Jakarta (ANTARA) - Salah satu sampah yang tidak terurai dan menjadi ancaman besar pada pemanasan global adalah styrofoam, mencoba menjawab keresahan masyarakat maka hadirlah inovasi piring pelepah pinang yang baru- baru ini dikenalkan di Indonesia.
Piring pelepah pinang bahkan telah mendapatkan persetujuan dan apresiasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terkhusus langsung dari Menteri Sandiaga Uno yang menurutnya terobosan berani.
Pada Juni 2021, Menteri Sandi menyebut inovasi piring pelepah pinang yang ramah lingkungan ini tidak hanya menjadi solusi untuk alam tapi juga masyarakat secara sosial.
"Solusi untuk lingkungan hidup, solusi sosial yang menciptakan lapangan kerja, dan mudah-mudahan ini juga menjadi langkah kita untuk menghindari penggunaan styrofoam,” katanya kala itu menjelaskan kehadiran piring pelepah pinang.
Rupanya sebagian pembuat piring pelepah pinang merupakan warga dari Desa Sinar Wajo dan Desa Sungai Beras yang berlokasi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
Mereka tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yaitu KUPS Lojo Kleppaa dan KUPS Kodopi Mitra Madani.
Untuk menopang kehidupan sehari-hari mereka biasanya menjual pinang namun akibat pandemi menghantam Indonesia pada Maret 2019, permintaan akan pinang dan harga pinang terus menurun.
Menjelang akhir tahun 2020 masyarakat sekitar mulai mengembangkan piring pelepah pinang yang idenya mereka bawa dari luar desa.
Komunitas Konservasi Indonesia - Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) melakukan pendampingan terhadap pengembangan produk kerajinan dari pelepah yang bernilai ekonomi tersebut dan membuka kerja sama dengan Rumah Jambee, salah unit usaha piring pelepah pinang di Jambi.
“Kami memberi pelatihan terkait proses pembuatan piring, termasuk cara menggunakan alat untuk mencetak, sehingga masyarakat bisa langsung praktik,” kata Fasilitator Komunitas dan Kabupaten KKI Warsi Ayu Shafira.
Namun sudahkah anda mengenal manfaat dari piring pelepah pinang, berikut kami hadirkan fakta menarik tentang piring hasil inovasi anak bangsa itu.
Solusi limbah pelepah
Karena mengandalkan pinang sebagai sumber pendapatan, perkebunan pohon pinang memang mendominasi area Desa Sinar Wajo dan Desa Sungai Beras.
Pinang menjadi penopang ekonomi masyarakat. Namun, di sisi lain, sampah dari pelepah pinang luar biasa banyak.
Jika pelepah itu dibiarkan berserakan di perkebunan dan kemudian mengering, saat musim kemarau sampah pelepah itu jadi mudah terbakar. Hal ini berbahaya karena bisa memicu kebakaran lahan.
“Ketika inovasi piring pelepah pinang dikembangkan, petani diuntungkan. Mereka tidak harus membersihkan area perkebunan dari pelepah yang setiap hari berjatuhan dan mengotori kebun. Perajin boleh mengambil dan memanfaatkan limbah pelepah itu sebagai bahan baku, tanpa harus membayar sedikit pun. Jadi, bahan baku yang begitu berlimpah bisa didapatkan secara gratis,” kata Ayu.
Untuk membuat piring, pelepah pinang yang baru jatuh sekitar satu-dua hari diambil, lalu dicuci dengan sabun pencuci piring yang aman untuk bahan makanan, dijemur selama kurang lebih 3 – 4 jam.
Setelah pelepah kering, piring dicetak dengan alat mesin molding hot press dengan suhu 120 derajat celcius. Satu menit kemudian, piring sudah siap digunakan.
Dalam proses pembuatannya, perajin tidak menggunakan bahan kimia sama sekali. Piringnya pun lebih kokoh daripada piring kertas, karena pelepah pinang memang tebal dan berlapis lilin. Pengeringannya mengandalkan sinar matahari.
“Piring ini juga tahan lama. Jika sudah dijemur hingga benar-benar kering, ia tidak akan berjamur sama sekali, meski disimpan di dalam lemari tertutup. Jika sudah selesai digunakan, piring bisa dibuang seperti membuang daun pisang. Dia akan terurai di alam tanpa merusak lingkungan,” kata Ayu.
