Palembang (ANTARA) - Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) yang diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan semakin diminati warga Palembang, Sumatera Selatan.
Salah satu perusahaan pialang di Palembang, Sumatera Selatan, PT Solid Gold Berjangka mengalami kenaikan jumlah nasabah dalam dua tahun terakhir walau daerah ini masih dipayungi pengaruhi pandemi COVID-19.
Kepala PT Solid Gold Berjangka (SGB) Cabang Palembang Putu Ryan di Palembang, Sabtu, mengatakan, pada 2020 mencatat jumlah nasabah 59 orang dengan 1.288 transaksi, kemudian di 2021 melonjak menjadi 127 nasabah dan 5.000 transaksi.
“Tren ini berlanjut hingga kini, yang mana per Mei 2022, sudah terjadi penambahan nasabah sebanyak 30 persen dari capaian tahun lalu dengan total 1.700 transaksi,” kata Ryan.
Pihaknya pun optimis pada tahun ini bisa mencapai pertumbuhan hingga 200 persen jika dibandingkan tahun lalu.
Baca juga: Indodax: Aset kripto di Indonesia sebagai komoditi, bukan mata uang
Untuk terus meningkatkan minat masyarakat dalam perdagangan berjangka komoditi ini, Solid Gold Berjangka juga gencar melakukan kegiatan edukasi mengenai cara berinvestasi.
“Sebelum berinvestasi harus tahu dulu bahwa dalam bisnis itu ada untung dan rugi, dan jangan percaya jika ada perusahaan pialang yang menawarkan fix income (pendapatan tetap),” ujar dia.
Pengetahuan ini penting dimiliki calon nasabah agar tidak mengalami penipuan investasi bodong.
"Kami sebagai pialang juga tak sembarang, ada syaratnya untuk dinyatakan layak sebagai nasabah,” kata dia.
Ia mengatakan salah satu yang wajib dipenuhi oleh para calon investor yakni harus menggunakan dana simpanan atau bukan dana untuk kebutuhan sehari-hari.
Ini karena, setidaknya dibutuhkan investasi Rp100 juta untuk dapat mengikuti perdagangan berjangka emas di perusahaan pialang.
“Istilah kami itu uang dari dalam kulkas, bukan uang dari mana-mana, apalagi sampai pinjam ke bank. Itu bakal kami tolak,” kata dia.
Baca juga: Investasi pedagangan berjangka komoditi tetap tumbuh selama pandemi
Setelah itu, calon investor harus teredukasi mengenai resiko berinvestasi di PBK, termasuk mengenai cara bertransaksi dan mengelola emosi.
Kepala OJK Regional VII Sumbagsel Untung Nugroho mengatakan OJK fokus mengikis kesenjangan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan di Sumatera Selatan bersinergi kalangan industri jasa keuangan, pemerintah daerah dan kementerian/lembaga.
Berdasarkan survei terbaru indeks literasi di Sumsel mencapai 40 persen atau di atas angka rata-rata nasional 38 persen, sedangkan untuk inklusi keuangan mencapai 85 persen atau di atas angka rata-rata nasional 75 persen.
“Walau sudah di atas angka rata-rata nasional tapi ada gap yang cukup jauh antara tingkat literasi dan inklusi,” kata dia.
Baca juga: Ini penyebab bursa berjangka Indonesia kalah bersaing
Kesenjangan yang cukup jauh, dimana indeks literasi jauh lebih rendah dibandingkan inklusi keuangan ini menunjukkan bahwa masyarakat di Sumsel sudah aktif tapi belum memahami karakteristik produk jasa keuangan.
“Inilah salah satu penyebab mudahnya masyarakat terjebak dalam investasi bodong hingga pinjaman online ilegal,” kata dia.
Untuk mengurangi gap antara literasi dan inklusi keuangan ini dibutuhkan sinergi antara berbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
Hal ini berkaitan juga dengan Perpres No 114 Tahun 2020 mengenai target Peningkatan Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan sebesar 50 persen dan 90 persen pada 2024.
“Artinya Sumsel jangan berpuas diri dulu, karena ada target yang lebih tinggi pada 2024,” kata dia.
