Kupang (ANTARA) - Sejumlah media massa nasional pada Agustus 2008 pernah menulis tentang punahnya Komodo (Varanus Komodoensis), bintang purba langka raksasa di Pulau Padar, sebuah pulau kecil dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) di ujung barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur.
Sejak tahun 2000, populasi Komodo di Pulau Padar tidak ditemukan lagi. Tidak ada lagi kotoran Komodo yang ditemukan di atas pulau tersebut. "Komodo di Pulau Padar sudah punah total," kata Ramang Isaka, salah seorang kepala seksi pengelolaan Balai TNK di Pulau Padar, kala itu.
Belum diketahui pasti penyebab punahnya binatang langka tersebut, namun diduga kuat akibat aksi perburuan liar terhadap mangsanya Komodo seperti rusa dan babi serta perubahan lingkungan akibat pembakaran liar menjadi penyebab punahnya Komodo.
Antara tahun 1980-1990-an, populasi Komodo di Pulau Padar masih banyak, tetapi akibat ulah para pemburu liar yang membakar hutan di kawasan itu membuat ruang gerak Komodo semakin terjepit dan kemungkinan puluhan ekor Komodo ikut terbakar.
Secara keseluruhan, jumlah Komodo yang masih hidup diperkirakan 2.500 ekor yang tersebar di Pulau Komodo, Pulau Rinca serta Pulau Gili Motang, dan biawak Komodo hanya dapat bertahan hidup di lokasi yang memiliki ketersediaan air yang cukup, tempat berlindungnya aman, banyak pohon rimbun serta makanan berlimpah.
"Kami masih melakukan penyelidikan tentang penyebab utama kepunahan Komodo di Pulau Padar. Kami akan melakukan survei untuk mengetahui pasti kondisi alam Pulau Padar sekaligus menginventarisir jenis-jenis makanan Komodo yang masih ada di kawasan itu," kata Ramang Isaka.
Di sisi lain, arus kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara ke kawasan itu, terus bertambah beberapa tahun terakhir. Sampai dengan semester pertama 2008, jumlah wisatawan yang berkunjung mencapai 2.800 orang.
Sebagian besar wisatawan menjadikan kawasan Taman Nasional Komodo sebagai tujuan utama, seperti para wisatawan berasal dari Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Perancis, Inggris, Australia, Rusia dan beberapa negara Eropa lainnya.
Pulau Komodo di kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) akan ditutup pemerintah mulai 2020 untuk kepentingan konservasi (ANTARA FOTO/Kornelis Kaha)
Pada tahun 2012, populasi Komodo di TNK dilaporkan mencapai 4.647 ekor, yang menyebar di Pulau Komodo sebanyak 2.065 ekor, Pulau Rinca sekitar 2.355 ekor, Pulau Gili Motang 131 ekor dan di Pulau Nusa Kode hanya sekitar 95 ekor.
Sementara di Pulau Padar sudah tidak ditemukan lagi Komodo di sana. "Kami menduga makanan bagi binatang purba yang masuk dalam tujuh keajaiban dunia (New7 Wonders) seperti rusa, kerbau, kera dan binatang sejenisnya sudah habis," kata Kepala TNK (waktu itu) Sustyo Iriyono.
Komodo muda ini sampai berumur dua tahun menghabiskan sebagian besar waktu mereka di pohon untuk melindungi diri dari serangan Komodo yang lebih besar atau predator lainnya seperti babi hutan. Komodo dewasa memangsa rusa, babi hutan, kuda, dan kerbau air.
Simbol nasional
Komodo juga memakan bangkai binatang. Binatang purba raksasa ini menggunakan lidahnya untuk mencium bau dan dapat mencium bau hingga jarak 5 kilometer. Dan, air liur Komodo mengandung banyak bakteri mematikan.
Terdapat lebih dari 60 jenis bakteri yang terdapat di dalam air liur Komodo dan paling tidak, salah satu di antaranya dapat menyebabkan keracunan pada darah. Mangsa yang digigit dapat mati dalam waktu sehari atau sampai beberapa minggu kemudian akibat keracunan dalam darahnya.
Iriyono menjelaskan, musim kawin Komodo terjadi pada bulan Juli-Agustus. Komodo betina dapat menghasilkan telur lebih dari 30 butir setiap sarang dan akan menetas 5-6 bulan kemudian.
Kawasan Pulau Padar kemudian ditetapkan sebagai bagian dari Taman Nasional Komodo pada 6 Maret 1980 dan dinyatakan sebagai Cagar Manusia dan Biosfer pada 1977 sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada 1991.
