Jakarta (ANTARA) - Deputy Country Chair and Vice President Corporate Relations Shell Indonesia Susi Hutapea mengungkapkan sejumlah faktor yang mempengaruhi penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM), menyusul kenaikan harga BBM oleh pemerintah Indonesia.
"Terdapat banyak faktor, mulai dari pandemi, kenaikan harga minyak dunia, kondisi pasar, nilai tukar mata uang asing, hingga pembatasan margin. Komponen itu sangat transparan karena sudah ditentukan, dan kita tidak bisa keluar dari 'formula' tersebut," kata Susi saat ditemui di Jakarta, Selasa.
"Penyesuaian harga dipertimbangkan dari formula harga yang ditentukan. Se-gamblang itu," ujarnya melanjutkan.
Selain itu, penyesuaian harga dari waktu ke waktu pun dengan mempertimbangkan berbagai faktor lainnya seperti harga produk minyak olahan berdasarkan Mean of Platts Singapore (MOPS), pajak pemerintah dan bea cukai, biaya distribusi dan biaya operasional, kinerja dan aktivitas promosi perusahaan.
Seperti diketahui, sebelumnya pemerintah menyesuaikan harga BBM subsidi Pertalite menjadi Rp10 ribu per liter dari sebelumnya Rp7.650 per liter mulai Sabtu (3/9) pukul 14.30 WIB.
Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Sabtu (3/9), mengatakan pemerintah juga menyesuaikan harga BBM subsidi untuk solar dari Rp5.150 per liter menjadi Rp6.800 per liter.
Kemudian, untuk BBM non-subsidi, pemerintah pemerintah menyesuaikan harga Pertamax dari Rp12.500 per liter menjadi Rp14.500 per liter.
Lebih lanjut, Susi menilai langkah pemerintah untuk menaikkan harga BBM adalah untuk menyasar masyarakat yang membutuhkan untuk lebih tepat sasaran.
"Ini adalah beban yang cukup tinggi bagi pemerintah untuk memberikan subsidi, terutama karena ada subsidi yang tidak tepat sasaran. Shell tidak bermain di BBM subsidi, namun, kami memandang ini juga keputusan pemerintah untuk menyelamatkan APBN," kata Susi.
Di sisi lain, Susi mengatakan pihaknya mendukung energi alternatif bagi kendaraan bermotor, seperti kendaraan listrik (EV) seiring dengan kondisi kenaikan bahan bakar fosil.
"Kami menyambut baik, dan Shell sudah mengoperasikan SPKLU di beberapa titik untuk memberikan alternatif untuk industri kendaraan listrik yang sedang berkembang," kata Susi.