Jakarta (Antarasumsel.com) - "Kata Bu Guru harus bawa nasi, nggak boleh roti, Uti," kata Esa (6) kepada neneknya yang hendak memasukkan roti isi coklat ke dalam kotak makanan dengan satu botol yogurt.
Juhariyah (54), sang nenek, mengiyakan dan bergegas ke dapur untuk menyiapkan nasi beserta lauk-pauknya untuk bekal.
Setiap hari dari Senin sampai Sabtu, Esa yang masih duduk di taman kanak-kanak harus membawa bekal untuk belajar makan sendiri sampai habis.
"Sekolah sebenarnya mewajibkan harus pakai sayur dan buah, tapi dia ini nggak doyan. Jadi paling bekal yang disiapkan nugget, telur, sosis, ayam, itu yang dia suka," kata Juhariyah yang setiap hari menyiapkan bekal karena orang tua Esa harus bekerja.
Membawa bekal, diharapkan juga menjauhkan anak-anak dari kebiasaan jajan sembarangan yang belum terjamin kebersihan dan kandungan gizinya.
Menurut dia, selain mewajibkan anak membawa bekal, sekolah juga melarang orang tua untuk memberikan uang saku serta melarang pedagang berjualan makanan di sekitar sekolah.
Juhariyah mengatakan hingga kini cucunya tidak memiliki kebiasaan jajan sembarangan, Esa lebih senang memakan camilan yang ada di rumah.
Setali tiga uang, Nur Khasanah (40) juga menyiapkan bekal untuk anaknya, Alif (11) karena sekolah mewajibkan membawa bekal, tetapi hanya dua hari dalam seminggu, pada Selasa dan Rabu.
Ia memastikan ada sayur dalam bekal anaknya untuk mendampingi lauk favorit telur dan ayam.
Meski lebih repot karena harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan makanan bekal, Nur mengaku senang karena lebih sehat dan irit.
"Pengennya bawa bekal setiap hari, tapi kalau sendirian makan tidak ada temannya kasian juga dia, pasti pengen ikut jajan sama temannya juga," kata dia.
Tidak bisa sepenuhnya melarang anaknya untuk jajan, Nur hanya membatasi jajanan yang boleh dibeli dan tidak boleh dibeli saat di sekolah.
Makanan yang dilarang untuk dibeli, antara lain makanan dengan sambal karena dinilainya mengandung pewarna makanan dan terbuat dari bahan yang tidak sehat.
"Saya suka larang anak jajan makanan yang ada saus dan bumbu penguat rasanya. Sebenarnya batagor atau tahu bulat tidak apa-apa, tapi sausnya itu," ucap dia.
Selain makanan, Nur juga melarang anaknya yang duduk di bangku SD untuk membeli minuman kemasan karena mengandung pewarna, pemanis buatan serta pengawet.
Meski sekolah memiliki kantin, tetapi ia menilai makanan yang dijual kurang sehat seperti minuman kemasan, snack dengan MSG dan mie instan.
Ia berharap ke depan sekolah juga memperhatikan makanan yang dijual di kantin agar anak memiliki pilihan jajanan yang sehat.
Bekal lebih sehat
Dilihat dari pernyataan orang tua tersebut, sudah tepatkah hal yang dianggap penting dalam bekal?
Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Malang Fatimah Az-Zahra menyarankan orang tua yang menyiapkan bekal makan untuk anak sebaiknya memperhatikan keseimbangan dan kelengkapan gizi, seperti kandungan karbohidrat, protein dan serat.
"Yang jadi perhatian untuk bekal itu keseimbangan dan kelengkapan, seperti ada nasi, lauk, sayur dan buah," ujar Fatimah.
Porsi juga perlu disesuaikan dengan makan siang untuk anak dan tidak berlebihan atau kekurangan.
Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG), kebutuhan energi anak sekolah usia tujuh-sembilan tahun sebesar 1800 kkal.
Untuk memenuhi porsi itu, bekal dapat berisi nasi secentong, lauk hewani dan nabati, dapat berupa daging merah satu potong sedang, sayur semangkuk kecil serta buah.