Selain itu, Komodo juga dinobatkan sebagai Simbol Nasional oleh Presiden Soeharto pada tahun 1992 sebagai Kawasan Perlindungan Laut, dan juga sebagai salah satu Taman Nasional Model di Indonesia pada tahun 2006.
Taman Nasional Komodo memiliki luas 173.300 hektar, meliputi wilayah daratan dan lautan dengan lima pulau utama, yakni Pulau Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, Nusa Kode, dan juga pulau-pulau kecil lainnya.
Kepulauan tersebut dinyatakan sebagai taman nasional untuk melindungi Komodo yang terancam punah dan habitat serta keanekaragaman hayatinya di wilayah tersebut. Sedang, taman lautnya dibentuk untuk melindungi biota laut yang sangat beragam di wilayah perairan sekitarnya.
Sejak populer beberapa tahun belakangan, jumlah pengunjung taman nasional ini terus bertambah, sehingga dipastikan bisa menganggu habitat Komodo secara tidak langsung. Hal itu ikut memicu wacana penutupan sementara Taman Nasional Komodo mulai 2020.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskoda menutup sementara Taman Nasional Komodo guna menata ulang taman itu agar jadi indah, aman, dan lebih teroganisir dari sebelumnya.
Mulai dari menata ketersediaan makanan komodo agar terjamin, melestarikan hutan, juga lingkungan guna menjaga habitat Komodo. Penataan taman ini juga dilakukan untuk melindungi Komodo dari kepunahan.
Direvitalisasi
Sejak tahun 2010, jumlah pengunjung Taman Nasional Komodo tercatat sekitar 44.672, tahun 2011 ada 48.010 pengunjung, tahun 2012 ada 49.982 pengunjung, 63.801 pengunjung di tahun 2013, dan tahun 2014 ada 80.626 pengunjung.
Angka semakin meningkat pada 2015, yakni 95.410 pengunjung dan tahun 2016 ada 107.711 pengunjung. Sementara hingga bulan September 2017 jumah pengunjung mencapai 98.305 orang.
Banyaknya pengunjung yang datang ke taman ini mengganggu habitat Komodo secara tidak langsung. Gerak-gerik wisatawan yang datang ke taman ini tak memberi perlindungan yang baik dan merusak habitat hewan purba tersebut.
Ditutupnya Pulau Komodo diharapkan akan mengurangi perburuan liar dan meningkatkan populasi rusa agar makanan utama Komodo lebih terjamin. Pemerintah akan meningkatkan populasi komodo dengan memperbaiki habitatnya dan menjamin makanan agar tidak ada Komodo memakan Komodo sehingga dapat meningkatkan populasi hewan ini.
Satwa Komodo di Pulau Komodo tidak boleh mengalami kepunahan seperti yang terjadi di Pulau Padar.
"Komodo di Pulau Padar sudah punah total, ini menjadi salah satu alasan mendasar mengapa Pemerintah Provinsi NTT ingin Pulau Komodo direvitalisasi agar nasib komodo di pulau itu tidak sama dengan di Pulau Padar,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT Wayan Darmawa.
Populasi komodo yang mendiami Pulau Padar antara 1980 hingga 1990-an masih banyak, namun seiring perjalanan waktu satwa tersebut mengalami kepunahan akibat sejumlah faktor seperti perburuan liar hewan yang menjadi rantai makanan komodo maupun perubahan lingkungan akibat pembakaran hutan.
Pihaknya memiliki catatan terkait populasi komodo di TNK pada 2014 sebanyak 3.093 ekor, namun menurun menjadi 3.012 ekor pada 2015 dan menurun drastis pada 2016 menjadi 2.430 ekor. Sedangkan pada 2017 populasi komodo sedikit bertambah menjadi 2.884 ekor dan pada 2019 menjadi 2.897 ekor.
Ia menambahkan, ada sejumlah strategi yang telah dipersiapkan pemerintah provinsi di antaranya, pemulihan habitat komodo seperti keadaan semula menjadi binatang liar, peningkatan ekosistem komodo, dan peningkatan rantai pasoakan makanan.
Selain itu, akan dilakukan penataan pengelolaan berupa satu pintu masuk ke TNK serta kemitraan pengelolaan antara pemerintah pusat dan daerah, maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat yang menghuni pulau-pulau di dalam kawasan tersebut.
