BPK identifikasi 6 masalah pelaksanaan program penanganan COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengidentifikasi 6 persoalan dalam pelaksanaan program Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) sepanjang 2020.
"Terdapat hal-hal yang masih perlu mendapatkan perhatian yaitu sejumlah permasalahan yang diungkap di dalam LHP LKPP 2020 yang mencakup ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dan kelemahan sistem pengendalian intern antara lain permasalahan yang terkait dengan program penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional atau PC-PEN," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna di Istana Negara Jakarta, Jumat.
Agung menyampaikan hal tersebut di hadapan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'rum Amin saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2020, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2020.
"Pertama, pemerintah belum menyusun mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menanggapi dampak pandemi COVID-19 pada LKPP," kata Agung Firman.
Kedua, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka PC-PEN tahun 2020 minimal Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan
"Ketiga, pengendalian dan pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai," tambah Agung.
Keempat, penyaluran belanja subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non-KUR serta belanja lain-lain kartu prakerja dalam rangka PC-PEN belum memeperhatikan kesiapan pelaksanaan program sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang masih belum disalurkan sebesar Rp6,77 triliun.
"Kelima, realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp28,75 triliun dalam rangka PC-PEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi," ungkap Agung.
Keenam, pemerintah belum mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PC-PEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PC-PEN tahun 2020 dan kegiatan PC-PEN tahun 2020 yang dilanjutkan di tahun 2021.
Sehingga berdasarkan pemeriksaan, BPK menyimpulkan bahwa efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi COVID-19 tidak sepenuhnya tercapai.
Alasan yang disampaikan adalah sebagai berikut:
"Pertama, alokasi anggaran PC-PEN dalam APBN belum terindentifikasi dan terkodifikasi secara menyeluruh serta realisasi anggaran PC-PEN belum sepenuhnya disalurkan sesuai dengan yang direncanakan," kata Agung.
Kedua, pertanggungjawaban dan pelaporan PC-PEN termasuk pengadaan barang dan jasa belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, pelaksanaan program dan kegiatan manajemen bencana penanganan pandemi COVID-19 tidak sepenuhnya efektif.
Hasil pemeriksaan atas PC-PEN mengungkapkan 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan sebesar Rp2,94 triliun.
Permasalahan tersebut meliputi 887 kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI), 715 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan 1.241 permasalahan.
Selama proses pemeriksaan oleh BPK, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti ketidakpatuhan tersebut dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah sebesar Rp18,54 miliar.
"Terdapat hal-hal yang masih perlu mendapatkan perhatian yaitu sejumlah permasalahan yang diungkap di dalam LHP LKPP 2020 yang mencakup ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dan kelemahan sistem pengendalian intern antara lain permasalahan yang terkait dengan program penanganan COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional atau PC-PEN," kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna di Istana Negara Jakarta, Jumat.
Agung menyampaikan hal tersebut di hadapan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'rum Amin saat menyerahkan Laporan Hasil Pemeriksaan Atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LHP LKPP) Tahun 2020, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2020 dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Semester II Tahun 2020.
"Pertama, pemerintah belum menyusun mekanisme pelaporan kebijakan keuangan negara untuk menanggapi dampak pandemi COVID-19 pada LKPP," kata Agung Firman.
Kedua, realisasi insentif dan fasilitas perpajakan dalam rangka PC-PEN tahun 2020 minimal Rp1,69 triliun tidak sesuai ketentuan
"Ketiga, pengendalian dan pelaksanaan belanja program PC-PEN sebesar Rp9 triliun pada 10 kementerian/lembaga tidak memadai," tambah Agung.
Keempat, penyaluran belanja subsidi bunga Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non-KUR serta belanja lain-lain kartu prakerja dalam rangka PC-PEN belum memeperhatikan kesiapan pelaksanaan program sehingga terdapat sisa dana kegiatan/program yang masih belum disalurkan sebesar Rp6,77 triliun.
"Kelima, realisasi pengeluaran pembiayaan tahun 2020 sebesar Rp28,75 triliun dalam rangka PC-PEN tidak dilakukan secara bertahap sesuai dengan kesiapan dan jadwal kebutuhan penerima akhir investasi," ungkap Agung.
Keenam, pemerintah belum mengidentifikasi pengembalian belanja/pembiayaan PC-PEN tahun 2020 di tahun 2021 sebagai sisa dana SBN PC-PEN tahun 2020 dan kegiatan PC-PEN tahun 2020 yang dilanjutkan di tahun 2021.
Sehingga berdasarkan pemeriksaan, BPK menyimpulkan bahwa efektivitas, transparansi, akuntabilitas dan kepatuhan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara dalam kondisi darurat pandemi COVID-19 tidak sepenuhnya tercapai.
Alasan yang disampaikan adalah sebagai berikut:
"Pertama, alokasi anggaran PC-PEN dalam APBN belum terindentifikasi dan terkodifikasi secara menyeluruh serta realisasi anggaran PC-PEN belum sepenuhnya disalurkan sesuai dengan yang direncanakan," kata Agung.
Kedua, pertanggungjawaban dan pelaporan PC-PEN termasuk pengadaan barang dan jasa belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketiga, pelaksanaan program dan kegiatan manajemen bencana penanganan pandemi COVID-19 tidak sepenuhnya efektif.
Hasil pemeriksaan atas PC-PEN mengungkapkan 2.170 temuan yang memuat 2.843 permasalahan sebesar Rp2,94 triliun.
Permasalahan tersebut meliputi 887 kelemahan Sistem Pengendalian Intern (SPI), 715 permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, dan 1.241 permasalahan.
Selama proses pemeriksaan oleh BPK, entitas yang diperiksa telah menindaklanjuti ketidakpatuhan tersebut dengan menyerahkan aset atau menyetor ke kas negara/daerah sebesar Rp18,54 miliar.