Cerita korban jebakan 'batman' pinjaman online ilegal

id pinjaman online ilegal, korban pinjol ilegal, mabes polri, dittipideksus bareskrim polri,pinjol ilegal,korban pinjol

Cerita korban jebakan 'batman' pinjaman online ilegal

SI (45) korban pinjaman 'online' ilegal memperlihatkan sms ancaman yang diterimanya dari aplikasi pinjol ilegal, Kamis (21/10/2021). (ANTARA/Laily Rahmawaty)

Jadi jangan maling receh, jangan belajar gila, jangan main2 sama aplikasi!!!," begitu salah satu short message service (SMS) ancaman yang diterima T (35) keponakan SI
Jakarta (ANTARA) - Kecewa, marah dan kesal itu yang dirasakan SI (49) ketika keponakannya memberitahukan sebuah pesan bernada ancaman diterimanya dengan menyebut nama sang paman.

Seperti terkena jebatan 'batman', uang pinjaman yang tidak seberapa, diancam akan dibikin mampus satu keluarga.

"Sampaikan ke bapak (SI), sampai di jam 12 siang ini ga ada pembayaran sama sekali diaplikasi krdit kilat baik pelunasan maupun perpanjangan tenor gua bikin mampus semua keluarganya, gua pajang foto permohonannya sebagai DPO di lingkungan rumahnya. Jadi jangan maling receh, jangan belajar gila, jangan main2 sama aplikasi!!!," begitu salah satu short message service (SMS) ancaman yang diterima T (35) keponakan SI.

SI dan T saat ditemui di ruang cafetaria Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (21/10), tengah menunggu pemeriksaan atas penyidikan kasus pinjol ilegal yang dilaporkannya.

Bagi SI tak masalah jika dirinya mendapatkan ancaman, karena yang berhutang adalah dirinya, bukan keluarganya. Pesan sms akan menghabisi seluruh anggota keluarganya membuat ayah dua orang anak tersebut melaporkan peristiwa yang dialaminya pada 22 September 2021.

SI termasuk beruntung tidak sampai bunuh diri seperti yang terjadi kepada ibu rumah tangga berinisial WPS asal Wonogiri. Namun, keduanya sama-sama korban kredit pinjaman "online" (pinjol) ilegal, yang awam tentang finansial teknologi (fintech) dan pinjol atau 'peer to peer (p2p) lending'.

Kebutuhan ekonomi yang membuat SI mencoba untuk mencari pinjaman lewat pinjol, tanpa mengetahui perbedaan antara pinjol legal dan ilegal. Informasi dari mulut ke mulut yang diterimanya, proses pinjaman secara daring itu mudah dan cepat, uang langsung cair ke rekening.

Di tengah "kegabutan" ditambah desakan ekonomi, SI membuka aplikasi "playstore" dari ponselnya. Lalu memilih salah satu aplikasi pinjol bernama Kredit Kilat. Aplikasi tersebut diunduhnya, lalu mulailah mengisi berbagai persyaratan untuk mendapatkan pinjaman, seperti mengisi data diri, nomor ponsel, nomor induk kependudukan (NIK), nomor darurat yang bisa dihubungi, hingga nomor rekening.

Pada pengisian nomor darurat, SI mengisi nomor milik keponakannya, tanpa sepengetahuan keponakannya. Nomor darurat diperlukan bagi pemberi pinjaman untuk menghubungi peminjam bila nomor ponselnya tidak aktif.

Tak sampai lima menit, dana pinjaman yang diajukannya masuk ke rekeningnya. Namun, kejanggalan mulai dirasakannya, dana pinjaman yang diajukannya senilai Rp1,4 juta hanya ditransfer Rp925.000 saja.

Selain itu, tenor (durasi angsuran) yang diawal melihat aplikasi tertulis 91 hari, seketika berubah menjadi tujuh hari, setelah dana pinjamannya masuk ke rekening.

