Negara mengalami kerugian Rp330 miliar terkait korupsi di PT Dirgantara Indonesia
Jakarta (ANTARA) - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyebut kerugian negara yang ditimbulkan dalam kasus korupsi kegiatan penjualan dan pemasaran di PT Dirgantara Indonesia (PTDI) periode 2007-2017 senilai Rp330 miliar.
"Akibat perbuatan para pihak tersangka negara dirugikan Rp330 miliar," ucap Firli saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) dan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ). Adapun pengadaan dan pemasaran di PTDI tersebut dilakukan secara fiktif.
Firli menjelaskan bahwa pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Baca juga: KPK sita properti dan blokir uang senilai Rp18,6 miliar terkait kasus PTDI
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.
Selanjutnya pada 2011, kata dia, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Baca juga: Ketua KPK: Kerugian kasus PTDI Rp330 miliar dapat digunakan bansos 1,1 juta KK
"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau disetarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar," tuturnya.
Dua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
"Akibat perbuatan para pihak tersangka negara dirugikan Rp330 miliar," ucap Firli saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Jumat.
Dalam kasus itu, KPK telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PTDI Budi Santoso (BS) dan mantan Asisten Direktur Bidang Bisnis Pemerintah PTDI Irzal Rinaldi Zailani (IRZ). Adapun pengadaan dan pemasaran di PTDI tersebut dilakukan secara fiktif.
Firli menjelaskan bahwa pada 2008 dibuat kontrak kemitraan/agen antara PTDI yang ditandatangani oleh Direktur Aircraft Integration, Direktur PT Angkasa Mitra Karya, PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Niaga Putra Bangsa, dan PT Selaras Bangun Usaha.
Baca juga: KPK sita properti dan blokir uang senilai Rp18,6 miliar terkait kasus PTDI
"Atas kontrak kerja sama mitra/agen tersebut, seluruh mitra/agen tidak pernah melaksanakan pekerjaan berdasarkan kewajiban yang tertera dalam surat perjanjian kerja sama. Itu lah kami menyimpulkan bahwa telah terjadi pekerjaan fiktif," ungkapnya.
Selanjutnya pada 2011, kata dia, PTDI baru mulai membayar nilai kontrak tersebut kepada perusahaan mitra/agen setelah menerima pembayaran dari pihak pemberi pekerjaan.
Baca juga: Ketua KPK: Kerugian kasus PTDI Rp330 miliar dapat digunakan bansos 1,1 juta KK
"Selama 2011 sampai 2018, jumlah pembayaran yang telah dilakukan oleh PT Dirgantara Indonesia kepada enam perusahaan mitra/agen tersebut yang nilainya kurang lebih kalau kami jumlahkan Rp330 miliar terdiri dari pembayaran Rp205,3 miliar dan 8,65 dolar AS juta kalau disetarakan dengan Rp14.500 perdolar AS maka nilainya Rp125 miliar," tuturnya.
Dua tersangka tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.