Kota Bogor (ANTARA) - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) University Prof Arif Satria menanggapi soal Guru Besar IPB Prof Bambang Hero Saharjo yang dilaporkan ke Polda Bangka Belitung usai menghitung kerugian lingkungan saat menjadi saksi ahli dalam kasus tata niaga timah yang melibatkan Harvey Moeis.

"Kami melihat bahwa gugatan terhadap saksi ahli atas keterangan di persidangan dapat merusak tatanan hukum di Indonesia," kata Prof Arif dalam keterangannya kepada ANTARA di Kota Bogor, Jawa Barat, Sabtu.

Menurut Prof Arif, jika semua saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan untuk diminta keterangan oleh majelis hakim dapat digugat atau dikriminalisasi pihak tertentu, maka tidak akan ada lagi ahli yang mau ditugaskan sebagai saksi ahli di pengadilan.

Jika ini terjadi, kata dia, maka akan semakin mempersulit hakim dalam mengambil putusan, dalam kasus perkara tertentu.

"Kami meminta agar negara melindungi semua dosen yang menjadi saksi ahli. Terlebih lagi yang dilakukan oleh Prof. Bambang Hero, yang ditunjuk sebagai saksi ahli untuk membela negara melawan perusahaan yang melakukan perusakan lingkungan," ujarnya.


Prof Arif menjelaskan, untuk memperkuat perlindungan bagi dosen yang menjadi saksi ahli, maka pemerintah perlu mengeluarkan peraturan pemerintah tentang perlindungan dosen dan guru sebagai implementasi UU Dosen dan Guru.

Diketahui, Ketua Umum DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung Andi Kusuma melaporkan Prof Bambang Hero Saharjo ke Kepolisian Daerah Bangka Belitung pada hari Rabu, 8 Januari 2025.

Dalam laporan tersebut, Andi menuduh Prof Bambang memberikan informasi yang tidak sesuai dengan fakta atau keterangan palsu, sebagaimana diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pasal ini menyatakan bahwa siapa pun yang dalam keadaan di mana undang-undang menentukan agar memberikan keterangan di atas sumpah, baik secara lisan maupun tertulis, namun justru memberikan keterangan palsu di atas sumpah, dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Jika keterangan palsu tersebut diberikan dalam perkara pidana yang tersangkanya diancam dengan pidana mati atau penjara seumur hidup, pelaku dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya sembilan tahun.

Kasus ini bermula dari permintaan Kejaksaan Agung Republik Indonesia kepada Prof. Bambang untuk melakukan perhitungan terkait kerugian negara yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan di wilayah tambang Bangka Belitung. Berdasarkan hasil analisisnya, Prof. Bambang menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan mencapai angka yang sangat besar, yaitu Rp271 triliun.

Namun, angka tersebut memicu kontroversi. Andi Kusuma mempertanyakan keahlian dan kompetensi Prof. Bambang sebagai saksi ahli dalam melakukan estimasi kerugian negara.

Menurut Andi, langkah hukum ini diambil karena adanya dugaan bahwa keterangan yang disampaikan oleh Prof Bambang tidak sepenuhnya akurat atau dapat dipertanggungjawabkan, sehingga berpotensi merugikan pihak-pihak terkait.

Peristiwa ini menyoroti perdebatan tentang validitas perhitungan kerugian negara yang didasarkan pada kerusakan lingkungan, khususnya dalam kasus yang melibatkan sektor tambang di Bangka Belitung.

Andi menyebut bahwa laporan tersebut bukan hanya soal angka yang dinilai fantastis, tetapi juga terkait dengan prinsip keadilan dan kredibilitas saksi ahli yang memegang peran penting dalam proses hukum.
 

 



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rektor tanggapi soal guru besar IPB dilaporkan usai hitung kasus timah

 


Pewarta : M Fikri Setiawan
Editor : Syarif Abdullah
Copyright © ANTARA 2025