Makanan bekal disarankan bervariasi untuk keragaman makanan agar kebutuhan nutrisi tercukupi dari berbagai bahan makanan.
"Daging bisa gantian dengan ikan, jangan setiap hari daging merah. Untuk keragaman makanan. Jangan sampai anak bosan makanan itu-itu saja juga," tutur Fatimah.
Ada pun kekhawatiran orang tua mengenai makanan yang digoreng sebenarnya tidak menjadi soal untuk anak karena kebutuhan lemak anak sebesar 35 persen dari 1800 kkal, lebih besar dari kebutuhan lemak dewasa sebesar 25 persen dari kebutuhan 2700 kkal.
Yang diperhatikan saat mempersiapkan bekal makanan selanjutnya adalah menghindari makanan gampang rusak yang akan mencemari makanan lainnya serta penataan bekal karena masih lama dimakan sejak disiapkan.
Untuk anak yang "pilih-pilih" makanan, Fatimah menyarankan orang tua menyiasati dengan "menyembunyikan" sayur dengan lauk dalam kreasi-kreasi masakan.
Selain itu, saat anak mulai berusia 10 tahun, makanan mulai dibedakan karena kebutuhan yang berbeda.
Fatimah menuturkan kebutuhan zat besi perempuan lebih tinggi dibandingkan sebelumnya 13mg menjadi 20mg karena memasuki masa menstruasi.
Kebutuhan kalori anak laki-laki juga lebih besar karena aktivitasnya lebih tinggi serta postur tubuh lebih tinggi.
"Kalori disusun lemak, karbohidrat dan protein. Jadi kebutuhan tiga itu ditambah untuk anak laki-laki. Laju metabolisme basal (saat tidak ada aktivitas) laki-laki juga lebih tinggi," kata dia.
"Itu yang perlu diperhatikan. Misalnya mamah muda bekerja dan menyempatkan menyiapkan bekal biasanya banyak hal yang terlupakan," ujar dia.
Tidak sulit bukan menyiapkan bekal untuk anak agar terhindar dari jajanan yang mengancam kesehatan mereka.
Juhariyah (54), sang nenek, mengiyakan dan bergegas ke dapur untuk menyiapkan nasi beserta lauk-pauknya untuk bekal.
Setiap hari dari Senin sampai Sabtu, Esa yang masih duduk di taman kanak-kanak harus membawa bekal untuk belajar makan sendiri sampai habis.
"Sekolah sebenarnya mewajibkan harus pakai sayur dan buah, tapi dia ini nggak doyan. Jadi paling bekal yang disiapkan nugget, telur, sosis, ayam, itu yang dia suka," kata Juhariyah yang setiap hari menyiapkan bekal karena orang tua Esa harus bekerja.
Membawa bekal, diharapkan juga menjauhkan anak-anak dari kebiasaan jajan sembarangan yang belum terjamin kebersihan dan kandungan gizinya.
Menurut dia, selain mewajibkan anak membawa bekal, sekolah juga melarang orang tua untuk memberikan uang saku serta melarang pedagang berjualan makanan di sekitar sekolah.
Juhariyah mengatakan hingga kini cucunya tidak memiliki kebiasaan jajan sembarangan, Esa lebih senang memakan camilan yang ada di rumah.
Setali tiga uang, Nur Khasanah (40) juga menyiapkan bekal untuk anaknya, Alif (11) karena sekolah mewajibkan membawa bekal, tetapi hanya dua hari dalam seminggu, pada Selasa dan Rabu.
Ia memastikan ada sayur dalam bekal anaknya untuk mendampingi lauk favorit telur dan ayam.
Meski lebih repot karena harus bangun lebih pagi untuk menyiapkan makanan bekal, Nur mengaku senang karena lebih sehat dan irit.
"Pengennya bawa bekal setiap hari, tapi kalau sendirian makan tidak ada temannya kasian juga dia, pasti pengen ikut jajan sama temannya juga," kata dia.
Tidak bisa sepenuhnya melarang anaknya untuk jajan, Nur hanya membatasi jajanan yang boleh dibeli dan tidak boleh dibeli saat di sekolah.
