Palembang (ANTARA) - Fenomena antrean bahan bakar minyak solar terjadi di sejumlah daerah, terutama di Sumatera dan Kalimantan sejak sebulan terakhir.

Adanya geliat ekonomi yang dipicu oleh booming harga komoditas batu bara dan minyak sawit di dua provinsi itu membuat aktivitas angkutan barang menjadi tumpah ruah di jalanan.

Tentunya, pelaku angkutan mulai dari industri kecil yang memang berhak mendapatkan minyak subsidi hingga industri besar yang tak berhak pun saling berburu minyak subsidi karena disparitas harga terpaut jauh.

Harga solar subsidi saat ini adalah Rp5.150/liter, sementara solar non subsidi (Dexlite) harganya Rp12.950/liter.

Lantaran ini pula, antrean di SPBU pun tak terelakkan. Truk-truk berjajar hingga ke luar area SPBU sehingga menyebabkan kemacetan lalu lintas.

Anton, pengemudi truk pengangkut pasir yang dijumpai di SPBU tersebut, mengatakan dirinya sejak sebulan terakhir selalu mengantre untuk mendapatkan BBM solar subsidi.

Ia yang dijumpai di SPBU simpang bandara Palembang, Minggu (3/4/22) mengatakan rata-rata mengantre selama lima jam untuk mengisi penuh tangki kendaraannya.

Biasanya ia berangkat dari kawasan Sungsang, Banyuasin dengan kondisi truk tanpa muatan pada pukul 05.00 WIB untuk tiba sekitar pukul 07.00 WIB di SPBU tersebut. Lalu sekitar pukul 12.00 WIB, ia menuju kawasan Tanjung Api-Api untuk mengangkut pasir lalu kembali lagi ke Sungsang. “Bahkan saya antre sampai ke jalan baru (radius kurang lebih satu kilometer dari SPBU),” kata dia.

Ada yang unik dari keterangan Anton, dalam upayanya mendapatkan BBM itu tak sekali pun gagal. Meski menunggu hingga berjam-jam dan bersaing dengan ratusan kendaraan lain, ia tetap mendapatkan jatah BBM subsidi itu.

Lantas, apa sebenarnya yang melatari Anton rela mengantre demi mengisi penuh tangki kendaraannya. Padahal, sebelum fenomena ini terjadi, dirinya hanya membeli solar subsidi sesuai kebutuhan untuk sekali jalan sekitar 40 liter.

“Ya saya lihat semua antre, jadi saya ikut-ikutan juga. Daripada tak kebagian, karena banyak sekali yang ikut antre,” kata Anton.

Tak berbeda jauh, Rian, pengemudi truk sembako juga berpendapat demikian. Apalagi, adanya fenomena antrean minyak goreng membuat dirinya menyakini nantinya minyak solar ini juga akan sulit didapatkan (langka).

“Semua begitu, jadi saya ikut-ikutan juga. Apalagi dari perusahaan juga tidak mengizinkan kami beli solar non subsidi (Dexlite),” kata Rian yang juga dijumpai di SPBU kawasan simpang Bandara SMB II Palembang.

Akibat aktivitas antre di SPBU tersebut, Anton sejak sebulan terakhir hanya mampu menjalankan satu kali trip (perjalanan) untuk mengambil bahan pokok dari pusat pergudangan di kawasan Pusri untuk dikirimkan ke Kabupaten Banyuasin. Biasanya, ia bisa menjalankan dua kali perjalanan dalam satu hari.

Munculnya fenomena ini juga disadari oleh Pertamina seperti yang disampaikan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati setelah memantau penjualan BBM di SPBU Jalan Soekarno Hatta, Palembang, Minggu (3/3/22).

Dirinya menduga secara psikologis muncul ketakutan di masyarakat bahwa akan terjadi kelangkaan solar, padahal hal itu tidak akan terjadi karena Pertamina selalu menyuplai sesuai kebutuhan masyarakat.

