Palembang (ANTARA Sumsel) - Arang kayu tentunya dikenal luas oleh masyarakat karena banyak digunakan untuk memasak makanan terutama bagi pengusaha rumah makan, pedagang sate, dan lainnya.
Arang kayu ini, kalau dipegang tentunya tangan akan menjadi hitam sehingga banyak orang tidak mau menyentuhnya, tapi bagi Marhama (44) "si hitam" ini yang dipegangnya setiap hari.
"Saya tidak pernah takut untuk memegang arang kayu ini, karena ini adalah pekerjaan saya setiap hari," katanya di Palembang, Minggu.
Pekerjaan sebagai pedagang arang kayu ini sudah ia tekuni cukup lama untuk membiayai kehidupan keluarganya, jadi baginya "si hitam" itu merupakan sumber kehidupan bagi keluarganya guna bertahan hidup.
Ia membuka kios arang kayunya yang berada di Kawasan Jakabaring, Palembang, ini sejak pukul 06.00 WIB dan tutup pukul 17.00 WIB.
"Saya sudah delapan tahun berdagang arang kayu ini di sini," ujarnya sambil tanggannya yang lincah memisahkan arang kayu yang kasar dan halus.
Ia menyatakan, arang kayu itu ia beli dengan harga bervariasi untuk ukuran karung besar Rp29 ribu per karung, sedangkan yang kecil Rp17 ribu per karung.
Arang kayu yang dibelinya itu harus diolah dengan memisahkan bagian yang halus dengan kasar, karena harganya juga berbeda.
Jadi, arang kayu ini yang dibelinya dari masyarakat yang tinggal dari daerah sekitar Palembang itu, tidak langsung dijual, tetapi dipisahkan dulu mana yang halus dan kasar, tuturnya.
Arang kayu itu ia beli dari daerah sekitar Palembang yang dibawa langsung oleh masyarakat ke tempatnya berdagang.
Harga arang kayu itu berbeda-beda untuk yang halus dijual Rp23 ribu per karung ukuran kecil, sedangkan arang kayu masih kasar dijual Rp18 ribu per karung.
Arang kayu yang dijualnya itu ada berasal dari kayu gelam, kayu racuk dan lainnya. Setiap arang kayu itu ada kelebihan sendiri-sendiri seperti kayu gelam lambat hidupnya, tetapi lama matinya.
Pembeli arang kayu itu ada yang langsung datang ke tempatnya dan ada juga diantar ke pelanggan, katanya.
Biayai Hidup
Ia mengatakan, keuntungan yang diperolehnya dari berdagang arang kayu itu untuk membiayai hidup mereka sekeluarga selama ini.
Keuntungan yang diperolehnya dalam menjual arang kayu itu setiap karungnya sekitar Rp3.000,-, ujarnya sambil memasukkan "si hitam" itu ke dalam karung.
Dalam sehari arang kayu yang bisa terjual sebanyak 50 karung lebih dan mereka yang membeli ada langsung ke tempatnya dan ada juga diantar, karena sudah langganan.
Masih banyak yang membeli arang kayu di Palembang ini untuk keperluan memasak makanan terutama pengusaha rumah makan dan pedagang sate.
"Dulu waktu pertama kali berjualan arang kayu ini modalnya Rp3 juta," kenangnya ketika baru memulai usahanya itu.
Kalau sekarang ini dari keuntungannya yang diperolehnya dalam sebulan bisa mencapai jutaan rupiah sehingga mampu membiayai hidup mereka, tutur ibu yang mempunyai lima orang anak ini.
Sekarang modalnya sudah mencapai Rp50 jutaan, tetapi uangnya selalu diputar untuk membeli arang kayu lagi.
Keuntungan dari menjual arang kayu itu untuk biaya hidup sehari-hari dan membiayai sekolah anaknya.
"Jadi, dari menjual arang kayu inilah kami bisa membiayai hidup keluarga kami," ujar Marhama seraya menyatakan kalau usaha itu ia lakukan bersama suaminya.
Berdasarkan pantauan tampak masyarakat yang menjual arang kayu itu langsung ke tempatnya, begitu juga pembelinya.
Sementara salah seorang pembeli, Acan mengatakan, kalau ia membeli arang kayu itu untuk berjualan martabak, jadi masaknya menggunakan arang.
"Setiap dua hari sekali saya membeli dua karung arang di sini," katanya.(Susi)
"Si Hitam" yang jadi sumber kehidupan masyarakat
....Arang kayu tentunya dikenal luas oleh masyarakat karena banyak digunakan untuk memasak makanan terutama bagi pengusaha rumah makan, pedagang sate, dan lainnya....