Makanan yang dilarang untuk dibeli, antara lain makanan dengan sambal karena dinilainya mengandung pewarna makanan dan terbuat dari bahan yang tidak sehat.
"Saya suka larang anak jajan makanan yang ada saus dan bumbu penguat rasanya. Sebenarnya batagor atau tahu bulat tidak apa-apa, tapi sausnya itu," ucap dia.
Selain makanan, Nur juga melarang anaknya yang duduk di bangku SD untuk membeli minuman kemasan karena mengandung pewarna, pemanis buatan serta pengawet.
Meski sekolah memiliki kantin, tetapi ia menilai makanan yang dijual kurang sehat seperti minuman kemasan, snack dengan MSG dan mie instan.
Ia berharap ke depan sekolah juga memperhatikan makanan yang dijual di kantin agar anak memiliki pilihan jajanan yang sehat.
Bekal lebih sehat
Dilihat dari pernyataan orang tua tersebut, sudah tepatkah hal yang dianggap penting dalam bekal?
Dosen Jurusan Gizi Poltekkes Malang Fatimah Az-Zahra menyarankan orang tua yang menyiapkan bekal makan untuk anak sebaiknya memperhatikan keseimbangan dan kelengkapan gizi, seperti kandungan karbohidrat, protein dan serat.
"Yang jadi perhatian untuk bekal itu keseimbangan dan kelengkapan, seperti ada nasi, lauk, sayur dan buah," ujar Fatimah.
Porsi juga perlu disesuaikan dengan makan siang untuk anak dan tidak berlebihan atau kekurangan.
Berdasarkan angka kecukupan gizi (AKG), kebutuhan energi anak sekolah usia tujuh-sembilan tahun sebesar 1800 kkal.
Untuk memenuhi porsi itu, bekal dapat berisi nasi secentong, lauk hewani dan nabati, dapat berupa daging merah satu potong sedang, sayur semangkuk kecil serta buah.
Makanan bekal disarankan bervariasi untuk keragaman makanan agar kebutuhan nutrisi tercukupi dari berbagai bahan makanan.
"Daging bisa gantian dengan ikan, jangan setiap hari daging merah. Untuk keragaman makanan. Jangan sampai anak bosan makanan itu-itu saja juga," tutur Fatimah.
Ada pun kekhawatiran orang tua mengenai makanan yang digoreng sebenarnya tidak menjadi soal untuk anak karena kebutuhan lemak anak sebesar 35 persen dari 1800 kkal, lebih besar dari kebutuhan lemak dewasa sebesar 25 persen dari kebutuhan 2700 kkal.
Yang diperhatikan saat mempersiapkan bekal makanan selanjutnya adalah menghindari makanan gampang rusak yang akan mencemari makanan lainnya serta penataan bekal karena masih lama dimakan sejak disiapkan.
Untuk anak yang "pilih-pilih" makanan, Fatimah menyarankan orang tua menyiasati dengan "menyembunyikan" sayur dengan lauk dalam kreasi-kreasi masakan.
Selain itu, saat anak mulai berusia 10 tahun, makanan mulai dibedakan karena kebutuhan yang berbeda.
Fatimah menuturkan kebutuhan zat besi perempuan lebih tinggi dibandingkan sebelumnya 13mg menjadi 20mg karena memasuki masa menstruasi.
Kebutuhan kalori anak laki-laki juga lebih besar karena aktivitasnya lebih tinggi serta postur tubuh lebih tinggi.
"Kalori disusun lemak, karbohidrat dan protein. Jadi kebutuhan tiga itu ditambah untuk anak laki-laki. Laju metabolisme basal (saat tidak ada aktivitas) laki-laki juga lebih tinggi," kata dia.
"Itu yang perlu diperhatikan. Misalnya mamah muda bekerja dan menyempatkan menyiapkan bekal biasanya banyak hal yang terlupakan," ujar dia.
Tidak sulit bukan menyiapkan bekal untuk anak agar terhindar dari jajanan yang mengancam kesehatan mereka.