KPK kembali gali peran Nicke dalam kasus PLTU Riau-1

id nicke widyawati,pln,kpk,PLTU Riau-1,Sofyan Basir,berita sumsel, berita palembang, antara sumsel, antara palembang, antara hari ini, palembang hari ini

KPK kembali gali peran Nicke dalam kasus PLTU Riau-1

Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati seusai diperiksa di gedung KPK Jakarta, Kamis (2/5). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Jakarta (ANTARA) - Penyidik KPK kembali menggali peran Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati saat menjadi Direktur Perencanaan PT PLN dalam kasus tindak pidana korupsi terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.

"Tadi saya ditanya kurang lebih sama dengan yang ditanyakan sebelumnya, sebagai mantan direktur di PLN itu saja," kata Nicke di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Nicke diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Dirut PT PLN nonaktif Sofyan Basir (SFB).

"Sama-sama dengan yang dulu, kurang lebih sama," tambah Nicke singkat dan langsung berjalan menuju ke mobilnya tanpa menjelaskan lebih lanjut pemeriksaan dirinya di KPK.

Nicke pernah diperiksa KPK pada 17 September 2018 juga dalam kasus yang sama untuk tersangka lain yaitu mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan mantan Menteri Sosial dan Sekjen Partai Golkar Idrus Marham.

Sofyan Basir diumumkan sebagai tersangka perkara dugaan tindak pidana korupsi suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 pada Selasa (23/4).

Sofyan diduga membantu bekas anggota Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Eni Maulani Saragih dan pemilik saham Blackgold Natural Resources (BNR) Ltd Johannes Budisutrisno Kotjo mendapatkan kontrak kerja sama proyek senilai 900 juta dolar AS atau setara Rp12,8 triliun.

Sofyan hadir dalam pertemuan-pertemuan yang dihadiri oleh Eni Maulani Saragih, Johannes Kotjo dan pihak lainnya untuk memasukkan proyek "Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang RIAU-1 (PLTU MT RIAU-1) PT PLN.

Pada 2016, meskipun belum terbit Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016 tentang Percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan yang menugaskan PT PLN menyelenggarakan Pembangunan Infrastruktur Kelistrikan (PIK), Sofyan diduga telah menunjuk Johannes Kotjo untuk mengerjakan proyek PLTU Riau-1 karena untuk PLTU di Jawa sudah penuh dan sudah ada kandidat.

Sehingga PLTU Riau-1 dengan kapasitas 2x300 MW masuk dalam RUPTL PLN. Setelah itu, diduga Sofyan Basir menyuruh salah satu Direktur PT PLN agar "Power Purchase Agreement" (PPA) antara PLN dengan Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Co (CHEC) segera direalisasikan.

KPK juga sudah mengirimkan surat permohonan cegah untuk Sofyan sejak 25 April 2019 hingga enam bulan ke depan.

Terkait perkara ini, sudah ada 3 orang yang dijatuhi hukuman yaitu mantan Menteri Sosial yang juga mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham divonis 3 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 2 bulan kurungan.

Eni Maulani Saragih pada 1 Maret 2019 lalu juga telah divonis 6 tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider 2 bulan kurungan ditambah kewajiban untuk membayar uang pengganti sebesar Rp5,87 miliar dan 40 ribu dolar Singapura.

Sedangkan Johanes Budisutrisno Kotjo diperberat hukumannya oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta menjadi 4,5 tahun penjara ditambah denda Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan pemilik PT Borneo Lumbung Energi dan Metal (BLEM) Samin Tan juga sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK karena diduga memberikan suap kepada Eni Maulani Saragih sejumlah Rp5 miliar.