Penipuan

Merasa seperti dibohongi, SI tidak tau harus bertanya dan menanyakan ke mana, karena aplikasi pinjol Kredit Cepat yang diunduhnya tidak menyediakan layanan pengaduan konsumen, ataupun pembatalan pinjaman.

Karena sudah kadung meminjam dan uang sudah masuk ke rekening, SI tak ambil pusing. "life must go on", hidup harus terus berlanjut, pikirnya. Ia juga sudah merencanakan mengembalikan uang pinjaman pada saat jatuh tempo, yakni di hari ketujuh.

Namun, hari kelima pinjaman bergulir, SI sudah menerima serangkaian pesan instans 'whatsapp' dan telepon dari Kredit Cepat. Isi pesannya meminta dirinya untuk segera mengembalikan uang pinjaman. Teror SMS dan telpon terus diterimanya dari nomor yang berbeda-beda setiap harinya.

Puncaknya, di hari ketujuh, SI dikagetkan dengan pesan yang diteruskan oleh keponakannya, yang menuliskan nama terangnya, dan mengancam akan menghabisi keluarganya bila tidak membayar uang pinjaman.

SI menduga, SMS serupa mungkin tidak hanya diterima oleh keponakannya, bisa jadi 300 kontak telepon yang tersimpan di ponselnya. Hanya keponakannya saja yang memberitahukannya soal sms ancaman tersebut.

Penyesalan datang memang terlambat, SI tidak berpikir, rasa enggan meminjam kepada saudara karena tidak ingin membebankan mereka. Mendorong dirinya mencari alternatif kekinian lewat pinjaman 'online' yang ternyata ilegal. SI kecewa karena perasaan keluarga yang dijaganya diancam oleh "desk collection" (divisi penagihan), rekanan pinjol ilegal.

"Kalau bisa masyarakat benar-benar harus waspada, untuk mencari pinjaman, mendingan sama saudara, atau teman, atau siapa bisa kita pinjamin. Kalau sama saudara kelewat janji tidak ada bunga, tidak ada teror, tidak ada kata-kata ancaman intimidasi bust diri kita," kata SI.

Penindakan

Berbekal dari pengalamannya, SI menyarankan masyarakat agar tidak ragu melapor ke kepolisian setempat bila mendapat ancaman dari pinjol ilegal. Seperti dirinya, laporan penipuan dan ancaman pinjol ilegal ditindaklanjuti oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri.

Sejak 2020 sampai kini Polri melalui Bareskrim telah melakukan penindakan terhadap laporan masyarakat terkait pinjaman 'online' ilegal tersebut. Dittipideksis Bareskrim Polri mencatat, ada 371 laporan polisi terkait pinjol ilegal dari seluruh wilayah. Dari jumlah tersebut, baru 91 perkara yang terungkap dan ada yang sudah dalam tahap persidangan sebanyak delapan kasus, selebihnya masih dalam pengembangan penyelidikan.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Brigjen Pol Helmy Santika menyebutkan, penyelidikan kasus pinjol ilegal mempunyai karakter berbeda sehingga pengungkapannya terkesan lambat.

Menurut dia, penyelidikan harus dilakukan secara tepat dan benar. Dittipdeksus Bareskrim Polri 'mem-framing' pinjol ilegal secara utuh, mulai dari 'sms blasting' sampai dengan penagihan (desk collection) dan pemodal atau pendiri usaha pinjol ilegal itu sendiri.

Selain itu, layanan keuangan non-perbankan berbasis teknologi ini memudahkan pelaku untuk berpindah-pindah, bahkan bisa mengendalikan dari tempat lain, bahkan dari luar negeri. Seperti beberapa pengungkapan pinjol ilegal yang dirilis oleh Bareskrim Polri.

Pada Juni 2021 misalnya, Bareskrim Polri merilis kasus aplikasi pinjol ilegal RPCepat, lima orang pelaku ditangkap, namun dua pelaku utama yang jadi pemodalnya yakni warga negara Tiongkok, masih buron.

