Palembang (ANTARA) - Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Sumatra Selatan (DJPb Sumsel) sepanjang tahun 2023 mencatat alokasi anggaran ketahanan pangan mencapai Rp435,4 miliar.
Kepala DJPb Sumsel Rahmadi di Palembang, Jumat, mengatakan jumlah tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan Tahun 2022 senilai Rp377,7 miliar.
“Jumlah anggaran ini meningkat Rp57,7 miliar dibanding 2022, dimana anggaran ini digunakan untuk penyediaan benih, bibit, sarana prasarana panen dan pembangunan serta rehabilitasi jaringan irigasi,” katanya.
Ia menjelaskan alokasi anggaran ketahanan pangan tersebut dimanfaatkan untuk belanja K/L senilai Rp303,5 miliar dan belanja penyaluran Transfer ke Daerah (TKD) senilai Rp131,9 miliar.
Alokasi untuk belanja K/L meliputi benih berkualitas sebanyak 1,28 juta unit dengan dana Rp2,04 miliar, bibit unggul Rp1,53 juta unit dengan anggaran Rp10,7 miliar, sarana dan prasarana pascapanen sebesar Rp5,43 miliar dengan jumlah 26 unit.
Lalu, pembangunan irigasi sepanjang 16,24 kilometer dengan nilai Rp137,5 miliar, serta rehabilitasi irigasi sepanjang 5.340,83 kilometer dengan anggaran Rp147,7 miliar.
"Sedangkan, untuk penyaluran TKD dialokasikan untuk DAK fisik pertanian sebesar Rp80,79 miliar, DAK fisik irigasi sebesar Rp45,7 miliar dan DAK non fisik ketahanan pangan dan pertanian sebesar Rp5,39 miliar," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Bambang Pramono mengatakan pada tahun 2022, Sumsel mampu menduduki urutan ketiga tertinggi dalam peningkatan produksi padi di Indonesia.
Menurutnya, dengan gelar sebagai salah satu daerah lumbung pangan di Indonesia, sehingga fokus utama yang patut dilakukan oleh Sumsel adalah meningkatkan kontribusi yang lebih besar, utamanya pada produksi padi.
“Kami sudah disebut sebagai penyangga pangan nasional, artinya produksi beras di Sumsel sudah surplus. Jadi, saat ini upaya kami bagaimana meningkatkan surplus tersebut,” ujarnya.
Ia menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk mampu mewujudkan itu meliputi peningkatan sinergisitas di semua lapisan, pendampingan yang lebih masif serta melakukan berbagai program terobosan seperti menarik investor.
“Salah satunya penggilingan padi besar, jadi mereka tidak hanya membeli saja tetapi juga ikut terlibat dalam membina petani seperti menyalurkan modal dan lain sebagainya,” jelas Bambang.
Kepala DJPb Sumsel Rahmadi di Palembang, Jumat, mengatakan jumlah tersebut lebih besar apabila dibandingkan dengan Tahun 2022 senilai Rp377,7 miliar.
“Jumlah anggaran ini meningkat Rp57,7 miliar dibanding 2022, dimana anggaran ini digunakan untuk penyediaan benih, bibit, sarana prasarana panen dan pembangunan serta rehabilitasi jaringan irigasi,” katanya.
Ia menjelaskan alokasi anggaran ketahanan pangan tersebut dimanfaatkan untuk belanja K/L senilai Rp303,5 miliar dan belanja penyaluran Transfer ke Daerah (TKD) senilai Rp131,9 miliar.
Alokasi untuk belanja K/L meliputi benih berkualitas sebanyak 1,28 juta unit dengan dana Rp2,04 miliar, bibit unggul Rp1,53 juta unit dengan anggaran Rp10,7 miliar, sarana dan prasarana pascapanen sebesar Rp5,43 miliar dengan jumlah 26 unit.
Lalu, pembangunan irigasi sepanjang 16,24 kilometer dengan nilai Rp137,5 miliar, serta rehabilitasi irigasi sepanjang 5.340,83 kilometer dengan anggaran Rp147,7 miliar.
"Sedangkan, untuk penyaluran TKD dialokasikan untuk DAK fisik pertanian sebesar Rp80,79 miliar, DAK fisik irigasi sebesar Rp45,7 miliar dan DAK non fisik ketahanan pangan dan pertanian sebesar Rp5,39 miliar," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumsel Bambang Pramono mengatakan pada tahun 2022, Sumsel mampu menduduki urutan ketiga tertinggi dalam peningkatan produksi padi di Indonesia.
Menurutnya, dengan gelar sebagai salah satu daerah lumbung pangan di Indonesia, sehingga fokus utama yang patut dilakukan oleh Sumsel adalah meningkatkan kontribusi yang lebih besar, utamanya pada produksi padi.
“Kami sudah disebut sebagai penyangga pangan nasional, artinya produksi beras di Sumsel sudah surplus. Jadi, saat ini upaya kami bagaimana meningkatkan surplus tersebut,” ujarnya.
Ia menjelaskan berbagai upaya yang dilakukan untuk mampu mewujudkan itu meliputi peningkatan sinergisitas di semua lapisan, pendampingan yang lebih masif serta melakukan berbagai program terobosan seperti menarik investor.
“Salah satunya penggilingan padi besar, jadi mereka tidak hanya membeli saja tetapi juga ikut terlibat dalam membina petani seperti menyalurkan modal dan lain sebagainya,” jelas Bambang.