KPK panggil dua mantan petinggi PT DI terkait suap yang merugikan negara Rp330 miliar
Jakarta (ANTARA) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin memanggil dua mantan petinggi PT Dirgantara Indonesia (PT DI) dalam penyidikan kasus suap kegiatan penjualan dan pemasaran pada PT DI periode 2007-2017 untuk tersangka mantan Direktur Utama PT DI, Budi Santoso.
Dua mantan petinggi PT DI, yakni mantan Direktur Keuangan dan Administrasi PT DI periode 2010-2018, Hermawan Hadi Mulyana, dan mantan Manajer Wilayah Pemasaran dan Penjualan Aircraft Service PT DI, Sumarno.
"Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka BS," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Baca juga: Negara mengalami kerugian Rp330 miliar terkait korupsi di PT Dirgantara Indonesia
Selain itu, KPK juga memanggil seorang saksi lainnya untuk Santoso, yaitu Manajer Penagihan PT DI, Achmad Azar.
Selain Budi, KPK juga telah menetapkan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI, Irzal Rinaldi Zailani, sebagai tersangka. Keduanya telah diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020.
Diketahui pada awal 2008, Santoso dan Zailani bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Dalam setiap kegiatan, Santoso sebagai direktur utama dan dibantu para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.
Baca juga: Soal alih fungsi hutan di Riau, penyidik KPK cecar saksi mengenai kebijakan operasional perusahaan
Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani direktur Aircraft Integration PT DI, direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.
Baca juga: KPK sita properti dan blokir uang senilai Rp18,6 miliar terkait kasus korupsi PT Dirgantara Indonesia
Selanjutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut nilainya sekitar Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp125 miliar.
Dengan demikian, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI periode 2007-2017 tersebut senilai Rp330 miliar.
Baca juga: Mantan Dirut PTDI Budi Santoso akui diperiksa KPK sebagai tersangka terkait kasus korupsi pemasaran pesawat
Baca juga: Saka Dirgantara perkenalkan simulator aeromodelling
Dua mantan petinggi PT DI, yakni mantan Direktur Keuangan dan Administrasi PT DI periode 2010-2018, Hermawan Hadi Mulyana, dan mantan Manajer Wilayah Pemasaran dan Penjualan Aircraft Service PT DI, Sumarno.
"Keduanya dipanggil sebagai saksi untuk tersangka BS," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Baca juga: Negara mengalami kerugian Rp330 miliar terkait korupsi di PT Dirgantara Indonesia
Selain itu, KPK juga memanggil seorang saksi lainnya untuk Santoso, yaitu Manajer Penagihan PT DI, Achmad Azar.
Selain Budi, KPK juga telah menetapkan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PT DI, Irzal Rinaldi Zailani, sebagai tersangka. Keduanya telah diumumkan sebagai tersangka pada 12 Juni 2020.
Diketahui pada awal 2008, Santoso dan Zailani bersama-sama dengan para pihak lain melakukan kegiatan pemasaran penjualan di bidang bisnis di PT DI.
Dalam setiap kegiatan, Santoso sebagai direktur utama dan dibantu para pihak bekerja sama dengan mitra atau agen untuk memenuhi beberapa kebutuhan terkait dengan operasional PT DI. Adapun proses mendapatkan dana untuk kebutuhan tersebut dilakukan melalui penjualan dan pemasaran secara fiktif.
Baca juga: Soal alih fungsi hutan di Riau, penyidik KPK cecar saksi mengenai kebijakan operasional perusahaan
Pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PT DI yang ditandatangani direktur Aircraft Integration PT DI, direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama sehingga KPK menyimpulkan telah terjadi pekerjaan fiktif.
Baca juga: KPK sita properti dan blokir uang senilai Rp18,6 miliar terkait kasus korupsi PT Dirgantara Indonesia
Selanjutnya pada 2011, PT DI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan PT DI kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut nilainya sekitar Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 juta dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp125 miliar.
Dengan demikian, kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI periode 2007-2017 tersebut senilai Rp330 miliar.
Baca juga: Mantan Dirut PTDI Budi Santoso akui diperiksa KPK sebagai tersangka terkait kasus korupsi pemasaran pesawat
Baca juga: Saka Dirgantara perkenalkan simulator aeromodelling