Bisa dipakai ulang
Konsep piring ini memang bukan satu kali pakai. Artinya, konsumen bisa menggunakannya berulang hingga maksimal 8 kali. Karena itu, piring pelepah pinang bisa menggeser posisi styrofoam.
Sedikit kiat, saat mencuci piring pelepah pinang anda harus mencucinya secara cepat dan jangan merendamnya agar air tidak merusak serat sehingga struktur piring tetap kokoh.
Tidak hanya bisa digunakan untuk makanan yang kering, misalnya gorengan, kekuatan piring pelepah pinang juga serupa dengan styrofoam, yaitu bisa untuk menyajikan makanan berkuah yang panas, seperti bakso. Karena kokoh, piring atau mangkuk pelepah tidak akan mudah sobek.
Harga terjangkau
Sejak mulai menekuni usaha piring pelepah pinang pada November 2020, hingga April 2021 kedua desa ini sudah menjual sekitar 400 buah piring secara total. Harga satu buah piring berkisar antara Rp5000- Rp6000.
Ayu menjelaskan, kalau piringnya dibentuk seperti styrofoam yang tertutup, artinya memerlukan dua buah piring pelepah yang kemudian ditangkupkan. Itu berarti harganya bisa menjadi dua kali lipat. Harga ini masih terbilang murah, jika dibandingkan harga piring yang dipasarkan melalui toko online. Ayu pernah menemukan piring yang sama dijual seharga Rp16000 di Bali.
Sejauh ini piring tersebut baru dipasarkan di sekitar Jambi, belum meluas ke daerah lain.
Maka dari itu perlu dukungan yang kuat dari pihak swasta atau pemerintah untuk membantu produk ini bisa memiliki daya saing yang lebih baik dan mendukung UMKM di kawasan Jambi.
Corak cantik yang menarik
Piring pelepah pinang yang dipasarkan kini tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk.
Ada yang persegi panjang, ada juga yang bundar dalam diameter berbeda-beda. Dari segi warna, piring tersebut terbagi menjadi 3 grade, yaitu A, B, dan C. Grade A adalah piring nyaris tanpa corak atau polos, grade B adalah piring setengah bermotif, dan grade C adalah piring dengan banyak motif.
“Secara kualitas tidak ada perbedaan sama sekali di antara 3 grade tersebut. Warna dan coraknya benar-benar tergantung pada pelepah pinang yang kita dapatkan. Rata-rata konsumen menyukai piring yang bermotif seperti serat kayu alami. Harga piring yang bermotif dikenai harga sedikit lebih mahal, karena tampilannya lebih bagus. Tapi, selisihnya hanya Rp500, kok,” kata Ayu.
Solusi ekonomi dan lingkungan
Dalam mengerjakan piring pelepah pinang ini, setiap desa memiliki rumah produksi. Lima belas orang dari tiap desa memproduksi piring secara swadaya. Tugas mereka terbagi-bagi, Seperti perusahaan kecil, ada yang bekerja di bagian produksi untuk mencetak pelepah, dan ada yang bertanggung jawab di bagian pemasaran.
“Inovasi piring pelepah pinang ini telah meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya di tengah berbagai pembatasan terkait penanggulangan pandemi COVID-19. Di samping itu, kedua desa ini mendapatkan ancaman konversi lahan. Ada wacana bahwa komoditas pinang yang ramah gambut ini akan dialihkan menjadi komoditas tidak ramah gambut, seperti sawit. Jika telah mendapatkan penghasilan tambahan dari piring pelepah, para petani bisa tetap menanam pohon pinang dan tetap menjaga kelestarian ekosistem gambut, khususnya di wilayah Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh,” kata Koordinator Project KKI Warsi Asrul Aziz Sigalingging.
Ia melanjutkan, dengan membeli piring pelepah pinang, konsumen bisa membantu dari sisi ekonomi dan ekologi.
Selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, konsumen akan berkontribusi secara langsung terhadap penyelamatan lingkungan.
Piring hasil produksi kedua desa itu pun sudah diberi merek sesuai nama KUPS mereka. Jika membeli produk mereka, konsumen akan mendapatkan kartu cantik berisi ucapan terima kasih, karena secara langsung telah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, sekaligus menyelamatkan ekosistem lahan gambut.
Menarik sekali bukan mengenal piring pelepah pinang? Anda bisa mulai beralih menggunakan produk ini untuk bisnis atau pun pemakaian sehari- hari agar bisa menjaga keberlanjutan ekonomi maupun lingkungan sehingga kita bisa meminimalisir potensi pemanasan global yang saat ini terjadi.
