Mataram (ANTARA Sumsel) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar rapat koordinasi terpadu di Mataram, Kamis, guna memantapkan pelaksanaan program "Tambora Menyapa Dunia 1815-2015" atau peringatan dua abad meletusnya Gunung Berapi Tambora, pada 11 April 2015.
Rapat koordinasi terpadu yang dipimpin Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi NTB H Lalu Gita Aryadi itu, dihadiri kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait di jajaran Pemprov NTB.
Hadir pula Staf Ahli Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Rachmat Tatang Bahrudin dan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Dompu H Agus Buhari.
Mengawali rapat koordinasi terpadu itu, Gita menjelaskan bahwa peluncuran program "Tambora Menyapa Dunia 1815¿2015" sudah dilakukan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, pada Upacara Peringatan Hari Jadi Ke-198 Pemerintah Kabupaten Dompu, 11 April 2013, di halaman Kantor Bupati Dompu.
Program tersebut dihajatkan sebagai pengungkit kepariwisataan NTB yang kini telah dikenal dunia internasional.
Karena itu, diharapkan semua pihak memberikan dukungan untuk segera melakukan berbagai persiapan menuju kesuksesan program "Tambora Menyapa Dunia 1815-2015" itu.
Pada 16 Juni 2013, peluncuran program "Tambora Menyapa Dunia 1815-2015" itu dilakukan di Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemparekraf) di Jakarta.
"Saat 'grand lounching' itu, Menparekraf Mari Elka Pangestu menyatakan mendukung sepenuhnya pengembangan NTB sebagai sebagai salah satu dari 16 daerah destinasi unggulan pariwisata nasional," ujarnya.
NTB merupakan salah satu pintu gerbang pariwisata nasional selain sebagai penyangga pangan nasional. Karena itu, Kementerian Parekraf akan mendorong penyiapan infrastrukturnya.
Menurut Gita, diperlukan rapat koordinasi terpadu berkali-kali guna memantapkan kesiapan pelaksanaan program Tambora Menyapa Dunia itu.
"Banyak hal yang perlu dipersiapkan, selain infrastruktur dasar, juga sarana pendukung lainnya dan akan didukung oleh kementerian terkait," ujarnya.
Gita mengungkapkan bahwa Kemparekraf akan mendukung penataan destinasi pariwisata di sekitar kawasan Tambora.
Sementara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) akan mendukung pembangunan museum budaya di kawasan tersebut.
"Pekan depan, Pak Gubernur akan mempresentasikan kesiapan pelaksanaan program Tambora Menyapa Dunia di hadapan Menko Perekonomian. Tentu agar ada dukungan terkoordinasi dari berbagai kementerian," ujarnya.
Diakuinya, Pemprov NTB makin gencar menyebarluaskan informasi tentang peringatan dua abad meletusnya Gunung Berapi Tambora, agar diketahui berbagai kalangan sejak dini.
Pemprov NTB juga telah mengantongi "roadmap" atau pedoman teknis untuk menggelar peringatan dua abad meletusnya Gunung Berapi Tambora itu.
"Roadmap" itu merupakan acuan utama bagi instansi terkait untuk terlibat aktif dalam kegiatan memperingati dua abad meletusnya Gunung Tambora.
Terdapat tiga agenda besar dalam peringatan dua abad meletusnya Gunung Tambora, yakni kegiatan sosialisasi sekaligus promosi keunggulan Gunung Tambora, pengembangan situs dan daya tarik wisata, dan pengembangan infrastruktur pendukung seperti jalan dan pelabuhan laut.
Diyakini, pasca puncak peringatan Dua Abad Tambora, para arkelog dunia akan datang meneliti sejarah letusan Gunung Tambora.
Konon, Napoleon kalah perang karena distribusi logistik yang cukup panjang dihalangi oleh kabut letusan Gunung Tambora.
Sejarah letusan
Gunung Tambora atau Tomboro adalah sebuah stratovolcano aktif yang terletak di dua kabupaten di Pulau Sumbawa, yaitu Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut, dan Kabupaten Bima (bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga utara), Provinsi NTB.
Gunung Tambora terletak di sisi utara maupun selatan kerak oseanik, yang terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya dan berada pada ketinggian sampai 4.300 meter persegi sehingga pernah menjadi salah satu puncak tertinggi di Nusantara dan mengeringkan dapur magma besar di dalam gunung itu, padahal diperlukan waktu seabad untuk mengisi kembali dapur magma tersebut.
Aktivitas vulkanik gunung berapi ini mencapai puncaknya pada bulan April tahun 1815 ketika meletus dalam skala tujuh pada Volcanic Explosivity Index.
Letusan tersebut menjadi letusan tebesar sejak letusan danau Taupo pada tahun 181, karena letusan Gunung Tambora terdengar hingga pulau Sumatera (lebih dari 2.000 km).
Abu vulkanik jatuh di Kalimantan, Sulawesi, Jawa dan Maluku. Letusan gunung ini menyebabkan kematian hingga tidak kurang dari 71.000 orang dengan 11.000¿12.000 di antaranya terbunuh secara langsung akibat dari letusan tersebut.
Bahkan beberapa peneliti memperkirakan sampai 92.000 orang terbunuh, meski angka tersebut diragukan karena berdasarkan atas perkiraan yang terlalu tinggi lantaran tiga kerajaan yakni Kerajaan Pekat, Tambora dan Sanggar, dilaporkan ikut terkubur.
Saat itulah diperkirakan kapal kuno terkubur bersama awaknya dalam letusan Gunung Tambora.
Selain itu, letusan Gunung Tambora juga menyebabkan perubahan iklim dunia, yang mencuat satu tahun berikutnya (1816) yang sering disebut sebagai tahun tanpa musim panas karena perubahan drastis dari cuaca Amerika Utara dan Eropa karena debu yang dihasilkan dari letusan Tambora itu.
Akibat perubahan iklim yang drastis ini banyak panen yang gagal dan kematian ternak di Belahan Utara yang menyebabkan terjadinya kelaparan terburuk pada abad ke-19.