Tak tanggung-tanggung, bahkan upaya ini sudah dilakukan Pertamina sejak jauh-jauh hari sebelum terjadinya antrean BBM ini.

Pertamina sudah merasakan tren permintaan solar subsidi sejak menjelang tahun lalu seiring dengan kenaikan harga batu bara dan minyak sawit.

Dengan begitu, sebenarnya warga tak perlu mengantre di SPBU untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak terutama solar subsidi karena Pertamina menjamin suplai sesuai kondisi terkini (real time).

“Tidak perlu khawatir, tidak perlu lihat orang antre lalu ikut-ikutan antre, karena masih ada (minyak),” kata Nicke yang saat memantau SPBU itu juga didampingi Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Toni Harmanto.

Masyarakat diharapkan tak perlu panik karena Pertamina sudah mendapatkan jaminan dari pemerintah untuk tetap mengawal ketersediaan BBM di masyarakat, baik untuk kelompok subsidi maupun non subsidi.

Jaminan ini diberikan pemerintah agar harga-harga kebutuhan pokok masyarakat tidak mengalami kenaikan mengingat minyak solar subsidi diperuntukkan bagi kendaraan umum dan kendaraan pengangkut barang-barang logistik.

Pemerintah memutuskan tetap memberikan subsidi untuk minyak solar, walau bantuan yang diberikan relatif besar yakni Rp7.800 untuk tiap liter. Ini juga berlaku untuk gas LPG 3 Kilogram, yang mana setiap kilogram disubsidi pemerintah Rp11.000.

Oleh karena itu, sejak awal Pertamina menyediakan suplai BBM itu merujuk pada permintaan masyarakat (base on demand). Bahkan di beberapa daerah, Pertamina sampai menambah pasokan hingga 75 persen dari biasanya. “Dan ini yang kami lakukan (tambah pasokan),” kata dia.

Baginya, situasi panic buying (membeli karena panik) justru akan berbuah malapetaka. Adanya ketakutan bahwa BBM akan habis akan membuat terjadinya rush sehingga antrean di SPBU menjadi tak terelakkan lagi. Jika sudah begini, maka semua sektor akan terganggu.

Oleh karena itu, Nicke mengimbau pelaku angkutan barang tak lagi memburu BBM solar subsidi hingga rela mengantre berjam-jam di SPBU. Bahkan, sampai bersiasat berpindah-pindah SPBU demi mengisi penuh tangki kendaraan.

Baginya, kondisi saat ini sangat terkendali, seperti di Sumsel terdapat 27 SPBU yang menyediakan BBM solar bersubsidi, yang menurut Nicke itu sangat memenuhi kebutuhan angkutan logistik.

Jika tetap terjadi antrean, Pertamina pun sudah memiliki langkah antisipasi yakni dengan mengoperasionalkan SPBU Mobile atau unit mobil tangki yang memiliki alat hitung pembelian BBM.

Tak hanya itu, Pertamina juga dapat mengoperasikan unit Pertashop Mobile yang sempat digunakan di Tol untuk masa mudik Lebaran.

Di Sumsel, Pertamina menyediakan sebanyak 17 unit mobile dispenser sehingga saat terjadi antrean maka bisa jemput bola dengan cara mendekati kendaraan-kendaraan yang sudah mengular hingga keluar area SPBU.
 

Direktur Utama Nicke Widyawati (kanan) didampingi Kapolda Sumatera Selatan Irjen Pol Toni Harmanto (kedua kanan) berbincang dengan supir truk saat melakukan sidak di SPBU Soekarno Hatta Palembang, Sumatera Selatan, Minggu (3/4/2022). (ANTARA FOTO/Nova Wahyudi)

 

Langkah lainnya, Pertamina juga memantau secara real time setiap stok di SPBU bahkan hingga dispensernya melalui sistem digitalisasi untuk menghindari terjadi kekosongan BBM.

