APPI nilai industri sepak bola layak terima dana stimulus COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Asosiasi Pemain Profesional Indonesia (APPI) mendorong pemerintah untuk memberikan dana stimulus bagi industri sepak bola Tanah Air yang juga sama-sama terdampak akibat pandemi COVID-19.
Adapun insentif yang bisa diberikan pemerintah salah satunya bisa disalurkan lewat pemberian akses untuk melakukan tes cepat maupun PCR secara berkala kepada pemain, pelatih, hingga ofisial sehubungan dengan wacana bakal digelarnya kompetisi Liga 1 dan Liga 2.
"Ini sebuah hal yang tak bisa ditawar karena memang keselamatan dan kesehatan jadi yang utama. Kalau pemain, pelatih, dan semua pihak tidak aman maka kemungkinan besar liga ini tidak akan berjalan dengan baik," ujar General Manajer APPI Ponaryo Astaman saat Webinar Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Kamis.
"Stimulus negara membantu kelancaran, saya pikir tidak masalah sepak bola mendapatkan stimulus," kata dia menambahkan.
Pria yang akrab disapa Popon ini mengatakan keberlanjutan kompetisi sepak bola di Indonesia bakal berpengaruh besar terhadap perekonomian. Apalagi saat ini pemerintah juga bakal menerapkan normal baru agar ekonomi bisa kembali pulih.
Berkaca pada kondisi itu, maka sepak bola bisa menjadi salah satu aspek penyumbang pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi global ini. Dana insentif yang diberikan bisa dimanfaatkan PSSI untuk melakukan pengecekan kesehatan sebelum pertandingan dimulai.
"Misal ada budget tambahan bisa komunikasikan PSSI ke pemerintah. Tes itu bukan sekali atau dua kali tapi itu berkala tak cukup satu sampai dua kali," kata dia.
Senada dengan Popon, Kaprodi Kajian Wilayah Eropa SKSG UI Henny Saptatia Drajati Nugrahani juga mendorong agar pemerintah memberikan insentif bagi sepak bola Tanah Air.
Menurutnya, jika pemerintah memberikan stimulus bagi para pekerja seni atau yang berhubungan dengan kebudayaan maka sepak bola juga semestinya mendapatkan hal serupa. Terlebih sepak bola di Indonesia sudah masuk dalam tatanan kebudayaan di masyarakat.
"Alokasi stimulus sektor kebudayaan semua dapat. Saya kira sepak bola bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan, maka dia harus dapat. Semua pemain sepak bola harus dapat," ujar Henny.
Direktur PT Persib Bandung Bermartabat Teddy Tjahyono dalam kesempatan yang sama mengatakan dimulainya Liga 1 harus diikuti pula dengan protokol kesehatan yang ketat.
Ia memprediksi bahwa pengeluaran klub akan membesar sehubungan dengan wajib dilakukannya tes cepat maupun PCR sebelum dilakukan pertandingan. Meski mahal namun langkah itu wajib dilakukan guna mencegah resiko penularan.
"PCR tes misalnya, protokol kesehatan harus dilakukan sehingga seluruh pihak bersih dari COVID-19. Nah dengan adanya tambahan biaya itu kita harus berhitung, kemudian kita harus mencari dana untuk bisa menutupi biaya operasional tersebut," kata dia.
Adapun insentif yang bisa diberikan pemerintah salah satunya bisa disalurkan lewat pemberian akses untuk melakukan tes cepat maupun PCR secara berkala kepada pemain, pelatih, hingga ofisial sehubungan dengan wacana bakal digelarnya kompetisi Liga 1 dan Liga 2.
"Ini sebuah hal yang tak bisa ditawar karena memang keselamatan dan kesehatan jadi yang utama. Kalau pemain, pelatih, dan semua pihak tidak aman maka kemungkinan besar liga ini tidak akan berjalan dengan baik," ujar General Manajer APPI Ponaryo Astaman saat Webinar Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Kamis.
"Stimulus negara membantu kelancaran, saya pikir tidak masalah sepak bola mendapatkan stimulus," kata dia menambahkan.
Pria yang akrab disapa Popon ini mengatakan keberlanjutan kompetisi sepak bola di Indonesia bakal berpengaruh besar terhadap perekonomian. Apalagi saat ini pemerintah juga bakal menerapkan normal baru agar ekonomi bisa kembali pulih.
Berkaca pada kondisi itu, maka sepak bola bisa menjadi salah satu aspek penyumbang pertumbuhan ekonomi di tengah pandemi global ini. Dana insentif yang diberikan bisa dimanfaatkan PSSI untuk melakukan pengecekan kesehatan sebelum pertandingan dimulai.
"Misal ada budget tambahan bisa komunikasikan PSSI ke pemerintah. Tes itu bukan sekali atau dua kali tapi itu berkala tak cukup satu sampai dua kali," kata dia.
Senada dengan Popon, Kaprodi Kajian Wilayah Eropa SKSG UI Henny Saptatia Drajati Nugrahani juga mendorong agar pemerintah memberikan insentif bagi sepak bola Tanah Air.
Menurutnya, jika pemerintah memberikan stimulus bagi para pekerja seni atau yang berhubungan dengan kebudayaan maka sepak bola juga semestinya mendapatkan hal serupa. Terlebih sepak bola di Indonesia sudah masuk dalam tatanan kebudayaan di masyarakat.
"Alokasi stimulus sektor kebudayaan semua dapat. Saya kira sepak bola bagian yang tidak terpisahkan dari kebudayaan, maka dia harus dapat. Semua pemain sepak bola harus dapat," ujar Henny.
Direktur PT Persib Bandung Bermartabat Teddy Tjahyono dalam kesempatan yang sama mengatakan dimulainya Liga 1 harus diikuti pula dengan protokol kesehatan yang ketat.
Ia memprediksi bahwa pengeluaran klub akan membesar sehubungan dengan wajib dilakukannya tes cepat maupun PCR sebelum dilakukan pertandingan. Meski mahal namun langkah itu wajib dilakukan guna mencegah resiko penularan.
"PCR tes misalnya, protokol kesehatan harus dilakukan sehingga seluruh pihak bersih dari COVID-19. Nah dengan adanya tambahan biaya itu kita harus berhitung, kemudian kita harus mencari dana untuk bisa menutupi biaya operasional tersebut," kata dia.