Dengan langkah itu, populasi Komodo diharapkan tetap lestari di Pulau Komodo, bahkan terus bertambah agar tidak mengalami kepunahan seperti di Pulau Padar.
Sejak tahun 2000, populasi Komodo di Pulau Padar tidak ditemukan lagi. Tidak ada lagi kotoran Komodo yang ditemukan di atas pulau tersebut. "Komodo di Pulau Padar sudah punah total," kata Ramang Isaka, salah seorang kepala seksi pengelolaan Balai TNK di Pulau Padar, kala itu.
Belum diketahui pasti penyebab punahnya binatang langka tersebut, namun diduga kuat akibat aksi perburuan liar terhadap mangsanya Komodo seperti rusa dan babi serta perubahan lingkungan akibat pembakaran liar menjadi penyebab punahnya Komodo.
Antara tahun 1980-1990-an, populasi Komodo di Pulau Padar masih banyak, tetapi akibat ulah para pemburu liar yang membakar hutan di kawasan itu membuat ruang gerak Komodo semakin terjepit dan kemungkinan puluhan ekor Komodo ikut terbakar.
Secara keseluruhan, jumlah Komodo yang masih hidup diperkirakan 2.500 ekor yang tersebar di Pulau Komodo, Pulau Rinca serta Pulau Gili Motang, dan biawak Komodo hanya dapat bertahan hidup di lokasi yang memiliki ketersediaan air yang cukup, tempat berlindungnya aman, banyak pohon rimbun serta makanan berlimpah.
"Kami masih melakukan penyelidikan tentang penyebab utama kepunahan Komodo di Pulau Padar. Kami akan melakukan survei untuk mengetahui pasti kondisi alam Pulau Padar sekaligus menginventarisir jenis-jenis makanan Komodo yang masih ada di kawasan itu," kata Ramang Isaka.
Di sisi lain, arus kunjungan wisatawan lokal dan mancanegara ke kawasan itu, terus bertambah beberapa tahun terakhir. Sampai dengan semester pertama 2008, jumlah wisatawan yang berkunjung mencapai 2.800 orang.
Sebagian besar wisatawan menjadikan kawasan Taman Nasional Komodo sebagai tujuan utama, seperti para wisatawan berasal dari Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Perancis, Inggris, Australia, Rusia dan beberapa negara Eropa lainnya.
Pada tahun 2012, populasi Komodo di TNK dilaporkan mencapai 4.647 ekor, yang menyebar di Pulau Komodo sebanyak 2.065 ekor, Pulau Rinca sekitar 2.355 ekor, Pulau Gili Motang 131 ekor dan di Pulau Nusa Kode hanya sekitar 95 ekor.
Sementara di Pulau Padar sudah tidak ditemukan lagi Komodo di sana. "Kami menduga makanan bagi binatang purba yang masuk dalam tujuh keajaiban dunia (New7 Wonders) seperti rusa, kerbau, kera dan binatang sejenisnya sudah habis," kata Kepala TNK (waktu itu) Sustyo Iriyono.
Komodo muda ini sampai berumur dua tahun menghabiskan sebagian besar waktu mereka di pohon untuk melindungi diri dari serangan Komodo yang lebih besar atau predator lainnya seperti babi hutan. Komodo dewasa memangsa rusa, babi hutan, kuda, dan kerbau air.
Simbol nasional
Komodo juga memakan bangkai binatang. Binatang purba raksasa ini menggunakan lidahnya untuk mencium bau dan dapat mencium bau hingga jarak 5 kilometer. Dan, air liur Komodo mengandung banyak bakteri mematikan.
Terdapat lebih dari 60 jenis bakteri yang terdapat di dalam air liur Komodo dan paling tidak, salah satu di antaranya dapat menyebabkan keracunan pada darah. Mangsa yang digigit dapat mati dalam waktu sehari atau sampai beberapa minggu kemudian akibat keracunan dalam darahnya.
Iriyono menjelaskan, musim kawin Komodo terjadi pada bulan Juli-Agustus. Komodo betina dapat menghasilkan telur lebih dari 30 butir setiap sarang dan akan menetas 5-6 bulan kemudian.
Kawasan Pulau Padar kemudian ditetapkan sebagai bagian dari Taman Nasional Komodo pada 6 Maret 1980 dan dinyatakan sebagai Cagar Manusia dan Biosfer pada 1977 sebagai Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada 1991.
Selain itu, Komodo juga dinobatkan sebagai Simbol Nasional oleh Presiden Soeharto pada tahun 1992 sebagai Kawasan Perlindungan Laut, dan juga sebagai salah satu Taman Nasional Model di Indonesia pada tahun 2006.