Untuk itu, jika ada SPBU yang kondisinya sudah nyaris kosong maka pihaknya akan mengontak pengelola agar segera mengajukan Delivery Order (DO). Jika pun belum memiliki dana, Pertamina juga sudah memiliki skema kredit.

Melalui upaya-upaya itu, sejauh ini Nicke menilai antrean kendaraan di SPBU sudah tak separah sebelumnya. Apalagi sejak Pertamina menambah pasokan hingga 20 persen di wilayah Sumsel.

“Bisa dilihat sendiri, antrean yang terjadi pada bulan lalu ini sudah tidak ada dan sudah terurai,” kata Nicke saat memantau SPBU itu memang tidak terjadi lagi antrean kendaraan yang mengular hingga ke badan jalan.

Berdasarkan pantauan ANTARA, Senin (4/4) sekitar pukul 11.00 WIB, antrean kendaraan angkutan barang tak terjadi lagi di SPBU 24.301.120 kawasan Celentang.

Sebelumnya, sejak sebulan terakhir, kawasan tersebut kerap dilanda kemacetan karena antrean truk mengular hingga ke badan jalan. Kondisi ini kerap dikeluhkan warga setempat.

Demikian juga di SPBU simpang bandara. Walau tetap terjadi antrean pada hari ini tapi tak separah sepekan lalu, yang mana kendaraan mengular hingga radius satu kilometer. Kini hanya beberapa puluh meter ke luar dari area SPBU.

Jaya, pengemudi truk angkutan sembako yang dijumpai di SPBU tersebut membenarkan bahwa antrean kendaraan sudah berkurang.

“Kemarin lebih sepi lagi, karena mungkin hari pertama puasa. Saya pikir hari ini bakal rame lagi, tapi ternyata tidak. Ini kurang dari satu jam sudah dapat, biasanya antre 3-4 jam di sini,” kata Jaya.

Ini juga tak lepas dari upaya pengelola SPBU yang menambah nozel (alat semprot BBM ke tangki kendaraan) khusus untuk pembelian solar subsidi dari sebelumnya dua unit menjadi empat unit.

Wakil Gubernur Sumsel Mawardi Yahya mengatakan pihaknya sejak awal menyerahkan persoalan antrean kendaraan di SPBU untuk mendapatkan minyak subsidi ini ke pemerintah pusat. Kebijakan ini dinilai yang terbaik mengingat kewenangan mengenai kuota, pengawasan hingga pendistribusiannya berada di BPH Migas dan PT Pertamina.

“Sejak awal kami menyerahkan ke pemerintah pusat. Tapi kami juga membantu dengan mengedukasi masyarakat untuk tidak panic buying supaya kondisi tak terganggu,” kata dia.

Imbauan ini juga diterapkan pemprov untuk kebutuhan pokok lainnya, apalagi menjelang Ramadhan hingga Lebaran agar harga kebutuhan pokok tetap terkendali.
 

Kawal penyaluran BBM

Sementara itu, Kepolisian Daerah Sumatera Selatan berjanji mengawal penyaluran BBM dari hulu hingga hilir untuk mengatasi fenomena yang saat ini terjadi.

Adanya permintaan yang tinggi terhadap solar subsidi ternyata telah memicu aksi kejahatan, mulai dari penimbunan hingga pengoplosan.

Kapolda Sumsel Irjen Pol Toni Harmanto mengatakan saat ini pihaknya memproses lima perkara penyalahgunaan Bahan Bakar Minyak yang sebagian besar sudah memasuki tahapan penyidikan.

Hingga kini polisi masih mendalami kasus-kasus tersebut untuk melengkapi berkas penyidikan agar segera diserahkan ke Kejaksaan.

Sebagian besar kasus itu berupa modifikasi tangki kendaraan agar pelaku dapat memperoleh BBM di SPBU dalam jumlah yang besar. Atau memodifikasi mobil pengangkut sedemikian rupa agar menyerupai milik PT Pertamina Patra Niaga.