Piring pelepah pinang bahkan telah mendapatkan persetujuan dan apresiasi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif terkhusus langsung dari Menteri Sandiaga Uno yang menurutnya terobosan berani.
Pada Juni 2021, Menteri Sandi menyebut inovasi piring pelepah pinang yang ramah lingkungan ini tidak hanya menjadi solusi untuk alam tapi juga masyarakat secara sosial.
"Solusi untuk lingkungan hidup, solusi sosial yang menciptakan lapangan kerja, dan mudah-mudahan ini juga menjadi langkah kita untuk menghindari penggunaan styrofoam,” katanya kala itu menjelaskan kehadiran piring pelepah pinang.
Rupanya sebagian pembuat piring pelepah pinang merupakan warga dari Desa Sinar Wajo dan Desa Sungai Beras yang berlokasi di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Provinsi Jambi.
Mereka tergabung dalam Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS), yaitu KUPS Lojo Kleppaa dan KUPS Kodopi Mitra Madani.
Untuk menopang kehidupan sehari-hari mereka biasanya menjual pinang namun akibat pandemi menghantam Indonesia pada Maret 2019, permintaan akan pinang dan harga pinang terus menurun.
Menjelang akhir tahun 2020 masyarakat sekitar mulai mengembangkan piring pelepah pinang yang idenya mereka bawa dari luar desa.
Komunitas Konservasi Indonesia - Warung Informasi Konservasi (KKI Warsi) melakukan pendampingan terhadap pengembangan produk kerajinan dari pelepah yang bernilai ekonomi tersebut dan membuka kerja sama dengan Rumah Jambee, salah unit usaha piring pelepah pinang di Jambi.
“Kami memberi pelatihan terkait proses pembuatan piring, termasuk cara menggunakan alat untuk mencetak, sehingga masyarakat bisa langsung praktik,” kata Fasilitator Komunitas dan Kabupaten KKI Warsi Ayu Shafira.
Namun sudahkah anda mengenal manfaat dari piring pelepah pinang, berikut kami hadirkan fakta menarik tentang piring hasil inovasi anak bangsa itu.
Solusi limbah pelepah
Karena mengandalkan pinang sebagai sumber pendapatan, perkebunan pohon pinang memang mendominasi area Desa Sinar Wajo dan Desa Sungai Beras.
Pinang menjadi penopang ekonomi masyarakat. Namun, di sisi lain, sampah dari pelepah pinang luar biasa banyak.
Jika pelepah itu dibiarkan berserakan di perkebunan dan kemudian mengering, saat musim kemarau sampah pelepah itu jadi mudah terbakar. Hal ini berbahaya karena bisa memicu kebakaran lahan.
“Ketika inovasi piring pelepah pinang dikembangkan, petani diuntungkan. Mereka tidak harus membersihkan area perkebunan dari pelepah yang setiap hari berjatuhan dan mengotori kebun. Perajin boleh mengambil dan memanfaatkan limbah pelepah itu sebagai bahan baku, tanpa harus membayar sedikit pun. Jadi, bahan baku yang begitu berlimpah bisa didapatkan secara gratis,” kata Ayu.
Untuk membuat piring, pelepah pinang yang baru jatuh sekitar satu-dua hari diambil, lalu dicuci dengan sabun pencuci piring yang aman untuk bahan makanan, dijemur selama kurang lebih 3 – 4 jam.
Setelah pelepah kering, piring dicetak dengan alat mesin molding hot press dengan suhu 120 derajat celcius. Satu menit kemudian, piring sudah siap digunakan.
Dalam proses pembuatannya, perajin tidak menggunakan bahan kimia sama sekali. Piringnya pun lebih kokoh daripada piring kertas, karena pelepah pinang memang tebal dan berlapis lilin. Pengeringannya mengandalkan sinar matahari.
“Piring ini juga tahan lama. Jika sudah dijemur hingga benar-benar kering, ia tidak akan berjamur sama sekali, meski disimpan di dalam lemari tertutup. Jika sudah selesai digunakan, piring bisa dibuang seperti membuang daun pisang. Dia akan terurai di alam tanpa merusak lingkungan,” kata Ayu.
Bisa dipakai ulang
Konsep piring ini memang bukan satu kali pakai. Artinya, konsumen bisa menggunakannya berulang hingga maksimal 8 kali. Karena itu, piring pelepah pinang bisa menggeser posisi styrofoam.