Taman Nasional Komodo memiliki luas 173.300 hektar, meliputi wilayah daratan dan lautan dengan lima pulau utama, yakni Pulau Komodo, Padar, Rinca, Gili Motang, Nusa Kode, dan juga pulau-pulau kecil lainnya.
Kepulauan tersebut dinyatakan sebagai taman nasional untuk melindungi Komodo yang terancam punah dan habitat serta keanekaragaman hayatinya di wilayah tersebut. Sedang, taman lautnya dibentuk untuk melindungi biota laut yang sangat beragam di wilayah perairan sekitarnya.
Sejak populer beberapa tahun belakangan, jumlah pengunjung taman nasional ini terus bertambah, sehingga dipastikan bisa menganggu habitat Komodo secara tidak langsung. Hal itu ikut memicu wacana penutupan sementara Taman Nasional Komodo mulai 2020.
Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Bungtilu Laiskoda menutup sementara Taman Nasional Komodo guna menata ulang taman itu agar jadi indah, aman, dan lebih teroganisir dari sebelumnya.
Mulai dari menata ketersediaan makanan komodo agar terjamin, melestarikan hutan, juga lingkungan guna menjaga habitat Komodo. Penataan taman ini juga dilakukan untuk melindungi Komodo dari kepunahan.
Direvitalisasi
Sejak tahun 2010, jumlah pengunjung Taman Nasional Komodo tercatat sekitar 44.672, tahun 2011 ada 48.010 pengunjung, tahun 2012 ada 49.982 pengunjung, 63.801 pengunjung di tahun 2013, dan tahun 2014 ada 80.626 pengunjung.
Angka semakin meningkat pada 2015, yakni 95.410 pengunjung dan tahun 2016 ada 107.711 pengunjung. Sementara hingga bulan September 2017 jumah pengunjung mencapai 98.305 orang.
Banyaknya pengunjung yang datang ke taman ini mengganggu habitat Komodo secara tidak langsung. Gerak-gerik wisatawan yang datang ke taman ini tak memberi perlindungan yang baik dan merusak habitat hewan purba tersebut.
Ditutupnya Pulau Komodo diharapkan akan mengurangi perburuan liar dan meningkatkan populasi rusa agar makanan utama Komodo lebih terjamin. Pemerintah akan meningkatkan populasi komodo dengan memperbaiki habitatnya dan menjamin makanan agar tidak ada Komodo memakan Komodo sehingga dapat meningkatkan populasi hewan ini.
Satwa Komodo di Pulau Komodo tidak boleh mengalami kepunahan seperti yang terjadi di Pulau Padar.
"Komodo di Pulau Padar sudah punah total, ini menjadi salah satu alasan mendasar mengapa Pemerintah Provinsi NTT ingin Pulau Komodo direvitalisasi agar nasib komodo di pulau itu tidak sama dengan di Pulau Padar,” kata Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi NTT Wayan Darmawa.
Populasi komodo yang mendiami Pulau Padar antara 1980 hingga 1990-an masih banyak, namun seiring perjalanan waktu satwa tersebut mengalami kepunahan akibat sejumlah faktor seperti perburuan liar hewan yang menjadi rantai makanan komodo maupun perubahan lingkungan akibat pembakaran hutan.
Pihaknya memiliki catatan terkait populasi komodo di TNK pada 2014 sebanyak 3.093 ekor, namun menurun menjadi 3.012 ekor pada 2015 dan menurun drastis pada 2016 menjadi 2.430 ekor. Sedangkan pada 2017 populasi komodo sedikit bertambah menjadi 2.884 ekor dan pada 2019 menjadi 2.897 ekor.
Ia menambahkan, ada sejumlah strategi yang telah dipersiapkan pemerintah provinsi di antaranya, pemulihan habitat komodo seperti keadaan semula menjadi binatang liar, peningkatan ekosistem komodo, dan peningkatan rantai pasoakan makanan.
Selain itu, akan dilakukan penataan pengelolaan berupa satu pintu masuk ke TNK serta kemitraan pengelolaan antara pemerintah pusat dan daerah, maupun peningkatan kesejahteraan masyarakat yang menghuni pulau-pulau di dalam kawasan tersebut.
Dengan langkah itu, populasi Komodo diharapkan tetap lestari di Pulau Komodo, bahkan terus bertambah agar tidak mengalami kepunahan seperti di Pulau Padar.