Presiden: Kebijakan harus cepat-tepat pada kondisi "extraordinary"

id Presiden Jokowi,COVID-19,Pandemi COVID-19,APBN,Pembiayaan APBN,Badan Pemeriksa Keuangan.,berita sumsel, berita palembang

Presiden: Kebijakan harus cepat-tepat  pada kondisi "extraordinary"

Tangkapan Layar - Presiden Jokowi dalam Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) 2020, dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, serta Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II 2020 di Istana Negara, Jakarta, Jumat (25/6). (ANTARA/Indra Arief)

Jakarta (ANTARA) - Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengingatkan setiap kebijakan harus diambil secara cepat dan tepat, karena bangsa masih menghadapi situasi ekstra luar biasa (extraordinary) di tengah pandemi COVID-19.

“Saya ingin ingatkan kepada kita semua, bahwa pandemi belum berakhir. Kita harus waspada, dan situasi yang kita hadapi masih dalam situasi extraordinary yang harus direspons dengan kebijakan yang cepat dan tepat, yang membutuhkan kesamaan frekuensi oleh kita semua,” kata Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Jumat.

Presiden menyampaikan hal tersebut dalam Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) 2020, dan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II 2020, serta Penyerahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II 2020 dari BPK.

Baca juga: Presiden Jokowi ingatkan penanganan pandemi butuh kesamaan frekuensi

Presiden menjelaskan frekuensi yang sama harus dimiliki oleh setiap lembaga negara, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Respons setiap lembaga negara untuk mengatasi pandemi COVID-19 ini pun harus cepat dan tepat agar masyarakat dapat segera merasakan manfaatnya.

Menurut Presiden, sejak pandemi COVID-19 muncul di 2020, pemerintah sudah menerapkan langkah ekstra luar biasa, di antaranya dengan perubahan fokus dan alokasi anggaran di seluruh jenjang pemerintah untuk menangani masalah kesehatan dan ekonomi.

Baca juga: BPK identifikasi 6 masalah pelaksanaan program penanganan COVID-19

“(Pemerintah) memberikan ruang relaksasi defisit APBN dapat diperlebar di atas tiga persen dari PDB (Produk Domestik Bruto) selama 3 tahun. Pelebaran defisit mesti dilakukan mengingat kebutuhan belanja negara semakin meningkat untuk menangani kesehatan dan ekonomi pada saat pendapatan negara mengalami penurunan,” kata dia.

Berbagai lembaga negara juga melakukan langkah luar biasa, seperti kebijakan pembagian beban (sharing the pain) antara pemerintah pusat dan Bank Indonesia dalam memulihkan perekonomian.

Baca juga: AS tambahkan peringatan peradangan jantung pada vaksin Pfizer, Moderna

“Dengan berbagai respons kebijakan tersebut, Alhamdulillah kita mampu menangani peningkatan belanja kesehatan, dan sekaligus melindungi ekonomi Indonesia dari berbagai tekanan,” jelasnya.

Dengan beberapa kebijakan ekstra luar biasa itu, kata Presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia membaik dalam beberapa kuartal terakhir, meskipun masih dalam zona kontraksi.

Baca juga: Kota Medan zona merah COVID-19

Di kuartal II-2020, pertumbuhan ekonomi Indonesia merosot hingga minus 5,32 persen secara tahunan (year on year/YoY). Namun pertumbuhan ekonomi Indonesia terus membaik di kuartal III-2020, kuartal IV-2020, hingga kuartal I-2021.

“Ekonomi Indonesia tumbuh membaik sampai kuartal I kita berada di minus 0,74 persen,” kata Presiden Jokowi.