Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Pengusaha Arang Briket Nusantara Indonesia Raya (PABNIR) Diah Tristani mengatakan para pengusaha briket mengeluhkan kinerja ekspor yang terhambat karena masalah logistik atau pengiriman.
"Briket arang Indonesia itu primadona karena kualitasnya sangat baik. Permintaan importir juga tinggi. Tapi lagi-lagi kami terkendala oleh persoalan logistik,” katanya ketika bertemu Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa.
Baca juga: "Si Hitam" yang jadi sumber kehidupan masyarakat
Keterangan tertulis Kantor Staf Presiden (KSP) menyebutkan perusahaan pelayaran asing tidak menerima produk briket arang Indonesia karena termasuk produk yang mudah terbakar.
Pengusaha briket arang, lanjut Dian, juga kesulitan untuk memenuhi berbagai persyaratan ekspor, seperti kelengkapan audit dan verifikasi tempat produksi.
"Kami sudah ikuti semua prosedurnya, tapi masih saja dinilai tidak lengkap. Kami mohon ada regulasi yang jelas soal ini," ujar Diah.
Di kesempatan yang sama, Ketua Persatuan Pengusaha Arang Kelapa Indonesia (Perpaki) Yogi Abimanyu meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) memasukkan industri arang kelapa dan turunannya dalam Daftar Negatif Investasi (DNI) karena banyaknya pemodal besar asing yang masuk akan mematikan industri arang kelapa lokal.
"Industri arang kelapa ini rendah investasi, rendah teknologi. Jadi dengan nilai investasi Rp1 miliar saja sudah bisa. Jika pemodal besar asing ini dibiarkan masuk, industri lokal yang tertekan," katanya.
Abimanyu menilai dengan membangun industri arang briket kelapa di Indonesia, pemodal asing mendapat informasi mengenai biaya produksi di Indonesia.
Dengan begitu, briket arang kelapa dijual murah pada pengusaha yang masih satu grup di negara mereka. Sedangkan di pasar ritel, briket arang kembali dijual tinggi untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya.
“Hal ini menekan kami. Kami jadi sulit mendapat harga tinggi karena harganya sudah ditekan oleh perusahaan asing ini,” katanya.
Baca juga: Siswa SMAN Sumsel hasilkan briket dari limbah salak dan tebu
Menanggapi aduan tersebut, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menekankan pentingnya penguatan industri briket arang dari hulu hingga hilir agar dapat meningkatkan nilai tambah dan daya saing.
Ia mencatat ekspor briket arang Indonesia rata-rata mencapai 30 ribu ton per bulan dengan nilai devisa Rp7 triliun.
"Potensi ini perlu diperkuat industri hilirnya sehingga dibutuhkan kemudahan berusaha. Sementara terkait persoalan pengiriman, KSP akan carikan solusinya," kata Moeldoko.