Padang (ANTARA) - Senator asal Sumatera Barat (Sumbar) Muslim M Yatim meminta agar negara hadir dalam menangani penyakit Cerebral Palsy (CP), karena penderita penyakit ini sangat bergantung dengan orang lain."Cerebral Palsy merupakan kondisi disabilitas yang tidak sama dengan yang lainnya, seperti buta, bisu atau pun lumpuh. Penderita tidak memiliki daya serta pikiran, sehingga hidup mereka sangat tergantung dengan orang lain," kata anggota DPD RI Muslim M Yatim saat memperingati Hari Cerebral Palsy Dunia, di Padang, Minggu.
Menurut dia, untuk meringankan beban orangtua anak CP perlu koordinasi antara pemerintah hingga pihak swasta.
“Kami minta dinas terkait di lingkungan Pemerintah Provinsi Sumbar dapat mengalokasikan anggaran, agar penangan penyandang CP lebih optimal," katanya.
Selain itu, dirinya juga meminta Gubernur Sumbar memikirkan anggaran apa yang bisa dioptimalkan untuk ini, peluang itu ada pada tingkat provinsi hingga pusat dan secara undang-undang, negara wajib memberikan pelayanan kesehatan untuk warganya.
"Sehingga itu bisa menjadi dasar agar bisa dialokasikan anggaran untuk memenuhi kebutuhan sarana prasarana perawatan anak CP," kata dia lagi.
Dia mengatakan penyandang CP di Sumbar tidaklah terlalu banyak, sementara Sumbar memiliki keuangan daerah yang memadai dengan banyaknya potensi. Jadi berikan kinerja yang optimal dalam penanganan CP, jika dibutuhkan gedung maka bangunkan, jika membutuhkan terapis sediakan.
Dia mengatakan dahulu Sumbar tidak memiliki terapis CP, orangtua selalu membawa buah hatinya keluar untuk fisioterapi, sekarang Sumbar telah memiliki sumber daya manusia (SDM) itu sehingga harus ditambah.
Ia berharap pada hari CP sedunia selanjutnya harus diperingati dengan membuka forum yang lebih besar dengan melibatkan banyak pihak.
Untuk orangtua, katanya lagi, lakukan yang terbaik dalam mendampingi anaknya, berikan makanan yang bergizi dan latihlah mereka agar bisa mandiri.
Anggota DPRD Sumbar Rafdinal mengatakan dalam beberapa tahun anggaran, pihaknya selalu merealisasikan anggaran pokok pikiran (pokir) dalam kegiatan penguatan kapasitas terapis ataupun penanganan CP.
"Banyak penyandang CP berasal dari keluarga ekonomi lemah, organisasi perangkat daerah terkait mesti melakukan program yang merujuk terhadap penanganan dan penanggulangan CP, " katanya lagi.
Untuk penyandang CP, ujarnya pula, mereka butuh untuk diterapi setiap hari, namun karena keterbatasan sarana dan prasarana serta ekonomi, maka proses penyembuhan tidak berjalan optimal.
Ia menilai pemerintah mesti memperhatikan kebutuhan masyarakat yang salah satu anggota keluarga penyandang CP.
"Jika mereka tidak diterapi, maka sel-sel dalam tubuh mereka kaku dan tidak bisa digerakkan," katanya pula.
Dirinya juga melihat penyandang CP berhak untuk mendapatkan pendidikan formal, karena mereka juga memiliki potensi meskipun dalam keterbatasan.
Beberapa waktu lalu, dia melihat ada seorang penyandang CP yang hafal ayat suci Al Quran sebanyak 30 juz, penyandang CP mestinya mendapatkan pendidikan khusus yang bisa membantu perkembangan intelektual.
"Selama ini pemerintah selalu terpaku untuk penanggulangan tunanetra, tunarungu serta disabilitas lainnya, CP merupakan masalah kesehatan yang serius karena menyerang kecacatan otak," katanya pula.