Kemudian pada Juli 2021, delapan pelaku pinjol ilegal dengan nama aplikasi Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Cinta Damai. Dari hasil penyidikan, KSP Cinta Damai ini berafiliasi dengan sejumlah KSP lainnya, di antaranya KSP Hidup Hijau, KSP Tur Saku, KSP Pulau Bahagia, dan beberapa pinjaman online lainnya.

Lalu pada Oktober 2021, sebanyak tujuh operator "desk collection" pinjol ilegal ditangkap di sejumlah wilayah di DKI Jakarta. Dari tujuh pelaku ini, ada satu pelaku warga negara asing berinisial ZJ yang masuk daftar pencarian orang (DPO) atau buron.

Bahkan penindakan selama tujuh hari (12-19 Oktober 2021), Mabes Polri mencatat ada 45 pelaku pinjol ilegal ditangkap di enam wilayah, yakni Polda Metro Jaya; Jawa Barat; Jawa Tengah; Jawa Timur; Kalimantan Barat; dan Tangerang, Banten.

Dalam penyelidikan dan penyidikan kepolisian, diketahui pelaku pinjol ilegal menggunakan perseroran terbatas (PT) atau Koperasi Simpan Pinjam (KSP) fiktif untuk mengoperasikan aplikasi pinjol ilegal.

Bahkan ada aplikasi pinjol yang disebut pinjol 'beranak' oleh penyidik Dittipideksus Bareskrim Polri.

Aplikasi pinjol 'beranak' inilah yang membuat seorang ibu rumah tangga di Wonogiri memilih gantung diri karena terlilit hutang dari 23 aplikasi pinjol yang tidak diketahuinya.

Pada Jumat (22/10) Dittipideksus Bareskrim Polri telah bergerak menangkap pelaku-pilaku pinjol ilegal yang memodali pendirian PT atau KSP untuk mengoperasikan aplikasi pinjol ilegal.

Pelaku JS ditangkap penyidik, merupakan pemodal sekaligus fasilitator warga negara Tiongkok (pemodal) untuk mengoperasikan pinjol ilegal.

"Saudari JS merupakan fasilitator warga negara Tiongkok (pemodal), perekrut masyarakat untuk menjadi ketua KSP maupun direktur perseroan terbatas (PT) fiktif," kata Helmy.

Legal dan logis pinjol

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Divisi Humas Polri Kombes Pol Ahmad Ramadhan mengatakan maraknya kasus pinjol ilegal menjadi perhatian khusus Polri dalam melakukan penegakan hukum.

Polri merespon keprihatinan Presiden Joko Widodo yang menyoroti persoalan pinjol ilegal yang banyak merugikan dan meresahkan masyarakat.

Menurut Ramadhan, dalam hal ini selain upaya penegakan hukum, yang terpenting adalah upaya-upaya pencegahan.

Bentuk upaya preemptif dalam rangka edukasi sosialisasi kepada masyarakat, hal yang penting itu adalah pemahaman masyarakat agar tidak menjadi korban pinjol ilegal.

Kepada masyarakat yang akan melakukan transaksi pinjol harus mengetahui pinjol terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dengan mengecek melalui laman resmi OJK.

Tercatat ada 161 pinjol legal yang terdaftar di OJK. Ketika penyedia jasa pinjaman 'online' tidak terdaftar, maka sebaiknya diabaikan.

Selain itu, pencegahan dari aspek logis, yakni jangan mudah tergiur dengan tawaran pinjaman yang tidak masuk akal. Lalu, waspada bila ada permintaan izin mengakses data ponsel, data kontak calon peminjam.

Akses data ini menjadi gerbang ilegal akses yang digunakan pelaku pinjol ilegal menagih hutang dengan cara mem-bully, memfitnah dan menista dengan tujuan agar nasabah mau membayar.

Akses data tersebut ini juga menjadi ruang menyebar tawaran karena pinjol tidak bisa masuk ke kontak pribadi.

"Dua hal ini diperhatikan, aspek legal dan logis, supaya tidak terjebak pinjol ilegal," kata Ramadhan.