WWF Indonesia nilai perlu komitmen politik penerapan sawit berkelanjutan

id sawit,wwf,WWF Indonesia,kelapa sawit

WWF Indonesia nilai perlu komitmen politik penerapan sawit berkelanjutan

Foto udara perkebunan kelapa sawit di Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatra Selatan, Kamis (13/9). Kementerian Perdagangan memberlakukan Bea Keluar (BK) untuk produk crude palm oil (CPO) asal Indonesia US$0 per ton untuk September karena turunnya harga referensi produk CPO penetapan BK periode September 2018 pada level 603,94 dolar AS per metrik ton (MT) melemah 28,23 dolar AS atau 4,46 persen dari Agustus 2018 yang senilai 632,17 dolar AS per MT. (ANTARA News Sumsel/Nova Wahyudi/18)

Sintang, Kalimantan Barat (ANTARA News Sumsel) - WWF Indonesia menilai komitmen politik sangat diperlukan dalam penerapan pengelolaan perkebunan kelapa sawit secara berkelanjutan, salah satunya telah diberlakukan di Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat.

"Kalau kita ingin mendorong pengelolaan sawit berkelanjutan bisa diimplementasikan dengan baik di lapangan, salah satu faktor utama kunci suksesnya adalah kepemimpinan politik," kataSustainable Palm Oil Program Manager WWF Indonesia Putra Agung kepada beberapa wartawan di Sintang, Kamis.

Komitmen politik tersebut telah ditunjukkan oleh Bupati Sintang Jarot Winarno yang memberlakukan sejumlah regulasi terkait pengelolaan perkebunan sawit berkelanjutan untuk menyeimbangkan aspek ekonomi, konservasi, dan sosial budaya.

Salah satu regulasi yang diterbitkan demi mendorong implementasi prinsip-prinsip keberlanjutan dalam industri sawit adalah Peraturan Bupati Kabupaten Sintang Nomor 57 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pembukaan Lahan bagi Masyarakat untuk mengendalikan kegiatan pembakaran lahan untuk mengakomodasi kepentingan adat. 

Sintang adalah salah satu dari tiga daerah di Indonesia yang terlibat dalam proyek Kemitraan Pertumbuhan Baik, dibantu oleh WWF Indonesia dan dibiayai Global Environment Facility melalui UNDP.

Program yang dijalankan sejak 2017 ini berfokus pada penghilangan rantai pasokan minyak sawit dan produksi dari deforestasi dan praktik yang tidak berkelanjutan. 

Di bawah proyek ini, WWF Indonesia bekerjasama dengan Pemerintah Sintang menunjukkan skema produksi minyak sawit berkelanjutan menggunakan pendekatan yurisdiksi di tingkat kabupaten.

"Jadi bagaimana seorang kepala daerah tidak hanya berkomitmen tetapi terjun langsung untuk menjamin bahwa produk atau komoditas yang dihasilkan di yurisdiksi tersebut bebas dari praktik tidak bertanggungjawab, dan pasar sebenarnya sangat mengharapkan itu," kata Agung.

Proyek ini dirancang untuk membantu petani mengadopsi praktik terbaik yang mencakup peningkatan input dan teknologi yang akan memungkinkan peningkatan produksi menggunakan lahan pertanian yang ada, tanpa perlu perluasan lahan. 

Salah satu kegiatan proyek adalah meningkatkan kapasitas petani kecil mandiri untuk menghasilkan minyak sawit berkelanjutan.

Proyek ini dijalankan di empat desa di dua kecamatan dan melibatkan 300 petani kecil yang dikategorikan sebagai petani swadaya skala kecil yang terkait dengan rantai pasokan melalui agen lokal (sekitar 1-2 hektare per rumah tangga) dan petani kecil mengelola plot terkait dengan perusahaan skema plasma (10-15 hektare). 

Proyek ini akan berfokus untuk 300 pekebun mandiri yang dimiliki oleh 60 petani kecil.

Seperti banyak daerah di Indonesia, kelapa sawit adalah penggerak utama ekonomi di Sintang, yang menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi masyarakat dan pekebun baik secara langsung maupun tidak langsung.

Berdasarkan data statistik 2017, produksi minyak sawit di Sintang mencapai 935.941 ton yang berasal dari 168.107 hektare lahan.

Sintang memiliki pekebun besar yang mengelola sekitar 9.000 hektare dan lebih dari 1.000 rumah tangga petani mandiri.