Jakarta (ANTARA) - Antropolog untuk Indonesia menolak setiap cara pelemahan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti adanya usulan revisi Undang-Undang KPK dan calon pimpinan (capim) KPK yang bermasalah.
"Memantau perkembangan politik dan hukum terakhir di mana ada upaya secara sistematis pelemahan KPK melalui RUU KPK, termasuk RUU KUHP. Hal ini menunjukkan kemunduran upaya pemberantasan korupsi yang seharusnya diperkuat dan menjadi semangat dalam membangun martabat bangsa dan negara," ucap Guru Besar Antropologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Paschalis Maria Laksono di Jakarta, Senin.
Menurut dia, KPK adalah model sukses di dunia, sekaligus anak kandung reformasi yang mestinya dijaga dan diperkuat.
Seakan tidak cukup dari sisi legislasi, lanjut dia, darurat antikorupsi tergambar dalam polemik seleksi capim KPK yang diduga syarat konflik kepentingan yang jelas bertentangan dengan amanah reformasi dan tujuan bernegara sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945.
"Yakni, mencerdaskan kehidupan bangsa dan menuju kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia," ucap Laksono.
Ia menyatakan bahwa negeri ini harus belajar dari kekeliruan masa lalu, untuk tidak mementingkan kelompok orang atau golongan tertentu dan mengorbankan kepentingan masyarakat yang seharusnya menjadi prioritas.
"Pemimpin negara yang ada di eksekutif, legislatif termasuk yudikatif harus lebih peka, peduli, dan menjunjung tinggi nilai-nilai integritas untuk menjadi suri tauladan masyarakat dalam berbangsa dan bernegara," kata dia.
Menurutnya, wakil rakyat harus menjadi representasi yang memperjuangkan kemaslahatan publik bukan malah menjadi motor kehancuran sendi-sendi hukum dan demokrasi yang sedang tumbuh dan berjalan membaik.
"Presiden harus berpikir dan bekerja sungguh-sungguh untuk menjamin dan melindungi hak-hak warga negara dalam berdemokrasi termasuk memperjuangkan dan memperkuat gerakan antikorupsi," ujar Laksono.
Oleh karena itu, kata dia, Antropolog Indonesia tidak menginginkan korupsi membudaya di negeri ini melalui pembiaran dan pembenaran baik secara tidak langsung maupun secara sistematis.
"Pembiaran dan pembenaran korupsi melalui berbagai cara akan menjadikan nilai korupsi yang tadinya adalah negatif atau tidak normal menjadi positif atau normal atau wajar. Jika ini sampai terjadi jelas akan merusak moral dan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara," kata Laksono.
Dari berbagai kampus, ia menegaskan Antropolog Indonesia menolak segala bentuk pelemahan terhadap KPK sebagai garda depan dalam pemberantasan korupsi dan tetap mengajak semua elemen warga bangsa bergerak dan berjuang bersama-sama dalam melawan korupsi sesuai dengan kapasitas masing- masing.
Berita Terkait
Sebagian gugatan Melly Goeslaw soal UU Hak Cipta dikabulkan MK
Kamis, 29 Februari 2024 22:00 Wib
Puan sebut perangkat desa setuju revisi UU Desa dibahas usai pemilu
Selasa, 6 Februari 2024 13:02 Wib
Sejumlah perwakilan kepala desa temui Jokowi bahas revisi UU Desa
Selasa, 7 November 2023 15:44 Wib
Mahfud MD: UU ASN akhiri masalah tenaga honorer
Jumat, 6 Oktober 2023 15:20 Wib
Ini tanggapan Presiden soal wacana revisi UU Peradilan Militer
Selasa, 8 Agustus 2023 12:34 Wib
Menkes: UU Kesehatan tak hapus keberadaanorganisasi profesi kesehatan
Jumat, 14 Juli 2023 16:14 Wib
Tak kapok dua kali dipenjara, seorang wanita tetap main narkoba
Selasa, 11 Juli 2023 11:44 Wib
Kekerasan terhadap perempuan dilaporkan ke Polri didominasi KDRT
Senin, 10 Juli 2023 16:40 Wib