Teater Koma pentaskan "J.J Sampah-Sampah Kota " versi kini
Jakarta (ANTARA) - Kelompok Teater Koma kembali mementaskan produksi terbaru berjudul "J.J Sampah-Sampah Kota", lakon yang sebenarnya pernah ditampilkan 40 tahun lalu, namun ceritanya masih relevan dengan kejadian masa kini.
Disutradarai oleh Rangga Riantiarno, "J.J Sampah-Sampah Kota" berkisah tentang sepasang suami istri bernama Jian dan Juhro yang hidup di gubuk kolong jembatan. Jian bekerja sebagai kuli pengangkut sampah, digaji harian dan tidak punya jaminan masa depan.
Meski begitu, dia tetap bekerja dengan jujur, rajin, giat dan gembira. Bersama Juhro yang tengah hamil tua, dia hidup bahagia. Namun hidup tak semulus itu, Jian memiliki pengawas bernama Mandor Kepala dan tiga
bawahannya yakni Tiga Pemutus.
Mereka ingin melihat sampai sejauh mana kejujuran Jian bisa dipertahankan. Suatu hari, Para Pemutus menjatuhkan tas berisi uang yang amat banyak di sekitar tempat Jian bekerja. Jian panik, mengambil tas tersebut atau mengembalikannya, apalagi sang istri segera melahirkan dan membutuhkan banyak biaya.
Naskah asli dari lakon yang ditulis oleh N. Riantiarno ini dipentaskan pada 1979. Masa 40 tahun memang bukan rentang waktu yang sebentar, namun orang-orang yang dianggap "sampah-sampah kota" oleh para penguasa ini masih banyak ditemui khususnya di daerah Jakarta.
Teater Koma menggambarkan hal tersebut persis dengan keadaan saat ini. Bagaimana orang miskin yang hidupnya serba pas-pasan masih harus tertimpa kemalangan yang bertubi-tubi, susahnya mencari keadilan hingga penguasa yang melakukan korupsi.
"J.J Sampah-Sampah Kota" juga memasukkan kalimat-kalimat sindiran yang kerap dilontarkan oleh tokoh masyarakat seperti "Saya prihatin" atau "Sabar, ini ujian" yang membuat penonton tertawa.
Tak hanya sindiran, pentas ini juga cukup membangkitkan emosi penonton, khususnya saat Juhro menyadari dirinya harus kembali menjadi pelacur untuk menghidupi anak yang baru dilahirkan, ditambah dengan lantunan lagu yang dinyanyikan olehnya semakin membuat penonton terbawa suasana.
Berbeda dengan 40 tahun lalu, Rangga sebagai sutradara memasukkan inovasi baru, yakni menghadirkan multimedia sebagai elemen baru. Salah satu tokohnya dimunculkan melalui sebuah layar LED. Menariknya tokoh Mandor Kepala ini juga berinteraksi dengan tokoh lain, bahkan bernyanyi.
Selain itu, dalam pementasan kali ini, Teater Koma juga tidak mengganti latar belakang panggung. Sepanjang pertunjukan, bangunan kumuh dan jembatan tetap menjadi tema utamanya.
"J.J Sampah-Sampah Kota" didukung oleh aktor-aktor kawakan, seperti Idries Pulungan, Budi Ros, Daisy Lantang, Ratna Ully, Ohan Adiputra, Tuti Hartati, Ade Firman Hakim, Raheli Dharmawan, Toni Tokim, Hengky Gunawan, Angga Yasti, Suntea Sisca, Bayu Dharmawan, Andhini Puteri Lestari, Sekar Dewantari, Febri Siregar, Dana Hassan, Radhen Darwin, Palka Kojansow, Pandu Pangestu, Zulfi Ramdoni, dan masih banyak lagi.
Tata busana oleh Alex Fatahillah bersama tata rias karya Subarkah Hadisarjana dan tata rambut garapan Sena Sukarya. Pada bagian artistik digarap oleh Idries Pulungan, tata cahaya besutan Deray Setyadi, latar animasi dan multimedia olahan Deden Bulqini.