Salah satu perusahaan pialang di Palembang, Sumatera Selatan, PT Solid Gold Berjangka mengalami kenaikan jumlah nasabah dalam dua tahun terakhir walau daerah ini masih dipayungi pengaruhi pandemi COVID-19.
Kepala PT Solid Gold Berjangka (SGB) Cabang Palembang Putu Ryan di Palembang, Sabtu, mengatakan, pada 2020 mencatat jumlah nasabah 59 orang dengan 1.288 transaksi, kemudian di 2021 melonjak menjadi 127 nasabah dan 5.000 transaksi.
“Tren ini berlanjut hingga kini, yang mana per Mei 2022, sudah terjadi penambahan nasabah sebanyak 30 persen dari capaian tahun lalu dengan total 1.700 transaksi,” kata Ryan.
Pihaknya pun optimis pada tahun ini bisa mencapai pertumbuhan hingga 200 persen jika dibandingkan tahun lalu.
Baca juga: Indodax: Aset kripto di Indonesia sebagai komoditi, bukan mata uang
Untuk terus meningkatkan minat masyarakat dalam perdagangan berjangka komoditi ini, Solid Gold Berjangka juga gencar melakukan kegiatan edukasi mengenai cara berinvestasi.
“Sebelum berinvestasi harus tahu dulu bahwa dalam bisnis itu ada untung dan rugi, dan jangan percaya jika ada perusahaan pialang yang menawarkan fix income (pendapatan tetap),” ujar dia.
Pengetahuan ini penting dimiliki calon nasabah agar tidak mengalami penipuan investasi bodong.
"Kami sebagai pialang juga tak sembarang, ada syaratnya untuk dinyatakan layak sebagai nasabah,” kata dia.
Ia mengatakan salah satu yang wajib dipenuhi oleh para calon investor yakni harus menggunakan dana simpanan atau bukan dana untuk kebutuhan sehari-hari.
Ini karena, setidaknya dibutuhkan investasi Rp100 juta untuk dapat mengikuti perdagangan berjangka emas di perusahaan pialang.
“Istilah kami itu uang dari dalam kulkas, bukan uang dari mana-mana, apalagi sampai pinjam ke bank. Itu bakal kami tolak,” kata dia.
Baca juga: Investasi pedagangan berjangka komoditi tetap tumbuh selama pandemi
Setelah itu, calon investor harus teredukasi mengenai resiko berinvestasi di PBK, termasuk mengenai cara bertransaksi dan mengelola emosi.
Kepala OJK Regional VII Sumbagsel Untung Nugroho mengatakan OJK fokus mengikis kesenjangan antara tingkat literasi dan inklusi keuangan di Sumatera Selatan bersinergi kalangan industri jasa keuangan, pemerintah daerah dan kementerian/lembaga.
Berdasarkan survei terbaru indeks literasi di Sumsel mencapai 40 persen atau di atas angka rata-rata nasional 38 persen, sedangkan untuk inklusi keuangan mencapai 85 persen atau di atas angka rata-rata nasional 75 persen.
“Walau sudah di atas angka rata-rata nasional tapi ada gap yang cukup jauh antara tingkat literasi dan inklusi,” kata dia.
Baca juga: Ini penyebab bursa berjangka Indonesia kalah bersaing
Kesenjangan yang cukup jauh, dimana indeks literasi jauh lebih rendah dibandingkan inklusi keuangan ini menunjukkan bahwa masyarakat di Sumsel sudah aktif tapi belum memahami karakteristik produk jasa keuangan.
“Inilah salah satu penyebab mudahnya masyarakat terjebak dalam investasi bodong hingga pinjaman online ilegal,” kata dia.
Untuk mengurangi gap antara literasi dan inklusi keuangan ini dibutuhkan sinergi antara berbagai pihak terkait, mulai dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, dan Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD).
Hal ini berkaitan juga dengan Perpres No 114 Tahun 2020 mengenai target Peningkatan Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan sebesar 50 persen dan 90 persen pada 2024.
“Artinya Sumsel jangan berpuas diri dulu, karena ada target yang lebih tinggi pada 2024,” kata dia.