Jakarta (ANTARA) - Indonesia Corruption Watch (ICW) menanggapi laporan polisi terhadap dua penelitinya yang dilayangkan oleh Moeldoko selaku Kepala Staf Kepresidenan (KSP) terkait dugaan pencemaran nama baik dan fitnah.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan ICW menghormati langkah Moeldoko dalam menghadapi kritikan masyarakat dengan menempuh jalur hukum.
Ia menjelaskan, terkait dugaan konflik kepentingan penjabat publik, yakni KSP dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin yang disebutkan dalam kajian ICW, kata Kurnia, ditujukan untuk memitigasi potensi KKN di tengah situasi pandemi COVID-19.
"Jika para pihak, terutama pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dirinya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum," ujar Kurnia.
Kurnia menjelaskan, ada dua hal yang menjadi pokok persoalan selama ini. Pertama, Moeldoko beranggapan ICW telah menuduh yang bersangkutan mendapat untung dalam peredaran Ivermectin.
Menurut dia, Moeldoko terlalu jauh menafsirkan kajian ICW tersebut. Sebab, dalam siaran pers yang diunggah oleh ICW melalui laman lembaga maupun penyampaian lisan oleh peneliti ICW, tidak ada kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Moeldoko.
"ICW memastikan seluruh kalimat di dalam siaran pers tersebut menggunakan kata 'indikasi' dan 'dugaan'. Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," tuturnya.
Yang kedua, lanjut dia, terkait pernyataan Peneliti ICW tentang kerja sama ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
Kurnia menyebutkan, pihaknya telah menyampaikan ada kekeliruan penyampaian informasi secara lisan. Sebab, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers.
"Atas kekeliruan penyampaian ini, ICW telah menyampaikan permintaan maaf dalam surat balasan somasi beberapa waktu lalu," kata Kurnia.
Berkaitan dengan permintaan maaf ICW, Kurnia menegaskan, bahwa hal tersebut disampaikan hanya terbatas pada kekeliruan penyampaian lisan tentang ekspor beras, bukan terhadap kajian secara keseluruhan peredaran Ivermectin.
Terkait langkah hukum yang diambil oleh Moeldoko, menurut Kurnia, ICW telah didampingi sejumlah kuasa hukum. Selanjutnya, pihak kuasa hukum akan mendampingi terlapor guna menghadapi setiap tahapan di Bareskrim Polri.
ICW pun berharap agar pelaporan yang dilakukan Moeldoko ke Bareskrim Polri tidak menyurutkan langkah berbagai kelompok masyarakat yang selama ini menjalankan peran untuk mengawasi tindak tanduk dan kebijakan yang diambil oleh pejabat publik.
"Pengawasan publik tetap harus dilakukan agar potensi penyimpangan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dideteksi guna mencegah kerugian bagi masyarakat luas," kata Kurnia.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Jumat, mengatakan ICW menghormati langkah Moeldoko dalam menghadapi kritikan masyarakat dengan menempuh jalur hukum.
Ia menjelaskan, terkait dugaan konflik kepentingan penjabat publik, yakni KSP dengan pihak swasta dalam peredaran Ivermectin yang disebutkan dalam kajian ICW, kata Kurnia, ditujukan untuk memitigasi potensi KKN di tengah situasi pandemi COVID-19.
"Jika para pihak, terutama pejabat publik merasa tidak sependapat atas kajian itu, sudah sepatutnya dirinya dapat membantah dengan memberikan argumentasi dan bukti-bukti bantahan yang relevan, tidak justru mengambil jalan pintas melalui mekanisme hukum," ujar Kurnia.
Kurnia menjelaskan, ada dua hal yang menjadi pokok persoalan selama ini. Pertama, Moeldoko beranggapan ICW telah menuduh yang bersangkutan mendapat untung dalam peredaran Ivermectin.
Menurut dia, Moeldoko terlalu jauh menafsirkan kajian ICW tersebut. Sebab, dalam siaran pers yang diunggah oleh ICW melalui laman lembaga maupun penyampaian lisan oleh peneliti ICW, tidak ada kalimat tudingan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada Moeldoko.
"ICW memastikan seluruh kalimat di dalam siaran pers tersebut menggunakan kata 'indikasi' dan 'dugaan'. Sebelum tiba pada kesimpulan adanya dugaan konflik kepentingan, kami memastikan kajian itu telah melalui proses pencarian informasi dan data dari berbagai sumber yang kredibel," tuturnya.
Yang kedua, lanjut dia, terkait pernyataan Peneliti ICW tentang kerja sama ekspor beras antara HKTI dengan PT Noorpay Nusantara Perkasa.
Kurnia menyebutkan, pihaknya telah menyampaikan ada kekeliruan penyampaian informasi secara lisan. Sebab, fakta yang benar adalah mengirimkan kader HKTI ke Thailand guna mengikuti sejumlah pelatihan sebagaimana tertuang dalam dokumen siaran pers.
"Atas kekeliruan penyampaian ini, ICW telah menyampaikan permintaan maaf dalam surat balasan somasi beberapa waktu lalu," kata Kurnia.
Berkaitan dengan permintaan maaf ICW, Kurnia menegaskan, bahwa hal tersebut disampaikan hanya terbatas pada kekeliruan penyampaian lisan tentang ekspor beras, bukan terhadap kajian secara keseluruhan peredaran Ivermectin.
Terkait langkah hukum yang diambil oleh Moeldoko, menurut Kurnia, ICW telah didampingi sejumlah kuasa hukum. Selanjutnya, pihak kuasa hukum akan mendampingi terlapor guna menghadapi setiap tahapan di Bareskrim Polri.
ICW pun berharap agar pelaporan yang dilakukan Moeldoko ke Bareskrim Polri tidak menyurutkan langkah berbagai kelompok masyarakat yang selama ini menjalankan peran untuk mengawasi tindak tanduk dan kebijakan yang diambil oleh pejabat publik.
"Pengawasan publik tetap harus dilakukan agar potensi penyimpangan kekuasaan, korupsi, kolusi dan nepotisme dapat dideteksi guna mencegah kerugian bagi masyarakat luas," kata Kurnia.