyarakat yang ditimbulkan oleh praktik ilmu hitam (black magic), yang secara hukum menimbulkan kesulitan dalam pembuktiannya.
Baca juga: NU dukung pasal santet di RUU KUHP
Disebutkan pula bahwa ketentuan ini dimaksudkan juga untuk mencegah secara dini dan mengakhiri praktik main hakim sendiri yang dilakukan oleh warga masyarakat terhadap seseorang yang dituduh sebagai dukun teluh (santet).
Menjawab pertanyaan apakah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) bisa membuktikan Pasal 251 (pasal santet), Prof. Faisal mengatakan bahwa cara pembuktian kasus santet ini masih jadi perdebatan.
Baca juga: Luna Maya kembali berperan di "Suzzanna: Santet Ilmu Pelebur Nyawa"
Baca juga: Luna riasan prostetik di Rusia untuk "Suzzana"
Menurut dia, pembuktian kasus santet bisa dengan cara meminta keterangan ahli, sebagaimana ketentuan di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP Pasal 184 Ayat (1).
Selain keterangan ahli yang merupakan satu di antara lima alat bukti dalam Pasal 184 KUHAP, yakni keterangan saksi, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Berita Terkait
Anak ketua DPRD Ambon dijerat pasal 354 KUHP
Rabu, 9 Agustus 2023 13:45 Wib
Jubir Tim KUHP tepis isu KUHP disiapkan khusus untuk Ferdy Sambo
Jumat, 17 Februari 2023 14:16 Wib
Mahfud: video viral hubungkan KUHP-vonis Sambo seperti fitnah
Kamis, 16 Februari 2023 14:56 Wib
Menteri Hukum dan HAM Yasonna bantah isu pasal KUHP baru terkait Ferdy Sambo
Kamis, 16 Februari 2023 14:53 Wib
Ayah Brigadir J harap semua terdakwa dihukum sesuai pasal 340 KUHP
Selasa, 14 Februari 2023 12:56 Wib
Jaksa Agung perintahkan jajarannya pelajari materi KUHP baru
Selasa, 20 Desember 2022 21:51 Wib
KSP: Pasal perzinaan KUHP cegah perilaku main hakim sendiri
Selasa, 13 Desember 2022 15:16 Wib
Jimly: Indonesia patut bangga bisa membuat UU KUHP
Senin, 12 Desember 2022 17:15 Wib