Mengerek cuan dari tuna sirip biru selatan

id Tuna sirip biru, ekspor tuna, tuna bali, ekspor perikanan, ikan tuna

Mengerek cuan dari tuna sirip biru selatan

Arsip foto - Sejumlah anak buah kapal menurunkan muatan tangkapan ikan di Pelabuhan Umum Benoa, Denpasar, Bali, Rabu (10/5/2023). ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna

Nilai ekonomi dari perdagangan produk perikanan tuna Indonesia dapat terus dimanfaatkan dengan tetap mengedepankan aspek keberlanjutan
Negosiasi kuota SBT

Dalam sidang Komisi Konservasi Tuna Sirip Biru Selatan (CCSBT) pada 2020, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menyebutkan Indonesia mendapatkan penambahan 100 ton kuota penangkapan tuna sirip biru selatan menjadi 1.123 ton per tahun selama 2021-2023.

Kuota itu meningkat jika dibandingkan kuota per tahun selama 2015-2017 yang hanya 750 ton dan pada 2018-2020 mencapai 1.023 ton.

Indonesia masuk menjadi anggota komisi pada 2008 melalui Perpres Nomor 109 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Conservation of Southern Bluefin Tuna.

Selain RI, anggota komisi lainnya adalah Australia, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, serta Uni Eropa dan entitas perikanan Taiwan.

Kementerian KKP berupaya melakukan negosiasi untuk menambah kuota penangkapan tuna sirip biru selatan yang rencananya dibahas dalam pertemuan CCSBT di Busan, Korea Selatan, 9-12 Oktober 2023.

Penambahan kuota itu untuk memberikan keadilan karena selama 2021-2023, Australia mendapatkan kuota penangkapan lebih besar, yakni mencapai 6.238 ton per tahun.

Begitu juga Jepang mencapai 6.197 ton, Korea Selatan sebanyak 1.256 ton dan entitas perikanan Taiwan sebesar 1.256 ton per tahun dari total penangkapan tuna sirip biru selatan yang diizinkan (TAC).

Total pembatasan penangkapan tuna sirip biru selatan pada 2021-2023 mencapai hingga 17.647 ton, sedangkan komite di komisi itu merekomendasikan 3.000 penambahan kuota penangkapan tuna sirip biru selatan menjadi sebesar 20.647 ton per tahun untuk 2024-2026.


Kontribusi Bali

Sebagian besar penangkapan tuna, umumnya beroperasi di wilayah Samudera Hindia, dengan produksi tuna dan cakalang Indonesia mencapai 790 ribu ton, dengan nilai mencapai Rp22 triliun, berdasarkan data KKP pada 2021.

Sementara jumlah ekspor komoditas itu mencapai 174 ribu ton, dengan nilai 732 juta dolar AS atau lebih dari Rp10,6 triliun.

Ekspor ikan tuna Indonesia diserap pasar Amerika Serikat, Jepang, Thailand, Arab Saudi, Uni Eropa, Australia, Vietnam, Inggris, dan Filipina.

Pemperov Bali mencatat, meskipun wilayah itu kecil, namun berkontribusi besar di sektor perikanan tangkap Indonesia, khususnya produksi tuna, tongkol, dan cakalang.

Pangkalan perikanan tuna di Pelabuhan Benoa, dengan armada kapal penangkapan ikan mencapai 762 unit kapal.

Secara umum, produksi ikan tongkol, cakalang, dan tuna di Benoa, termasuk di dalamnya sirip biru selatan, pada 2021 mendekati 52 ribu ton.

Tak hanya dari sektor hulu, di sektor hilir industri perikanan di Bali didukung oleh 75 unit pengolahan ikan skala besar dan menengah yang berorientasi ekspor.

Volume ekspor perikanan secara umum berdasarkan data Pemerintah Provinsi Bali pada 2021 mencapai 27 ribu ton, dengan nilai ekspor mencapai 137 juta dolar AS.

Sementara volume ekspor perikanan secara umum pada 2022 mencapai 26 ribu ton dengan nilai ekspor juga mencapai 137 juta dolar AS.

Mencermati posisinya yang strategis, Pemerintah Indonesia memiliki komitmen dan konsistensi untuk mendukung konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan tuna, termasuk tuna sirip biru selatan, yang bernilai ekonomi tinggi.

Nilai ekonomi dari perdagangan produk perikanan tuna Indonesia dapat terus dimanfaatkan dengan tetap mengedepankan aspek keberlanjutan.