Kemudian, setelah mendapatkan BBM dalam jumlah besar itu, pelaku mengoplosnya terutama untuk jenis minyak solar.

“Mengenai pengoplosan ini kami masih selidiki apakah masuk ke industri,” kata dia setelah memantau penjualan BBM di SPBU Simpang Bandara bersama Dirut Pertamina Nicke Widyawati.

Saat ini Polda Sumsel masih mendalami satu kasus di Muara Enim berupa pengoplosan BBM beromset miliaran rupiah per hari.

Sebanyak enam orang sudah ditetapkan menjadi tersangka yang merupakan warga Desa Karang Agung, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Sumsel. Para pelaku ini ditangkap di Jalan lintas Prabumulih, Desa Tanjung Terang, Muara Enim, pada Jumat (11/3) dini hari.

Penangkapan berdasarkan laporan BPH Migas yang menduga ada aktivitas pengoplosan BBM solar industri dengan dicampur minyak mentah ilegal di Kecamatan Gunung Megang, Muara Enim.

Toni memastikan polisi akan mendalami kasus ini hingga mengungkap siapa pelaku pemberi modal.

Saat ini, Kepolisian juga telah menyerahkan sampel BBM yang diduga dioplos ke BPH Migas untuk diperiksa di laboratorium.

“Apakah minyak ini bisa merusak mesin itu sedang diperiksa di laboratorium. Yang jelas dari keterangan tersangka disebutkan solar itu dioplos dengan asam cuka, air raksa dan cuka parah,” kata dia.

Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati mengharapkan masyarakat juga dapat mengambil peran dalam melawan aksi kejahatan penyalahgunaan BBM ini dengan melaporkan ke Kepolisian atau menghubungi Call Center 135.

Laporan dapat berupa aduan mengenai pelanggaran hukum dalam pendistribusian hingga penjualan hingga jika mendapati ada SPBU yang mengalami kekosongan BBM.

Hingga kini Pertamina terus mendorong pemerintah untuk mempertegas regulasi kendaraan yang diperbolehkan menggunakan solar subsidi.

Di beberapa daerah didapati fakta bahwa pembeli BBM solar subsidi ini merupakan truk pengangkut batu bara dan minyak sawit yang dinilai sudah masuk skala industri besar.

Mengacu pada Peraturan Presiden No. 191 Tahun 2014, pengguna yang berhak atas solar subsidi untuk sektor transportasi adalah kendaraan bermotor plat hitam untuk pengangkut orang atau barang, kendaraan bermotor plat kuning kecuali mobil pengangkut hasil tambang dan perkebunan dengan roda lebih dari enam.

Lalu, kendaraan layanan umum (ambulans, pemadam kebakaran, pengangkut sampah), kapal angkutan umum berbendera Indonesia, kapal perintis, serta kereta api penumpang umum dan barang.

Dampak dari subsidi yang tak tepat sasaran ini membuat Pertamina mengalami penurunan hingga 11 persen untuk penjualan BBM industri, sementara penyaluran solar subsidi oleh Pertamina telah melebihi kuota sekitar 10 persen per Februari untuk skala nasional. Sementara, untuk wilayah Sumsel sudah melebihi kuota hingga 12 persen, kata Nicke.

Adanya fenomena antrean kendaraan di SPBU menunjukkan demikian mudah masyarakat terprovokasi untuk sekadar ikut-ikutan pada suatu hal yang belum jelas. Hingga kini, hanya BBM jenis Pertamax yang mengalami kenaikan harga, sementara untuk Bio Solar, Pertalite, Dexlite, Pertadex dan Pertamax Turbo tetap seperti biasa.

Jika saja perkiraan masyarakat terhadap keadaan di masa depan ini bisa dikelola dengan baik sedari awal maka tak perlu ada antrean ini. Karena toh, stok BBM itu tersedia dan selalu disuplai Pertamina ke SPBU.


Pewarta : Dolly Rosana
Uploader : Aang Sabarudin
Copyright © ANTARA 2024