Produksi ke-159 dari Teater Koma ini, akan dipentaskan mulai 8-17 November 2019 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta dengan durasi kurang lebih 3 jam.
Disutradarai oleh Rangga Riantiarno, "J.J Sampah-Sampah Kota" berkisah tentang sepasang suami istri bernama Jian dan Juhro yang hidup di gubuk kolong jembatan. Jian bekerja sebagai kuli pengangkut sampah, digaji harian dan tidak punya jaminan masa depan.
Meski begitu, dia tetap bekerja dengan jujur, rajin, giat dan gembira. Bersama Juhro yang tengah hamil tua, dia hidup bahagia. Namun hidup tak semulus itu, Jian memiliki pengawas bernama Mandor Kepala dan tiga
bawahannya yakni Tiga Pemutus.
Mereka ingin melihat sampai sejauh mana kejujuran Jian bisa dipertahankan. Suatu hari, Para Pemutus menjatuhkan tas berisi uang yang amat banyak di sekitar tempat Jian bekerja. Jian panik, mengambil tas tersebut atau mengembalikannya, apalagi sang istri segera melahirkan dan membutuhkan banyak biaya.
Naskah asli dari lakon yang ditulis oleh N. Riantiarno ini dipentaskan pada 1979. Masa 40 tahun memang bukan rentang waktu yang sebentar, namun orang-orang yang dianggap "sampah-sampah kota" oleh para penguasa ini masih banyak ditemui khususnya di daerah Jakarta.
Teater Koma menggambarkan hal tersebut persis dengan keadaan saat ini. Bagaimana orang miskin yang hidupnya serba pas-pasan masih harus tertimpa kemalangan yang bertubi-tubi, susahnya mencari keadilan hingga penguasa yang melakukan korupsi.
"J.J Sampah-Sampah Kota" juga memasukkan kalimat-kalimat sindiran yang kerap dilontarkan oleh tokoh masyarakat seperti "Saya prihatin" atau "Sabar, ini ujian" yang membuat penonton tertawa.
Tak hanya sindiran, pentas ini juga cukup membangkitkan emosi penonton, khususnya saat Juhro menyadari dirinya harus kembali menjadi pelacur untuk menghidupi anak yang baru dilahirkan, ditambah dengan lantunan lagu yang dinyanyikan olehnya semakin membuat penonton terbawa suasana.
Berbeda dengan 40 tahun lalu, Rangga sebagai sutradara memasukkan inovasi baru, yakni menghadirkan multimedia sebagai elemen baru. Salah satu tokohnya dimunculkan melalui sebuah layar LED. Menariknya tokoh Mandor Kepala ini juga berinteraksi dengan tokoh lain, bahkan bernyanyi.
Selain itu, dalam pementasan kali ini, Teater Koma juga tidak mengganti latar belakang panggung. Sepanjang pertunjukan, bangunan kumuh dan jembatan tetap menjadi tema utamanya.
"J.J Sampah-Sampah Kota" didukung oleh aktor-aktor kawakan, seperti Idries Pulungan, Budi Ros, Daisy Lantang, Ratna Ully, Ohan Adiputra, Tuti Hartati, Ade Firman Hakim, Raheli Dharmawan, Toni Tokim, Hengky Gunawan, Angga Yasti, Suntea Sisca, Bayu Dharmawan, Andhini Puteri Lestari, Sekar Dewantari, Febri Siregar, Dana Hassan, Radhen Darwin, Palka Kojansow, Pandu Pangestu, Zulfi Ramdoni, dan masih banyak lagi.
Tata busana oleh Alex Fatahillah bersama tata rias karya Subarkah Hadisarjana dan tata rambut garapan Sena Sukarya. Pada bagian artistik digarap oleh Idries Pulungan, tata cahaya besutan Deray Setyadi, latar animasi dan multimedia olahan Deden Bulqini.
Produksi ke-159 dari Teater Koma ini, akan dipentaskan mulai 8-17 November 2019 di Graha Bhakti Budaya, Taman Ismail Marzuki, Jakarta dengan durasi kurang lebih 3 jam.