Sedikit kiat, saat mencuci piring pelepah pinang anda harus mencucinya secara cepat dan jangan merendamnya agar air tidak merusak serat sehingga struktur piring tetap kokoh.
Tidak hanya bisa digunakan untuk makanan yang kering, misalnya gorengan, kekuatan piring pelepah pinang juga serupa dengan styrofoam, yaitu bisa untuk menyajikan makanan berkuah yang panas, seperti bakso. Karena kokoh, piring atau mangkuk pelepah tidak akan mudah sobek.
Harga terjangkau
Sejak mulai menekuni usaha piring pelepah pinang pada November 2020, hingga April 2021 kedua desa ini sudah menjual sekitar 400 buah piring secara total. Harga satu buah piring berkisar antara Rp5000- Rp6000.
Ayu menjelaskan, kalau piringnya dibentuk seperti styrofoam yang tertutup, artinya memerlukan dua buah piring pelepah yang kemudian ditangkupkan. Itu berarti harganya bisa menjadi dua kali lipat. Harga ini masih terbilang murah, jika dibandingkan harga piring yang dipasarkan melalui toko online. Ayu pernah menemukan piring yang sama dijual seharga Rp16000 di Bali.
Sejauh ini piring tersebut baru dipasarkan di sekitar Jambi, belum meluas ke daerah lain.
Maka dari itu perlu dukungan yang kuat dari pihak swasta atau pemerintah untuk membantu produk ini bisa memiliki daya saing yang lebih baik dan mendukung UMKM di kawasan Jambi.
Corak cantik yang menarik
Piring pelepah pinang yang dipasarkan kini tersedia dalam berbagai ukuran dan bentuk.
Ada yang persegi panjang, ada juga yang bundar dalam diameter berbeda-beda. Dari segi warna, piring tersebut terbagi menjadi 3 grade, yaitu A, B, dan C. Grade A adalah piring nyaris tanpa corak atau polos, grade B adalah piring setengah bermotif, dan grade C adalah piring dengan banyak motif.
“Secara kualitas tidak ada perbedaan sama sekali di antara 3 grade tersebut. Warna dan coraknya benar-benar tergantung pada pelepah pinang yang kita dapatkan. Rata-rata konsumen menyukai piring yang bermotif seperti serat kayu alami. Harga piring yang bermotif dikenai harga sedikit lebih mahal, karena tampilannya lebih bagus. Tapi, selisihnya hanya Rp500, kok,” kata Ayu.
Solusi ekonomi dan lingkungan
Dalam mengerjakan piring pelepah pinang ini, setiap desa memiliki rumah produksi. Lima belas orang dari tiap desa memproduksi piring secara swadaya. Tugas mereka terbagi-bagi, Seperti perusahaan kecil, ada yang bekerja di bagian produksi untuk mencetak pelepah, dan ada yang bertanggung jawab di bagian pemasaran.
“Inovasi piring pelepah pinang ini telah meningkatkan pendapatan masyarakat, khususnya di tengah berbagai pembatasan terkait penanggulangan pandemi COVID-19. Di samping itu, kedua desa ini mendapatkan ancaman konversi lahan. Ada wacana bahwa komoditas pinang yang ramah gambut ini akan dialihkan menjadi komoditas tidak ramah gambut, seperti sawit. Jika telah mendapatkan penghasilan tambahan dari piring pelepah, para petani bisa tetap menanam pohon pinang dan tetap menjaga kelestarian ekosistem gambut, khususnya di wilayah Hutan Lindung Gambut Sungai Buluh,” kata Koordinator Project KKI Warsi Asrul Aziz Sigalingging.
Ia melanjutkan, dengan membeli piring pelepah pinang, konsumen bisa membantu dari sisi ekonomi dan ekologi.
Selain meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, konsumen akan berkontribusi secara langsung terhadap penyelamatan lingkungan.
Piring hasil produksi kedua desa itu pun sudah diberi merek sesuai nama KUPS mereka. Jika membeli produk mereka, konsumen akan mendapatkan kartu cantik berisi ucapan terima kasih, karena secara langsung telah mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, sekaligus menyelamatkan ekosistem lahan gambut.
Menarik sekali bukan mengenal piring pelepah pinang? Anda bisa mulai beralih menggunakan produk ini untuk bisnis atau pun pemakaian sehari- hari agar bisa menjaga keberlanjutan ekonomi maupun lingkungan sehingga kita bisa meminimalisir potensi pemanasan global yang saat ini terjadi.