Lomba menggambar tokoh Kemerdekaan RI

id bangka barat hebat,pelestarian nilai sejarah di mentok

Lomba menggambar tokoh Kemerdekaan RI

Pesanggrahan Menumbing lokasi pengasingan sejumlah tokoh pejuang Kemerdekaan RI di Mentok. (babel.antaranews.com/ Donatus DP)

Mentok, Babel (ANTARA) - Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) akan menggelar lomba menggambar dengan objek utama delapan tokoh pejuang Kemerdekaan Republik Indonesia yang diasingkan Belanda di Mentok sebagai upaya menggelorakan semangat nasionalisme.

"Lomba menggambar ini kami harapkan bisa memberi tambahan wawasan kebangsaan bagi para peserta sekaligus menumbuhkan kecintaan terhadap daerahnya," kata Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Bangka Barat, Bambang Haryo Suseno di Mentok, Kamis.

Kegiatan lomba menggambar khusus untuk para pelajar sekolah dasar tersebut akan diselenggarakan pada Kamis (4/7) mulai pukul 08.00 WIB di halaman Museum Timah Indonesia Mentok.

Menurut dia, lomba menggambar dengan tema tokoh pemimpin RI yang diasingkan di Mentok tersebut diharapkan mampu memotivasi para peserta untuk lebih semangat belajar sejarah yang ada di daerahnya.

"Kegiatan ini merupakan salah satu upaya pemerintah dalam pelestarian nilai sejarah," ujarnya.

Kota Mentok yang berada di ujung Barat Pulau Bangka memegang peran penting dalam upaya Kemerdekaan Republik karena pada masa revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia karena menjadi lokasi pengasingan sejumlah pemimpin RI pascaagresi Militer II.

Pada saat peristiwa Agresi Militer Belanda II, 19 Desember 1948, terhadap ibukota Indonesia, Yogyakarta, Belanda berhasil menawan dan mengasingkan para pimpinan pemerintahan.

Sebagian tokoh yang tertangkap tersebut kemudian diasingkan Belanda ke Pulau Bangka tersebut dikirim dalam tiga gelombang kedatangan.

Kedatangan pertama pada 22 Desember 1948, Belanda membawa empat tokoh penting Republik, yaitu Mohamad Hatta, Soerjadarma, Asa’at, dan A.G. Pringgodigo, disusul kedatangan kedua pada 31 Desember 1948 adalah Mohamad Roem dan Ali Sastroamidjojo dan kedatangan ketiga pada 6 Februari 1949 adalah Soekarno dan Agus Salim.

Penempatan para tokoh di Pulau Bangka itu merupakan bagian dari strategi Belanda untuk menjauhkan pengaruh Soekarno dan kawan-kawandari rakyat pendukung kemerdekaan sekaligus untuk memadamkan semangat para pejuang kemerdekaan.

Belanda memilih Bangka sebagai lokasi pengasingan karena merupakan salah satu negara bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) di bawah pengawasan "Bijeenkomst voor Federaal Overleg" (BFO) sehingga cukup aman karena dianggap rakyat Pulau Bangka tidak akan mendukung dan memberikan simpati kepada para tokoh yang diasingkan.